HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Mitigasi Air Pasang Laut Atau Rob Di Pesisir Prapag (Kebutuhan Mendesak Untuk Masa Depan)

Aulia Insani Yanu Mahasiswi Semester 2 Jurusan Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Ne...

Aulia Insani Yanu Mahasiswi Semester 2 Jurusan Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Siber Syekh Nurjati Cirebon


Lentera24.com - Kalau Anda pernah main ke daerah pesisir seperti Prapag di Brebes, pasti paham betapa dekatnya masyarakat dengan laut. Sayangnya, laut yang biasanya jadi sumber penghidupan ini kini juga membawa ancaman yaitu air pasang atau rob yang makin sering terjadi. Jalanan tergenang, sawah rusak, rumah-rumah terendam — semua ini sudah jadi pemandangan biasa saat musim rob datang.

Air pasang laut atau Rob adalah naiknya air laut yang membanjiri daratan, biasanya dipicu oleh pasang air laut atau cuaca ekstrem. Prapag, dengan posisi geografisnya yang datar dan rendah, jadi salah satu daerah yang paling rentan.

Fenomena air pasang laut atau rob kian menjadi ancaman nyata bagi daerah pesisir Indonesia, termasuk wilayah Prapag di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Kenaikan muka air laut, diperparah dengan penurunan muka tanah dan perubahan iklim global, memperlihatkan betapa rentannya kawasan pesisir terhadap bencana alam ini. Jika tidak dilakukan upaya mitigasi yang serius dan terencana, air pasang tidak hanya akan merusak infrastruktur dan ekonomi lokal, tetapi juga mengancam eksistensi sosial budaya masyarakat pesisir.

Mitigasi, sederhananya, adalah usaha untuk mengurangi dampak buruk dari bencana. Dalam konteks air pasang laut atau rob, mitigasi bukan cuma soal membangun tanggul, tapi juga soal menjaga lingkungan, mengatur tata ruang, dan mempersiapkan masyarakat.

Menurut saya, Mitigasi air pasang laut menjadi suatu keniscayaan. Terlebih di daerah seperti Prapag, di mana kehidupan masyarakat sangat bergantung pada sektor pertanian, perikanan, dan usaha kecil yang sangat rentan terhadap perubahan kondisi alam. 

Prapag Dan Ancaman Rob

Prapag, yang terdiri atas Prapag Kidul dan Prapag Lor, adalah wilayah pesisir di Brebes yang sering mengalami banjir rob. Kondisi geografisnya yang landai dan dekat dengan laut menjadikannya wilayah yang sangat rentan terhadap naiknya air pasang. Masyarakat setempat sudah akrab dengan banjir rob yang tidak hanya menggenangi jalan dan pemukiman, tetapi juga mengganggu produktivitas pertanian dan tambak.

Data empiris menunjukkan bahwa dalam dekade terakhir, frekuensi rob di pantai utara Jawa meningkat secara signifikan. Selain faktor perubahan iklim global yang menyebabkan kenaikan permukaan air laut, penyedotan air tanah yang masif di kawasan pesisir juga mempercepat penurunan muka tanah. Di Prapag, fenomena ini terasa sangat nyata karena banyak lahan pertanian berubah menjadi rawa, dan jalan-jalan desa seringkali tergenang bahkan di luar musim hujan.

Urgensi Mitigasi

Tanpa mitigasi yang efektif, Prapag berpotensi mengalami kerugian sosial-ekonomi yang jauh lebih besar di masa depan. Rob berkepanjangan akan mempercepat alih fungsi lahan produktif menjadi lahan tak berguna, memperparah kemiskinan, dan mendorong migrasi penduduk ke wilayah lain. Tidak hanya itu, karakter sosial budaya khas masyarakat pesisir pun akan tergerus.

Mitigasi air pasang laut bukan hanya soal membangun fisik infrastruktur pertahanan, melainkan tentang membangun ketangguhan masyarakat menghadapi perubahan iklim dan bencana alam. Melalui mitigasi, kita tidak hanya memperkecil dampak rob, tetapi juga mempersiapkan masyarakat untuk hidup berdampingan dengan tantangan lingkungan di masa depan.


Strategi Mitigasi Yang Dapat Diterapkan Di Prapag

Pembangunan Tanggul dan Infrastruktur Drainase

Langkah pertama yang perlu diambil adalah membangun dan memperkuat infrastruktur fisik, seperti tanggul laut dan sistem drainase. Pembangunan tanggul di sepanjang garis pantai Prapag dapat membantu menahan air laut saat pasang tinggi. Namun, perlu dipastikan bahwa pembangunan ini dilakukan dengan kajian teknis yang matang agar tidak menimbulkan masalah lingkungan baru. Sistem drainase di kawasan pemukiman dan pertanian juga harus diperbaiki agar air rob cepat surut dan tidak menggenang dalam waktu lama. Pembangunan pintu air dan kanal-kanal pengendali banjir menjadi solusi tambahan yang perlu dipertimbangkan.


