Ica Aeni Fauziah Semester: ll Fakultas: Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas islam negri Siber Syekh Nurjati Cirebon Lentera24.com - Gemp...
Lentera24.com - Gempa bukan hanya peristiwa alam, tetapi juga gempa merupakan pengingat yang mengguncang kesadaran kita sebagai manusia yang seringkali merasa aman di atas tanah yang ternyata tidak slalu stabil. Semua makhluk hidup tidak ada yang bisa benar-benar siap ketika bumi tiba-tiba berguncang. Dalam hitungan detik, semua rutinitas berubah menjadi kepanikan, bangunan menjadi ancaman, dan nyawa seolah digantung oleh nasib.
Baru kali ini, di sejumlah wilayah di Indonesia kembali diguncang gempa. Salah satunya terjadi di Sukabumi, dengan kekuatan M 5,6 yang terasa hingga ke daerah sekitar. Meskipun tidak berpotensi tsunami, gempa ini menyisakan ketakutan dan kekhawatiran di benak masyarakat. Sukabumi hanyalah satu dari salah satu banyak catatan panjang gempa yang melanda negeri ini. Indonesia, sebagai negara yang berada di jalur Cincin Api Pasifik, adalah rumah bagi berbagai aktivitas seismik yang tinggi.
Tulisan ini bukan hanya sekedar ulasan tentang gempa, tulisan ini juga mengajak Masyarakat untuk belajar dan bertindak sebelum bumi kembali berguncang dan kita lagi lagi terkejut tidak berdaya, di karenakan Indonesia berada di tengah kondisi geografis yang rawan, pertanyaan mendasar tentang hal ini pun muncul: apakah kita benar-benar siap? Bukan hanya secara infrastruktur, tapi juga dalam kesadaran, edukasi, dan tanggap darurat.
Meski pemerintah sudah mulai mengembangkan sistem peringatan dini dan membangun infrastruktur tahan gempa, tetapi kesiapsiagaan manusia masih terlalu minim. Dapat dilihat gempa yang terjadi di Sukabumi adanya celah celah yang perlu di perbaiki dalam hal mitigasi dan penanggulangan bencana untuk mengurangi resiko dan dampaknya. Walaupun kita tidak bisa memprediksi gempa dengan pasti, setidaknya ada kesiapsiagaan dalam diri kita.
Peningkatan infrastruktur yang berada pada zona merah gempa seperti di Sukabumi dan banyak tempat lain di Indonesia, pemerintah mengharuskan kewajiban bagi setiap bangunan di mulai dari rumah, sekolah, hingga fasilitas umum untuk dibangun dengan standar tahan gempa yang ketat. Sejumlah bangunan yang ambruk atau rusak parah pasca-gempa menggambarkan betapa lemahnya struktur bangunan yang ada pada daerah tersebut. Meskipun ada beberapa daerah yang sudah memperbaiki standar bangunan, namun penerapan tersebut masih sangat terbatas dan belum merata, terutama di daerah-daerah yang belum mendapat perhatian maksimal dari pemerintah pusat.
Kurangnya pelatihan dan edukasi kebencanaan yang masih minim, kita sering mendengar tentang simulasi gempa yang dilakukan di beberapa sekolah atau instansi. Pengetahuan dasar mengenai tindakan darurat yang perlu di lakukan. Seperti banyak orang yang masih bingung harus mengungsi kemana saat gempa besar terjadi atau bagaimana cara mengurangi resiko cedera saat gempa berlangsung. Tetapi faktanya banyak masyarakat yang tidak memiliki pengetahuan dasar itu. Pengetahuan seperti ini harusnya menjadi bagian dari kurikulum pendidikan yang diajarkan sejak dini, di sekolah-sekolah, dan juga disosialisasikan secara berkala di masyarakat umum. Peningkatan literasi kebencanaan ini harus jadi prioritas untuk melahirkan generasi yang lebih siap menghadapi bencana alam.
peran media dan teknologi juga sangat penting dalam menyebarkan informasi karena di era digital, banyak orang lebih sering mengandalkan informasi yang beredar di media sosial atau aplikasi cuaca untuk mengetahui peringatan bencana. sering kali informasi tersebut terlambat sampai ke masyarakat. Ini menjadi masalah, terutama di daerah-daerah terpencil yang masih kesulitan mengakses informasi secara cepat. Walaupun sistem peringatan gempa sudah mulai lebih baik, Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk memperkuat jaringan informasi kebencanaan agar lebih cepat dan efektif, misalnya melalui aplikasi yang bisa diakses semua kalangan, atau menggunakan sistem sirine yang lebih terintegrasi dan terdengar jelas di seluruh area rawan bencana.
