Lentera24.com | Aceh Tamiang - Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tamiang mengingatkan seluruh perusahaan perkebunan kelapa sawi...
Lentera24.com | Aceh Tamiang - Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tamiang mengingatkan seluruh perusahaan perkebunan kelapa sawit di daerah itu untuk mematuhi aturan tentang larangan menanam kelapa sawit di sempadan sungai karena bisa berdampak buruk terhadap lingkungan.
"Kalau ada yang menanami, maka sesuai aturan dan seperti ditegaskan pemerintah daerah, maka kawasan itu wajib dihutankan lagi. Tidak boleh ada yang memanen. Biarkan sawit di sempadan sungai itu. Biarkan seperti hutan kembali," ujar Wakil Ketua DPRK Aceh Tamiang, Muhammad Nur kepada Wartawan , Sabtu (8/2/2025).
Politisi Partai Demokrat ini menjelaskan
Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai. Aturan tersebut mengatur beberapa hal seperti definisi ruang sungai, pengelolaan sungai termasuk konservasi sungai, pengembangan sungai dan pengendalian daya rusak sungai, perizinan, sistem informasi sungai, serta pemberdayaan masyarakat menjelaskan bahwa sungai harus ada buffer zone atau kawasan penyangga. Untuk itu di sempadan sungai tidak boleh ditanami sawit, baik oleh masyarakat maupun perusahaan.
Di dalam peraturan itu disebutkan dilarang menanam sawit atau tumbuh-tumbuhan yang menyerap air di daerah buffer zone sesuai dengan sempadan sungai. Kawasan penyangga ini selebar 100 meter untuk sungai besar dan 50 meter untuk sungai kecil.
Jika ditemukan ada perusahaan perkebunan kelapa sawit yang menanam sawit di sempadan sungai, Muhammad Nur berharap ada tindakan tegas dari instansi terkait. Bukan sekadar terkait sanksi yang harus diberikan, tetapi ini juga untuk menjaga kelestarian ekosistem sungai.
"Kalau ada yang menanam sawit di pinggir sungai dan masuk sempadan sungai, maka tidak boleh ada yang memanfaatkan atau menguasai, baik dari perusahaan maupun masyarakat," tegasnya.
Muhammad Nur menambahkan jika ada lahan sempadan sungai yang sudah digarap masyarakat atau ke perusahaan maka harus dikembalikan ke fungsi asal yakni dihutankan. Perusahaan perkebunan yang menanam tidak boleh menebangnya dan pohon sawit itu akan dibiarkan tetap tumbuh tanpa boleh dipanen.
"Kalau perusahaan ketahuan mengambil hasilnya maka tidak akan diterima hasilnya di pasaran. Tidak boleh ada yang menguasai maupun mengambil hasilnya," ungkap Muhammad Nur. []L24.Red