Muhammad Irfan Nur Semester 1 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Lentera24.com Kenaikan tar...
Lentera24.com Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10% menjadi 12% yang mulai berlaku pada 2025 memunculkan perdebatan luas di Indonesia. Kenaikan ini diperkirakan akan meningkatkan harga barang dan jasa, yang berpotensi menekan daya beli masyarakat, terutama mereka yang berada pada kelompok pendapatan rendah dan menengah.
Bagi sebagian pihak, perubahan ini dianggap sebagai langkah yang sah untuk meningkatkan penerimaan negara, yang nantinya bisa digunakan untuk mendanai proyek pembangunan dan program kesejahteraan sosial. Namun, dengan situasi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi, banyak yang khawatir bahwa kebijakan ini akan memperburuk ketimpangan ekonomi, mengingat kelompok berpenghasilan rendah cenderung menghabiskan sebagian besar penghasilannya untuk barang dan jasa yang dikenakan PPN.
Selain itu, kenaikan tarif PPN juga dapat memicu inflasi yang lebih tinggi. Kenaikan harga barang akan meningkatkan biaya hidup masyarakat secara keseluruhan, yang dapat memberi tekanan pada kemampuan konsumsi mereka. Bagi pengusaha, khususnya di sektor yang bergantung pada konsumen dengan daya beli terbatas, kenaikan PPN dapat mempengaruhi strategi harga dan profitabilitas mereka.
Di sisi lain, pemerintah dapat memanfaatkan tambahan pendapatan dari PPN untuk memperkuat sektor-sektor vital seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah untuk memberikan penjelasan yang jelas dan transparan tentang bagaimana kenaikan PPN ini akan diimplementasikan, serta bagaimana manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat, terutama yang paling terdampak.
Secara keseluruhan, meskipun kebijakan kenaikan PPN dapat memberikan keuntungan jangka panjang dalam pembangunan negara, perlu adanya langkah-langkah penyeimbang agar masyarakat tidak terbebani terlalu berat, dan perekonomian tetap terjaga stabilitasnya. ***