Oleh karena itu, koordinasi yang lebih baik antara pemerintah daerah, organisasi kemanusiaan, dan masyarakat setempat harus dibangun. Pelatihan bagi tim relawan lokal tentang distribusi bantuan akan sangat membantu agar bantuan sampai tepat waktu dan kepada yang membutuhkan. Kecepatan dan ketepatan inilah yang sering kali menjadi pembeda antara korban yang bisa diselamatkan dan yang tidak. Tidak hanya dari segi infrastruktur dan teknologi, kita juga harus menyoroti koordinasi antar instansi Pada banyak kesempatan, kita melihat bencana alam menimbulkan kekacauan, terutama dalam hal distribusi bantuan. Bantuan datang terlambat, kadang tidak tepat sasaran, atau bahkan terhambat oleh birokrasi yang rumit. Padahal, saat bencana datang, kecepatan dalam merespons adalah hal yang sangat krusial.
Dalam banyak kasus, kita seringkali melihat masyarakat yang bergerak lebih cepat daripada pemerintah dalam membantu korban bencana. solidaritas sosial yang terjadi antara masyarakat dan pemerintah adalah kunci untuk membangun ketahanan dalam menghadapi bencana. Seperti saling memberi bantuan, memberikan tempat berlindung sementara, atau bahkan mencari korban yang hilang, solidaritas ini perlu difasilitasi dan disalurkan dengan cara yang terorganisir dan terarah. Masyarakat, jika dilatih dengan baik, dapat menjadi kekuatan yang luar biasa dalam membantu proses penanggulangan bencana. seperti pengorganisasian relawan dan pemberdayaan komunitas lokal.
Banyak daerah yang memiliki potensi gempa tinggi, tetapi belum memiliki rencana tanggap darurat yang jelas. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus benar-benar memiliki peta rawan bencana dan rencana tanggap darurat yang komprehensif, dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat. Dan memikirkan apakah kebijakan yang ada sudah benar-benar efektif dalam mengatasi bencana. Bahkan di beberapa daerah yang sudah terdampak bencana, pemerintah setempat sering kali kekurangan sumber daya dan personel untuk melakukan evakuasi dengan cepat dan terkoordinasi. Pelatihan untuk petugas evakuasi dan penyelamatan juga harus dilakukan secara rutin agar mereka siap jika sewaktu-waktu terjadi bencana.
Setiap guncangan adalah pengingat akan ketidakpastian yang ada di dunia ini. Meskipun gempa datang tanpa aba-aba, sejatinya menyimpan banyak pelajaran yang harus kita renungkan. Ia mengingatkan kita bahwa segala sesuatu bisa berubah dalam sekejap dari rasa aman menjadi kekhawatiran, dari kebersamaan menjadi kehancuran. Namun, di balik semua itu, ada satu hal yang selalu bisa kita kontrol: persiapan kita.
Pendidikan kebencanaan harus menjadi prioritas, bukan hanya sebagai bagian dari kurikulum sekolah, tapi juga sebagai budaya hidup sehari-hari. Semakin banyak orang yang paham bagaimana bertindak saat gempa terjadi, semakin banyak nyawa yang bisa kita selamatkan. Tak peduli seberapa canggih teknologi yang kita miliki. Yang bisa kita lakukan adalah memperkuat kesiapsiagaan, membangun infrastruktur yang lebih tahan gempa, dan meningkatkan solidaritas sosial.
Maka dari itu, mari kita mulai hari ini bukan hanya sebagai individu yang mengharapkan bantuan, tapi juga sebagai bagian dari masyarakat yang siap memberikan bantuan. Mari tingkatkan kerjasama antara masyarakat, pemerintah, dan organisasi kemanusiaan. Aksi nyata dari kita semua adalah kunci utama dalam mengurangi dampak bencana. Tak ada lagi waktu untuk menunggu, kita harus bergerak cepat, bersatu, dan memberikan respon terbaik saat bencana terjadi.
Mari dengan ini lebih peduli, lebih siap, dan lebih bersatu, agar kita mampu menjadikan gempa sebagai pelajaran, bukan hanya sebagai peringatan yang berlalu begitu saja. ketidaksiapan yang kita hadapi hari ini bisa menjadi bekal untuk kesiapan masa depan. Kita akan mampu menghadapi guncangan apapun yang datang karena setelah bumi berguncang, yang tersisa adalah kemanusiaan yang saling mendukung.***