HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Temuan Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari): Pengadaan IPAL di Aceh Tamiang Diduga Mal Fungsi dan Markup

Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Aceh Tamiang  Lentera24.com | ACEH TAMIANG   –  Paket pekerjaan pengadaan Instalasi Pengolahan Air...

Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di Aceh Tamiang 

Lentera24.com | ACEH TAMIANG  –  Paket pekerjaan pengadaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) di lima Puskesmas (Manyak Payed, Sunga Iyu, Tamiang Hulu, Tenggulun, Simpang Kiri dan Selele), dari pagu Anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dan Otonomi Khusus (Otsus) tahun 2024 senilai Rp.3,03 milliar untuk Aceh Tamiang tidak sesuai prosedur dan di dugaan Mark up.

Untuk ke empat Puskesmasnya dianggarkan Rp.2,480 miliar dari anggaran DAK Fisik, dibagikan peruntukkan empat Puskesmas masing masingnya menyerap anggaran sebesar Rp.620 juta.

Sedangkan satu Puskesmasnya menyerap anggaran sebesar Rp.550 juta di plot dari anggaran Otsus. Jadi total serapan anggaran pembangunan IPAL untuk lima Puskesmas sebesar Rp.3,03 miliar bersumber dari DAK Fisik dan Otsus tahun 2024.


Kondisi dan Temuan

Secara fisik kondisi IPAL sangat baik. Jika masyarakat yang tidak mengetahui pasti beranggapan barang itu berfungsi dengan sangat baik. Sebaliknya hampir tidak dapat diungsikan sebab kekurangan daya arus listrik.

Parahnya lagi pembuangan pipa limbah langsung ke parit warga (umum). Dan cara kerjanya pun tidak efektif. Jika IPAL dihidupkan 1 menit saja arus listrik di puskesmas langsung padam, karena kekurangan daya beban.

Apalagi itu, Daya listrik yang terpasang untuk tiap Puskesmas di Aceh Tamiang sebesar 90 Ampere, mengingat kondisi saat ini, kebutuhan itu tidak mencukupi, dengan banyaknya kunjungan pasien Rawat Jalan perharinya saja sudah mencapai 100 orang lebih. Ditambah pasien Rawat Inap.

Beban daya terpasang saat ini, hanya mampu untuk kebutuhan Puskesmas saja, non alat baru tambahan berkala yang dibutuhkan.

Jangankan untuk menghidupkan alat tambahan baru, daya listrik yang terpasang saja saat ini sudah kurang, hingga Puskesmas mengoptimalisasikan nya dengan cara mematikan alat yang tidak terlalu bergantung, seperti Kipas angin atau Air Conditioner (AC).

Hal itu dilakukan agar pasien rawat inap merasa nyaman dan tidak terganggu, akibat kurang daya arus listrik yang terpasang.

Saat ini, tiap tiap Puskesmas memiliki 7 dokter untuk melayani para pasien. 4 di antaranya dokter tidak tetap dan 3 lagi merupakan dokter tetap yang bertugas di Puskesmas.

Ada kesan aneh, untuk pengadaan di Puskesmas. Mengapa tidak? Untuk Proyek pengadaan Genset saja; peruntukkan tambahan untuk meminimalisir kekurangan daya arus listrik malah Mangkrak, tidak dapat digunakan secara permanen.

Sebab apa?. Genset merek Krisbow tersebut menggunakan bahan bakar Pertamina Dex, jika diisi Bahan Bakar Solar biasa, Genset tidak dapat hidup. Tetapi sebaliknya jika menggunakan bahan bakar Pertamina Dex hidup.

Sedangkan untuk jenis bahan bakar Pertama Pertamina Dex tidak masuk dalam jenis bahan bakar yang dapat di amprah (Ditagih ke pemerintah), hanya bahan bakar Bio Solar yang bisa ditagih ke pemerintah.

Tentunya ini menjadi kendala di Puskesmas, karena Genset merek Krisbow tersebut menggunakan bahan bakar Pertamina Dex yang tidak masuk dalam daftar amprahan ke pemerintah.

Alhasil Genset merek Krisbow tersebut Mangkrak dan bisa menjadi barang apkir, sebab tidak dapat diungsikan.

Kesannya, Kegiatan paket pekerjaan pengadaan barang di tiap tiap Puskesmas, tidak melihat pungsi dan kegunaannya. Imbas Puskesmas sebagai penerima manfaat hanya sebagai tempat penimbunan barang pengadaan dan kuat dugaan terlalu dipaksakan.

Temuan LembAHtari

Direktur Lembaga Advokasi Hutan Lestari (LembAHtari) Sayed Zainal M, SH berpendapat bahwa; seluruh Puskesmas yang ada di Aceh Tamiang, harus dinaikkan Beban Daya Listriknya, agar proses pelayanan kepada pasien dapat berjalan secara optimal.

