Andini Br Sembiring, Semester 1, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Lentera24.com - Dalam era digital ya...
Lentera24.com - Dalam era digital yang semakin berkembang pesat, teknologi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Dari media sosial hingga aplikasi pesan instan, teknologi menawarkan berbagai cara untuk berkomunikasi dan berinteraksi tanpa batas ruang dan waktu. Namun, muncul pertanyaan penting: apakah teknologi sebenarnya membuat kita lebih dekat atau justru semakin menjauhkan kita dari interaksi yang sesungguhnya? Di satu sisi, teknologi mempermudah kita untuk terhubung dengan orang-orang yang jauh, namun di sisi lain, interaksi digital sering kali menggantikan interaksi tatap muka, yang dapat mengurangi kualitas hubungan manusia. Opini ini akan mengeksplorasi kedua sisi dampak teknologi terhadap kedekatan hubungan sosial.
Dalam beberapa dekade terakhir, teknologi telah mengubah cara kita berinteraksi dan berkomunikasi secara drastis. Jika dulu pertemuan langsung atau panggilan telepon adalah satu-satunya cara untuk terhubung dengan orang lain, kini kita hidup di era di mana pesan instan, media sosial, dan video call memungkinkan kita berkomunikasi kapan saja dan dari mana saja. Perkembangan ini sering kali dipuji karena mampu menyatukan orang-orang dari berbagai belahan dunia, mempermudah kita untuk menjaga hubungan dengan teman atau keluarga yang berada jauh, dan memungkinkan kolaborasi jarak jauh dalam dunia kerja.
Di tengah kecenderungan ini, muncul berbagai opini yang bertentangan. Bagi sebagian orang, teknologi telah memperkuat hubungan sosial, sementara bagi yang lain, teknologi justru dianggap sebagai penghalang yang mengurangi kualitas kedekatan personal. Artikel ini akan membahas lebih jauh apakah teknologi membuat kita lebih dekat atau sebenarnya semakin menjauhkan kita dari hubungan sosial yang bermakna.
Pembahasan\Isi
Teknologi modern, terutama dalam bentuk media sosial dan aplikasi pesan instan, secara signifikan mempermudah interaksi antar individu. Banyak orang yang merasa lebih dekat dengan teman, keluarga, atau kolega yang berada di lokasi jauh, karena mereka dapat berkomunikasi kapan saja melalui perangkat digital. Teknologi memungkinkan kita untuk tetap terhubung dengan orang-orang yang kita cintai, meskipun jarak fisik memisahkan. Sebagai contoh, seseorang dapat mengirim pesan kepada teman yang berada di luar negeri dalam hitungan detik atau melakukan panggilan video untuk melihat wajah orang yang dicintai. Kemampuan untuk menjaga hubungan jarak jauh ini adalah salah satu aspek positif dari teknologi.
Selain itu, teknologi memungkinkan kita untuk memperluas lingkaran sosial. Melalui platform seperti Facebook, Instagram, atau LinkedIn, seseorang bisa terhubung dengan orang baru, berbagi ide, serta membangun komunitas yang lebih luas berdasarkan minat atau tujuan yang sama. Banyak hubungan profesional dan pribadi terbentuk dari interaksi yang dimediasi oleh teknologi ini. Ini tentu menciptakan potensi bagi kita untuk merasa lebih dekat dengan lebih banyak orang dari berbagai latar belakang dan lokasi geografis.
Namun, di sisi lain, ada argumen bahwa teknologi sebenarnya membuat kita semakin jauh, terutama dalam hal kualitas hubungan. Meski teknologi memudahkan komunikasi, interaksi digital sering kali dangkal dan tidak mampu menggantikan kualitas komunikasi tatap muka. Misalnya, pesan teks atau komunikasi online sering kali kurang mampu menyampaikan emosi atau nuansa dalam percakapan, yang dapat mengakibatkan kesalahpahaman. Selain itu, waktu yang dihabiskan di media sosial sering kali mengalihkan perhatian kita dari interaksi dunia nyata. Banyak orang yang secara fisik berada dalam satu ruangan, tetapi asyik dengan ponsel masing-masing, sehingga interaksi tatap muka terganggu.
Ketergantungan pada teknologi juga bisa mengisolasi individu. Alih-alih memperkuat hubungan, banyak yang merasa terjebak dalam “kesepian digital” – keadaan di mana seseorang merasa lebih terhubung secara online, tetapi secara emosional tetap merasa terasing. Penggunaan media sosial yang berlebihan dapat menciptakan ilusi kedekatan, di mana kita merasa ‘dekat’ dengan kehidupan orang lain melalui unggahan mereka, padahal sebenarnya tidak ada komunikasi yang nyata atau mendalam.