Rehabilitasi Mangrove dan Vegetasi Pesisir

Mangrove adalah pertahanan alami yang efektif untuk menahan gelombang laut dan memperlambat laju abrasi. Di Prapag, rehabilitasi hutan mangrove perlu digalakkan secara masif. Program penanaman mangrove dapat melibatkan masyarakat setempat melalui pendekatan berbasis komunitas.

Selain berfungsi ekologis, hutan mangrove yang sehat juga bisa dikembangkan menjadi objek wisata edukasi, membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat.


Tata Ruang Berbasis Risiko

Pengelolaan tata ruang yang adaptif menjadi kunci dalam mitigasi jangka panjang. Pemerintah daerah perlu menyusun zonasi wilayah berdasarkan tingkat risiko rob. Wilayah-wilayah yang sangat rawan harus dialihfungsikan menjadi ruang konservasi atau area terbuka hijau.

Pembangunan pemukiman baru sebaiknya diarahkan ke lokasi yang lebih aman, dengan memberikan insentif dan bantuan relokasi kepada warga yang terdampak. Pendekatan ini memang tidak populer, tetapi sangat diperlukan untuk menyelamatkan generasi masa depan.


Peningkatan Kesadaran dan Kapasitas Masyarakat

Masyarakat adalah aktor utama dalam upaya mitigasi. Oleh karena itu, edukasi tentang perubahan iklim, adaptasi terhadap rob, serta pelatihan evakuasi darurat harus diberikan secara rutin. Program pendidikan ini bisa dimulai dari sekolah-sekolah di Prapag hingga kegiatan-kegiatan komunitas.

Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan juga penting, misalnya melalui program desa tangguh bencana (Destana) yang berbasis partisipasi aktif warga.


Diversifikasi Sumber Penghidupan

Mengandalkan sektor pertanian dan perikanan tradisional yang rentan terhadap rob bukan lagi pilihan yang bijaksana. Program diversifikasi ekonomi lokal, seperti pengembangan usaha kecil berbasis produk olahan laut, budidaya ikan dalam keramba, atau pariwisata pesisir, perlu didorong.

Dengan ekonomi yang lebih beragam, ketahanan masyarakat Prapag terhadap perubahan lingkungan akan semakin kuat.


Tantangan Dalam Implementasi

Meskipun berbagai strategi mitigasi telah dikenal, penerapannya di lapangan seringkali menemui banyak tantangan. Keterbatasan dana, rendahnya kesadaran masyarakat, tumpang tindih kebijakan antar lembaga, serta kurangnya sinergi antar instansi menjadi hambatan yang harus diatasi. Selain itu, perubahan perilaku membutuhkan waktu. Kesadaran bahwa perubahan iklim adalah nyata dan butuh respon adaptif masih perlu dibangun perlahan-lahan di masyarakat.

Jadi Kesimpulan dari saya yaitu Mitigasi air pasang laut di Prapag adalah kebutuhan yang tidak bisa ditunda lagi. Dengan kombinasi pendekatan struktural (pembangunan fisik), non-struktural (edukasi dan penguatan sosial), serta adaptasi ekonomi, Prapag dapat menjadi contoh sukses dalam menghadapi tantangan perubahan iklim di daerah pesisir.

Pemerintah, akademisi, swasta, dan masyarakat harus bekerja bersama. Karena pada akhirnya, mempertahankan Prapag dari ancaman rob bukan hanya soal menjaga lahan dan rumah, tetapi juga mempertahankan identitas, budaya, dan masa depan masyarakatnya.

Saya percaya, Prapag punya kekuatan besar yaitu komunitasnya yang kuat, rasa kebersamaan yang tinggi, dan kecintaan terhadap tanah kelahiran. Dengan modal itu, mitigasi air pasang laut atau rob bukan mustahil dilakukan.

Bayangkan jika Prapag di masa depan pantainya rindang dengan hutan mangrove, jalannya aman dari genangan, ekonominya maju dengan wisata bahari, dan anak-anaknya tumbuh dengan rasa bangga terhadap desanya. Itu semua bukan mimpi. Tapi tentu, perlu kerja keras, perlu komitmen, dan perlu perubahan pola pikir. Mulai dari pemerintah desa, tokoh masyarakat, pemuda, sampai setiap keluarga di Prapag.


Karena air pasang laut atau rob mungkin tak bisa kita hentikan, tapi kita bisa membuatnya tidak lagi menjadi bencana. ***