Terkhusus itu, sebut Sayed. Paket pekerjaan pengadaan IPAL di tiap tiap Puskesmas harus dilihat terlebih dahulu aspekya; terutama Lahan, Daya Arus Listrik, Lokasi steril dari masyarakat, DED nya.

Agar paket pekerjaan pengadaan IPAL untuk Puskesmas tidak terkesan asal asalan bahkan terukur. Sebab harus dinilai dari semua aspek.

“Contohnya, hari ini Paket Pekerjaan Pengadaan IPAL untuk lima Puskesmas, berjalan tidak optimal. Bisa dikatakan kegiatan tersebut gagal, sebab tidak memiliki kajian mendalam, terkesan pengadaannya asal bapak senang (ABS),” tegasnya.

Malah, kata Sayed; temuan LembAHtari di lapangan bahwa IPAL di sebagian Puskesmas ada yang sama sekali tidak berfungsi. Dan sebahagianya lagi harus di bagi waktu kerja sebab kekurangan daya arus listrik.

Lalu Proses netralisasi Limbah Cair Bahan Berbahaya Beracun (B3) tidak berfungsi secara optimal.

Jika IPAL dihidupkan, seluruh ruangan di Puskesmas mati listriknya. Termasuk di ruangan rawat inap pasien, sehingga mengganggu proses pelayanan kepada pasien.

“Daya 90 Ampere listrik yang sudah terpasang saat ini di tiap tiap Puskesmas tidak mampu menampung daya beban kelistrikan di Puskesmas. Apalagi ditambah beban untuk menghidupkan IPAL ya jelas tidak mampu,” jelasnya.

Jelas Sayed, kekurangan arus listrik itu harus segera lakukan penambahan Daya Arus Listrik, sebab Genset yang ada digunakan sebagai black Star tidak berfungsi sama sekali.

Mengingat masalahnya ada pada kurangnya daya arus listrik di tiap tiap Puskesmas yang ada di Kabupaten Aceh Tamiang.

“Program apa pun yang dibuat saat ini terkoneksi langsung dengan arus listrik, ini dahulu sangat perlu diperhatikan. Jika arus cukup baru bisa melakukan kebijakan program yang di jalankan,” ujarnya.


Dugaan Proses Pembuatan IPAL tidak Melalui Tahapan

LembAHtari menyorot bahwa; ada dugaan dalam proses pembangunan fisik IPAL Cair B3 di Puskesmas yang ada di Aceh Tamiang tidak dilakukan sebagaimana mestinya, dalam tahapan proses perencanaannya.

Kajian DED nya, terutama tenaga untuk penggerak IPAL [Daya Kelistrikan] kesannya asal proyek tersebut bisa dibangun saja, pelaksana (Dinkes) tidak melihat bagaimana setelah dibangun bisa berfungsi atau tidak.

Melihat fisik bangunan IPAL di lapangan dengan pagu Anggaran sebesar Rp.620 juta, perlu dikaji ulang. Dikhawatirkan ada disharmonisasi anggaran yang semestinya.

Dikawatirkan anggaran terserap hanya separuh dari pagu Rp.620 juta, jika meneliti secara detail bahan yang digunakan untuk pembangunan IPAL tersebut.

“Meski E-Catalog, apakah proses pekerjaan tersebut melalui tender?. Plank namanya saja tidak ada [Padahal Plank nama untuk mengenali apa, siapa dan bagaimana pekerjaan itu dilakukan dan anggaran dari mana]. Ini saja sudah memunculkan tanda tanya?. Tidak hanya di kalangan pemerhati tetapi juga pegawai di Puskesmas saja heran, kok tidak ada plank nama pekerjaannya,” beber Sayed.

Indikasi kuat, murni kegiatan tersebut dilakukan oleh Dinkes Aceh Tamiang itu sendiri, bersama rekan vendornya yang memiliki spesifikasi khusus terkait Alat Kesehatan (Alkes).

Apalagi, sepertinya proses pembangunan IPAL tanpa ada kajian data kelistrikan yang sudah terpasang Puskesmas, perlu tambahan daya atau tidak.

Pada akhirnya ya begitu; pekerjaan selesai baru terpikir, bahwa daya arus kelistrikan di Puskesmas Kurang. Tetapi tidak ada solusi, hanya dibiarkan begitu saja.

Pada akhirnya, banyak kegiatan paket pekerjaan yang dilakukan di Aceh Tamiang dilakukan tanpa kajian detail. Tak mesti IPAL. Kegiatan yang lain juga begitu.

“Berapa banyak proyek yang sudah dikerjakan menjadi bangunan pajangan dan tidak berfungsi, dengan kata lain menjadi proyek Mubazir,” sergahnya.


