Hawa Arofah Qudsy Semester: 5 Fakultas FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta Lentera24.com – Tahukah Anda apa yang dimaksud dengan SDGs? ...
Lentera24.com – Tahukah Anda apa yang dimaksud dengan SDGs? Sustainable Development Goals (SDGs) adalah sebuah inisiatif global yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 25 September 2015, yang mencakup 17 tujuan dan 169 sasaran yang terukur. SDGs merupakan kelanjutan dari Millenium Development Goals (MDGs) yang berlangsung dari tahun 2000 hingga 2015. Inti dari SDGs adalah untuk mengatur secara menyeluruh seluruh aspek pembangunan manusia. Sebagai wujud komitmen terhadap tujuan ini, Pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Presiden RI Nomor 59 Tahun 2017 yang mengatur pelaksanaan pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Salah satu tujuan penting dari SDGs yang ingin dicapai adalah Goals 6, yaitu Penyediaan Akses Air Minum dan Sanitasi yang Layak. Oleh karena itu akan saya bahas lebih lanjut melalui artikel ini.
Air bersih merupakan salah satu kebutuhan dasar dan vital bagi manusia (Bakhri, et al, 2021). Mulai dari kebutuhan untuk mandi dan mencuci, hingga memasak dan minum, air menjadi komponen esensial yang tidak terelakkan. Ketersediaan air bersih adalah hal yang sangat mendasar untuk menunjang kesehatan, mengingat air bersih sangat berkaitan dengan sanitasi yang baik. Air bersih yang terjamin ketersediaannya, pengelolaannya, serta sanitasi yang berkelanjutan merupakan salah satu dari tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) yakni tujuan ke-6.
Pembangunan sistem sanitasi air di Indonesia merupakan fondasi penting bagi terciptanya masyarakat yang sehat dan sejahtera. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia telah menetapkan sejumlah target sesuai dengan Goals 6 dalam Sustainable Development Goals (SDGs), yang bertujuan untuk memastikan ketersediaan dan keberlanjutan pengelolaan air serta sanitasi untuk semua. Namun, masih ada banyak daerah di Indonesia yang menghadapi berbagai masalah terkait sanitasi, khususnya dalam hal akses terhadap air bersih. Situasi ini lebih terasa di wilayah perdesaan atau daerah terpencil, tetapi tidak menutup kemungkinan juga bahwa di perkotaan juga masih menghadapi masalah ini, di mana masyarakat masih belum bisa menikmati sanitasi yang memadai. Akibatnya, masalah sanitasi air semakin memburuk dari tahun ke tahun, menjadi semakin kompleks, dan tampaknya tak ada habisnya untuk diatasi di Indonesia.
Sebagai contoh, wilayah-wilayah yang masih mengalami masalah akses terhadap air bersih dan sanitasi layak dapat kita temukan di kawasan perkotaan Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta (DKI). Di Jakarta, masalah ini terutama terlihat di perkampungan padat penduduk dan daerah kumuh yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi. Mereka seringkali menghadapi kekurangan infrastruktur air bersih dan keterbatasan akses sanitasi yang memadai. Lalu terdapat juga di daerah pinggiran kali biasanya dan kolong jalan tol. Dengan alasan bahwa permasalahan sosial ekonomi, masyarakat yang berpenghasilan rendah sering kali menghadapi kesulitan dalam membayar biaya sambungan air bersih dan sanitasi. Pada umumnya, masyarakat Indonesia sangat menginginkan sanitasi yang layak untuk menciptakan kondisi yang efisien di berbagai aspek, seperti pertanian, industri, rumah tangga, rekreasi, serta untuk menunjang aktivitas sehari-harinya, dan hal ini sangat penting terutama bagi kesehatan.
Dilansir dari Badan Pusat Statistik tahun 2023, sekitar 91,72 persen rumah tangga di Indonesia telah memiliki akses terhadap sumber air minum yang layak. Namun, dalam hal sanitasi, praktik buang air besar sembarangan (BABS) masih terjadi di 5,86 persen populasi. Meskipun demikian, perhatian lebih harus diberikan kepada sekitar 22,7 juta penduduk yang masih belum memiliki akses air minum yang layak. Sementara itu, meskipun sebagian besar penduduk sudah memiliki fasilitas sanitasi yang memadai, masih ada sekitar 16,1 juta orang yang tetap melakukan buang air besar sembarangan di tempat terbuka.
Melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, Pemerintah Indonesia menetapkan target ambisius untuk mencapai 100 persen akses air minum yang layak, termasuk 15 persen yang aman pada tahun 2024, dan 45 persen akses air minum aman pada tahun 2030. Selain itu, pemerintah juga menargetkan 90 persen akses sanitasi yang layak, dengan 20 persen di antaranya harus memenuhi standar aman pada tahun 2024. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, pemerintah Indonesia turut menargetkan 54 persen akses sanitasi yang aman pada tahun 2030.
Krisis ini bukan sekadar tentang kekurangan air. Ini merupakan ancaman serius bagi kesehatan publik, produktivitas ekonomi, dan stabilitas sosial. Ketika akses terhadap air bersih menjadi terbatas, masyarakat terpaksa bergantung pada sumber air yang tidak layak, yang meningkatkan risiko terkena penyakit yang ditularkan melalui air. Akibatnya, biaya pengobatan dan kehilangan produktivitas akibat sakit menjadi beban yang tak terhindarkan. Lalu, apa langkah yang bisa kita ambil untuk mengatasi masalah ini?
Untuk mengatasi tantangan yang dihadapi dalam perlindungan sumber daya air, langkah pertama yang harus diambil adalah memperkuat komitmen politik. Regulasi yang tegas terhadap eksploitasi air tanah dan pencemaran lingkungan sangat diperlukan untuk memastikan keberlanjutan sumber daya ini.
Selanjutnya, investasi dalam infrastruktur air bersih seharusnya menjadi prioritas utama dalam pembangunan nasional, bukan hanya sekadar proyek sampingan yang dianggap remeh.
Selain itu, perlu melakukan transformasi dalam cara kita mengelola air. Integrasi konsep water reuse dan rainwater harvesting dalam perencanaan kota harus mulai diwujudkan. Program konservasi mata air dan daerah tangkapan air juga memerlukan penguatan, dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat. Tak kalah penting adalah edukasi publik mengenai penggunaan air secara bertanggung jawab. Kesadaran tentang bahwa air adalah sumber daya yang terbatas perlu ditanamkan sejak dini. Setiap tetes air yang kita sia-siakan saat ini adalah utang yang harus dibayar oleh generasi mendatang.
Berdasarkan opini penulis saya sebagai mahasiswa Ilmu Komunikasi, Krisis air bersih bukanlah tantangan yang tak teratasi, melainkan memerlukan tindakan kolektif dan sistematis. Jika kita tidak mengambil langkah sekarang, tidak hanya keran masa depan yang akan kering, tetapi bisa jadi akan berhenti mengalir selamanya. Oleh karena itu, kita perlu memanfaatkan momentum pencapaian SDGs 6 sebagai katalis perubahan demi memastikan ketersediaan air bersih untuk generasi yang akan datang.***