Oleh Masri, SP (Penggiat Sosial) Berdomisili di Aceh Timur Lentera24.com - Pada awal diketahui terhadap informasi rencana akan di mulai ek...
Lentera24.com - Pada awal diketahui terhadap informasi rencana akan di mulai ekploitasi gas alam di blok A (Kecamatan Indra Makmue, Julok dan Nurussalam) Kabupaten Aceh Timur, masyarakat sudah menaruh harapan dan impian besar, Aceh Timur khusus zona tambang gas alam akan berubah menjadi daerah "Petro Dollar" Jilid kedua di Provinsi Aceh setelah Krueng Geukuh dan Batuphat Kotif Lhokseumawe (dulunya Kabupaten Aceh Utara) yang dikenal sebagai kawasan petro dollar.
Namun apa yang terjadi, setelah 25 tahun PT Medco E&P Malaka beroperasi melakukan ekploitasi gas alam di kawasan Blang Nisam dan Alue Siwah berubah menjadi mimpi buruk tidak seperti dibayangkan dan di impikan sebelumnya.
Bukan hanya persoalan kasus keracunan gas yang diduga H2S, mencium bau telur busuk, kebisingan mesin, menghirup debu, jalan rusak parah, akan tetapi lebih parahnya lagi terjadinya persoalan diskriminasi dan kesenjangan sosial yang begitu kontras di pertontonkan ditengah gegap gempita pengerukan kekayaan alam dibawah perut bumi Putri Nurul A'la.
Salah satu persoalan yang paling mendasar yaitu atas perlakuan diskriminasi dalam upaya mendapatkan keadilan, keseteraan terhadap putra lokal untuk mendapatkan kesempatan/peluang pekerjaan di perusahaan yang berdiri megah di tanah kelahiran mereka, termasuk kesempatan dan peluang pengusaha lokal menjadi vendor.
Harapan dan impian masyarakat menjadi daerah petro dollar suatu hal yang realistis, karena tak terlepas kilas balik kemakmuran dan kesejahteraan yang di alami warga yang berada di lingkaran PT Arun LNG dan Mobil Oil. Apalagi jika dilihat cadangan kandungan gas di Blok A sangat fantastis mencapai 120 triliun standar kaki kubik, termasuk salah satu sumber gas terbesar di Indonesia.
Kenapa Krueng Geukuh dan Batuphat di label sebagai daerah "Petro Dollar" Jawabannya adalah karena tingkat perputaran uang setiap hari di masyarakat sangat tinggi, ribuan karyawan belanja barang dan jasa untuk kebutuhan sehari - hari di tempat usaha dan pedagang setempat, sehingga daya jual barang dan jasa pedagang serta usaha rumah tangga sangat tinggi. Bahkan tak sedikit transaksi menggunakan mata uang dollar.
Beda dengan realitas di Blok A, semua karyawan PT. Medco E&P Malaka maupun Subcont dirumahkan di CPP yang berada di Desa Blang Nisam Kecamatan Indra Makmu serta sebagian nginap di hotel, semua kebutuhan barang dan jasa karyawan di pasok oleh vendor. Dimana para vendor juga memesan/pasok barang dari luar Aceh seperti Kota Medan dan Jakarta.
Bisa di lihat sendiri, hanya beberapa orang karyawan PT Medco E&P Malaka, yang sesekali ngopi di cafe -cafe di Aceh Timur, selebihnya mereka milih mengurung diri di perumahan yang berada di CPP ataupun Hotel di Kota Idi Rayeuk.
Mirisnya lagi, pertemuan atau meeting pihak management lebih memilih di luar Aceh Timur bahkan di kota kota besar, jadi bukan hanya gas yang mengalir ke Sumatra Utara melalui pipa pipa besar di bawah tanah, perputaran uang juga di luar Aceh Timur.
Indikator menunjukkan kondisi pedagang dan masyarakat di sekitar Kecamatan Indra Makmue dan Julok lebih maju sebelum kehadiran PT Medco E&P Malaka, begitu juga dalam hal indeks kualitas pendidikan, infrastruktur, sosial maupun ekonomi.***