Muhammad Ayselnoch, Semester 1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang Lentera24.com - Pada tanggal 27 Novemb...
Muhammad Ayselnoch, Semester 1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang
Lentera24.com - Pada tanggal 27 November 2024 di masing-masing daerah akan dilakukan pemilihan serentak di indonesia. Pemilihan serentak selama 5 tahun sekali ini meliputi Gubernur, walikota, dan bupati yang kemudian akan menjadi perwakilan suara rakyat bagi daerah masing-masing. Ini merupakan instrument demokrasi yang sangat penting, di mana masyarakat memberikan hak suara mereka kepada calon pemimpin yang mereka percayakan.
Namun, dari sukses pilkada ini masih disertai hal-hal yang melenceng dari nilai integritas politik, salah satunya adalah politik money atau yang dikenal dengan politik uang. Secara sederhana ini adalah praktik di mana Masyarakat secara sukarela memberikan hak suara mereka dan digantikan dengan barang-barang maupun lembaran kertas.
Di sisi lain politik money dapat dikatakan sebagai praktik yang sistematis dan terstruktur, bukan hanya tindakan individu. Bersumber dari "Politik Uang dan Kerusakan Demokrasi di Indonesia," Kompas, 2023, Politik uang telah menjadi momok dalam dunia politik Indonesia, yang mengancam kualitas demokrasi dan integritas pemilu. Praktik ini bukan hanya merusak proses pemilihan umum, tetapi juga membangun budaya pragmatisme yang mengutamakan keuntungan pribadi atau kelompok di atas kepentingan bersama.
Dalam politik uang, pemilih tidak lagi memilih berdasarkan pertimbangan rasional dan visi-misi calon pemimpin, melainkan berdasarkan imbalan materi yang diberikan oleh calon atau partai politik. Hal ini menjadikan pemilu lebih mirip dengan transaksi jual beli suara, bukan proses demokrasi yang mengedepankan partisipasi dan kebebasan politik. Bahaya politik uang lebih dari sekadar merusak pemilu. Ketika pemilih memilih hanya karena iming-iming uang atau barang, mereka tidak memberikan suara berdasarkan nilai-nilai kebijakan yang sebenarnya akan mempengaruhi kehidupan mereka. Akibatnya, pemimpin yang terpilih mungkin tidak memiliki kapasitas atau komitmen untuk melayani rakyat dengan baik, karena mereka lebih fokus pada upaya membalas 'investasi' yang telah mereka lakukan dengan memberikan uang pada pemilih.
Dalam jangka panjang, ini dapat menciptakan ketimpangan sosial dan politik, serta memperburuk ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem demokrasi. Kembali lagi ketika rakyat rela memberikan suaranya apakah mereka pernah berfikir akan bagaimana mereka memperjuangkan hak akan pengambilan suara dalam sistematika politik yang kemudian dengan mudah ditukarkan hanya dengan barang-barang yang nilainya hanya habis dalam sekejap? Apakah perjuangan mereka hanya senilai barang-barang tersebut?
Kalimantan Tengah sebagai salah satu wilayah bagian dari Indonesia yang menganut demokrasi juga melaksanakan pilkada secara serentak pada 27 November nanti bersamaan dengan seluruh provinsi dan kabupaten/kota yang ada di Indonesia untuk periode 2024-2029, salah satunya diatur pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang, mengatur tentang pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung oleh rakyat, serta mekanisme dan prosedur terkait penyelenggaraan pilkada, termasuk tentang pencalonan, kampanye, dan pemungutan suara.
Namun dari pelaksanaannya, dilanda berbagai tantangan, yang paling lazim adalah politik money. Politik money dikenal dengan istilah serangan fajar, dimana ketika menjelang hari pemilu dihantui berbagai godaan agar rakyat dengan sukarela menukarkan hak suara mereka dengan selembar atau dua lembar kertas yang nilainya bisa habis dalam sekali pakai. Faktor yang mendasari akan kelancaran serangan fajar setiap ada pemilihan karena kurangnya Pendidikan mereka beranggapan ini merupakan kesempatan yang tak datang dua kali. Ketimpangan ekonomi terutama pada Masyarakat menengah kebawah menjadi dorongan akan penerimaan dosa ini.
Ketika pemilih sudah merasa bahwa suara mereka bisa dibeli, mereka mungkin tidak lagi merasa perlu untuk terlibat secara aktif dalam diskusi politik atau mencermati program-program yang ditawarkan. Sehingga kemudian politik money melahirkan pemerintah yang kotor dan tidak memiliki kapasitas komitmen dalam menjalankan pemerintahan dan janji-janji atau visi misi mereka kedepannya. Ketika politik money ini berlangsung, maka mau tidak mau dalam jabatannya sebagai aparat legislatif, kemudian diatas segala kesadaran tidak mampu memenuhi hak-hak Masyarakat secara menyeluruh dan lebih cenderung untuk melakukan tindakan korupsi setelah terpilih, guna mengembalikan modal yang telah dikeluarkan untuk kampanye.
Secara keseluruhan, meskipun money politik sering kali memberikan dampak jangka pendek yang menguntungkan bagi sebagian kalangan, dalam jangka panjang ia merusak integritas demokrasi, menciptakan ketidakadilan, dan menurunkan kualitas pemerintahan. Perlu adanya tindakan jangka pendek maupun jangka panjang dari adanya kasus politik money ini sendiri.
Dari hal yang mendasar adalah Pendidikan tentang bahaya akan money politik dan betapa berharga hak suara pada setiap individu. Membuat Gerakan anti politik uang dengan dukungan oleh badan pengawas pemilu (bawaslu), seperti yang diterapkan di Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta, warga dari lima desa telah mendeklarasikan gerakan anti politik uang dari calon legislatif (caleg) maupun tim sukses. Karena sejatinya ketika memberikan hak kepada seorang pemimpin, maka sama halnya merelakan segala putusan dan tanggung jawab nantinya. Jikalau dari prosedur pemilihan saja sudah kotor, bagaimana Nasib negeri ini? ***