HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

KOREA SELATAN DARURAT MILITER! SOLUSI KEAMANAN ATAU ANCAMAN DEMOKRASI?

Sabira Ayyub Semester 1  Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik  Universitas Muhammadiyah Malang Lentera24.com - Presiden Korea Selatan, Yoo...

Sabira Ayyub
Semester 1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang


Lentera24.com - Presiden Korea Selatan, Yoon Suk-Yeol, mengumumkan darurat militer pada akhir Desember, tepatnya pada hari Selasa, tanggal 3 Desember tahun 2024, dengan tuduhan yang ditujukan kepada pihak oposisi. Yoon Suk-Yeol mengklaim bahwa pihak oposisi melakukan “kegiatan anti-negara yang menyebabkan pemberontakan. Keputusan ini muncul setelah Partai Demokrat yang beroposisi mengajukan rancangan perundang-undangan mengenai anggaran yang diturunkan ke komite anggaran parlemen, dan mengajukan mosi permakzulan terhadap auditor negara dan kepala jaksa penuntut.

“Darurat militer ditujukan untuk memberantas pasukan pro-Korea Utara dan melindungi tatanan kebebasan konstitusional,” ucap Presiden Yoon dalam pidatonya yang disiarkan ke televisi. 

Akibat penetapan darurat militer ini, semua aktivitas politik tidak diperbolehkan, termasuk aktivitas anggota DPR, DPRD, parpol, pihak-pihak yang masih terkait politik, hingga demo. Serta segala tindakan yang menyangkal atau berupaya menggulingkan sistem demokrasi liberal dilarang, termasuk berita palsu, manipulasi opini publik,dan agitasi palsu. Semua aktivitas masyarakat terutama pihak politik dan entertaintment dihentikan.

Segera setelah statement darurat militer dipublikasikan, lebih dari 150 anggota legislatif (KUORUM) berada di gedung DPR Korea untuk melaksanakan sidang untuk membatalkan darurat militer yang sebelumnya dideklarasikan oleh Presiden Yoon. Baik anggota Partai oposisi maupun partai penguasa (Democratic Party dan People Power Party) membarikade gedung DPR agar para tentara tidak bisa menghentikan jalannya sidang tersebut. Sidang tersebut memberikan hasil mutlak. 192 dari 192 anggota DPR serempak setuju untuk membatalkan darurat militer. Pemerintah pertahanan Korea Selatan mengumumkan bahwa sesuai hukum yang berlaku, darurat militer masih akan berlaku hingga presiden mencabutnya. 

Namun, deklarasi darurat militer yang ditetapkan Yoon Suk-Yeol dianggap ilegal dan tidak konstitusional sehingga tentara dan polisi tidak perlu mendengar perintah dari Yoon Suk-Yeol. Bagi sebagian orang, langkah ini dianggap sebagai bentuk perlindungan, terutama mengingat ancaman terus-menerus dari korea utara. adanya darurat militer bisa memberikan pemerintah wewenang lebih besar untuk memastikan keamanan nasional. di satu sisi, ini terlihat seperti langkah logis, mengingat kondisi geopolitik yang tegang. Tetapi ada juga yang khawatir bahwa darurat militer bisa merugikan kebebasan masyarakat sipil. Sejarah menunjukkan bahwa di bawah darurat militer, pemerintah cenderung mengambil alih kontrol penuh, termasuk membatasi hak-hak warga. ini mengingatkan kita pada masa pemerintahan otoriter di era 1970-an dan 1980-an, ketika darurat militer justru digunakan untuk menekan oposisi politik.

Darurat militer seharusnya jadi opsi terakhir, bukan langkah yang bisa diambil dengan gamblang. Bukannya memperkuat demokrasi, langkah ini malah bisa memperlemah kepercayaan publik terhadap pemerintah. Ini bukan hanya soal ancaman eksternal, tapi juga bagaimana pemerintah memastikan keseimbangan antara keamanan nasional dan hak asasi manusia.

Orang-orang yang pro dengan darurat militer yang diberlakukan biasanya beralasan bahwa ancaman dari Korea Utara selalu nyata dan harus selalu diwaspadai. Uji coba rudal, ancaman nuklir, dan provokasi lintas perbatasan adalah bukti bahwa situasi di semenanjung korea tetap rapuh. Mereka sering berargumen bahwa langkah tegas seperti darurat militer diperlukan untuk menghadapi situasi genting dengan cepat dan efisien.

Namun, alasan keamanan ini sering digunakan untuk menyembunyikan agenda politik. misalnya, darurat militer bisa saja menjadi alat bagi pemerintah untuk memperkuat kontrolnya, khususnya saat menghadapi tekanan domestik seperti demonstrasi besar-besaran atau ketidakpuasan rakyat. Karena darurat militer, meskipun ditujukan untuk stabilitas, sering kali berdampak negatif bagi masyarakat. Pembatasan kebebasan beraktivitas, pembungkaman media, dan penangkapan tanpa proses hukum adalah beberapa konsekuensi yang bisa terjadi. Seberapa besar hak asasi manusia rela dikorbankan demi stabilitas nasional?

Korea selatan adalah contoh sukses transisi dari kediktatoran ke demokrasi. Jika darurat militer kembali diberlakukan, hal ini bisa dianggap sebagai langkah mundur. Apalagi di era digital, di mana dunia semakin transparan, langkah seperti ini bisa mencoreng citra internasional korea selatan sebagai negara demokrasi modern. Maka dari itu, penerapan darurat militer dianggap bukanlah keputusan yang perlu ada keseimbangan antara menjaga keamanan nasional dan melindungi hak-hak rakyat. ***