Cara Membangun Instalasi IPAL yang baik dan benar

Kata Sayed lagi, ada kaidah dan tatacara yang harus di lalui, untuk membuat IPAL, di antaranya. Pertama; Lakukan persiapan dengan mengidentifikasi kebutuhan. Tentukan jenis dan jumlah limbah yang dihasilkan oleh Puskesmas.

Dua; Analisis lokasi dengan memilih lokasi yang strategis dan aman untuk pembangunan IPAL.

Tiga; Lalu lakukan Perencanaan. Buat rencana detail tentang desain, teknologi, dan biaya pembangunan IPAL.

Selanjutnya desain IPAL harus mempertimbangkan jenis limbah, kapasitas pengolahan, dan standar kualitas air limbah.

Pilih teknologi pengolahan yang sesuai dengan jenis limbah dan standar kualitas air limbah.

Desain sistem pengolahan yang terdiri dari unit pengolahan awal, pengolahan utama, dan pengolahan akhir.

Sergah Sayed apakah Pengujian dan Komisioning ada Dilakukan?. Mengingat sangat penting dilakukan pengujian untuk memastikan bahwa IPAL berfungsi dengan baik.

Selanjutnya lakukan komisioning untuk memastikan bahwa IPAL siap digunakan. Lakukan perawatan rutin untuk memastikan bahwa IPAL berfungsi dengan baik, serta pemeliharaan untuk memperbaiki kerusakan dan memastikan bahwa IPAL tetap berfungsi dengan baik.


Aturan dan Standarisasi

Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014: Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 104 Tahun 2017: Tentang Pengelolaan Limbah Cair.

Standar Nasional Indonesia (SNI): Tentang Pengelolaan Limbah dan Pengolahan Air Limbah.

Kepmenkes No. 1204/MENKES/SK/XI/2004: Tentang Pengelolaan Limbah Medis.

Sayed menyebut bahwa; Seyogianya kaidah di atas harus diikuti untuk membangun IPAL, mengikuti tata cara dan aturan yang berlaku, sehingga dapat mengurangi dampak lingkungan dan menjaga kesehatan masyarakat.

Jika pembangunan Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL) tidak sesuai dengan spesifikasi, Desain dan Detail Engineering (DED), dan aturannya, maka konsekuensinya

Kegagalan pengolahan limbah; IPAL tidak dapat mengolah limbah secara efektif, sehingga limbah tidak dapat diolah dengan baik dan dapat mencemari lingkungan.

Peralatan IPAL dapat rusak lebih cepat karena tidak sesuai dengan spesifikasi dan DED.

Biaya perawatan IPAL dapat meningkat karena kerusakan peralatan dan kegagalan pengolahan limbah.

Serta Konsekuensi berdampak pada Lingkungan. Sebab Limbah yang tidak diolah dengan baik dapat mencemari lingkungan, termasuk air, tanah, dan udara.

Pencemaran lingkungan dapat menyebabkan bahaya bagi kesehatan masyarakat, termasuk peningkatan risiko penyakit.

Pencemaran lingkungan dapat menyebabkan kerusakan ekosistem, termasuk hilangnya biodiversitas.

“Konsekuensi Hukumnya adalah Pemerintah dapat memberikan sanksi administratif, termasuk penutupan IPAL. Pelanggaran aturan lingkungan dapat menyebabkan sanksi pidana, termasuk penjara dan denda. Masyarakat dapat mengajukan gugatan perdata terhadap pihak yang bertanggung jawab atas pembangunan IPAL,” Jelas Sayed.


Kadiskes Tambah Daya

Kepala Dinas Kesehatan (Kadiskes) Aceh Tamiang. dr. Mustakim, M.Kes. Sp.DLP sebaliknya tidak melakukan klarifikasi terkait IPAL temuan LembAHtari di lapangan.

Malah pihak Dinkes mengeluarkan surat dengan nomor 116/445/SDK/2025 untuk penambahan daya listrik kepada Puskesmas masing masing.

Surat Dinkes itu menjawab surat permohonan penambahan Daya yang pernah diajukan oleh pihak Puskesmas di medio November 2024 lalu, empat bulan kemudian (Februari 2025) baru dijawab, setelah adanya temuan lapangan dari LembAHtari.

Isi surat itu menyebut bahwa; Sehubungan dengan surat masuk dari beberapa Puskesmas ke Dinas Kesehatan, terkait usulan alokasi dana untuk penambahan daya listrik puskesmas.

Dalam hal ini kami sampaikan bahwasanya saat ini belum ada ketersediaan anggaran untuk kebutuhan tersebut.

Mengingat pentingnya dukungan daya listrik untuk keberlangsungan proses pelayanan dan operasional sarana dan prasarana, maka kami mengharapkan kepada kepala Puskesmas dapat mengalokasikan anggaran melalui dana Operasional Puskesmas. Begitu bunyi surat yang dikeluarkan oleh Dinkes Aceh Tamiang yang ditanda tangani dr. Mustakim, M.Kes. Sp.DLP. []L24.Sai