Dengan demikian, meskipun teknologi mempermudah kita untuk tetap terhubung dengan orang lain, ia juga memiliki dampak negatif terhadap kedekatan emosional dan kualitas interaksi. Teknologi mungkin membuat kita terhubung secara kuantitas, tetapi apakah itu juga meningkatkan kualitas hubungan kita? Inilah dilema yang perlu dipertimbangkan dalam menilai apakah teknologi benar-benar mendekatkan atau justru menjauhkan kita.
Di Indonesia, perkembangan teknologi telah membawa perubahan besar dalam cara masyarakat berinteraksi, baik dalam konteks pribadi maupun profesional. Salah satu contoh nyata di mana teknologi membuat kita lebih dekat adalah penggunaan aplikasi pesan instan seperti WhatsApp dan media sosial seperti Instagram dan Facebook. Melalui aplikasi ini, keluarga yang tinggal berjauhan, seperti anak-anak yang merantau di kota atau luar negeri, tetap bisa berkomunikasi secara rutin dengan orang tua di kampung halaman. Banyak keluarga yang merasa teknologi ini memudahkan mereka untuk tetap terhubung secara emosional meski terpisah jarak. Video call juga menjadi solusi untuk mengatasi kerinduan terhadap orang-orang terkasih.
Di bidang pekerjaan, teknologi juga telah membuat kita lebih dekat melalui konsep work from home (WFH) yang marak sejak pandemi COVID-19. Banyak perusahaan di Indonesia yang mengadopsi teknologi konferensi video seperti Zoom atau Microsoft Teams untuk berkomunikasi dan berkolaborasi tanpa harus bertemu langsung. Hal ini memungkinkan karyawan tetap terhubung secara produktif meski bekerja dari rumah, dan mempererat hubungan di antara tim yang tersebar di berbagai lokasi.
Namun, ada pula sisi di mana teknologi justru membuat kita lebih jauh. Misalnya, di ruang-ruang publik seperti kafe, restoran, atau transportasi umum, sering terlihat orang-orang lebih asyik dengan ponsel mereka daripada berinteraksi dengan orang di sekitar. Di Indonesia, fenomena ini kerap terjadi, terutama di kalangan anak muda yang lebih memilih berkutat dengan media sosial atau permainan online ketimbang berbicara dengan teman-teman di sekitar mereka.
Selain itu, banyak orang Indonesia yang merasa terasing secara emosional karena penggunaan media sosial yang berlebihan. Alih-alih mempererat hubungan, media sosial sering kali membuat orang merasa tertekan oleh standar kehidupan yang dipamerkan di dunia maya, sehingga menciptakan jarak emosional dengan orang lain. Ini menunjukkan bahwa meskipun teknologi membantu kita terhubung secara praktis, interaksi yang dilakukan sering kali kurang mendalam atau bermakna.
Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa teknologi di Indonesia memiliki dua sisi: di satu sisi, ia mempererat hubungan melalui kemudahan komunikasi, tetapi di sisi lain, ia dapat menjauhkan kita dari interaksi tatap muka yang lebih autentik.
Kesimpulan
Sebagai kesimpulan, teknologi memiliki dua sisi yang bertolak belakang dalam hal mendekatkan atau menjauhkan kita. Di satu sisi, teknologi jelas mempermudah kita untuk terhubung dengan orang lain, terutama mereka yang berada jauh. Aplikasi pesan instan, media sosial, dan platform video call telah memberikan kita akses tanpa batas terhadap komunikasi, baik dalam lingkup pribadi maupun profesional. Namun, di sisi lain, ketergantungan pada teknologi juga bisa membuat hubungan kita menjadi dangkal dan menggantikan interaksi tatap muka yang lebih bermakna.
Meskipun kita bisa merasa lebih dekat secara fisik melalui jaringan digital, kualitas emosional dari hubungan tersebut tidak selalu sebanding. Teknologi juga berpotensi menciptakan isolasi sosial, terutama ketika kita lebih fokus pada layar daripada orang-orang di sekitar kita. Oleh karena itu, jawabannya mungkin tidak mutlak, karena teknologi dapat membuat kita lebih dekat atau lebih jauh tergantung pada bagaimana kita menggunakannya. Penting bagi kita untuk menemukan keseimbangan dalam memanfaatkan teknologi, sehingga kita dapat menikmati manfaatnya tanpa mengorbankan kedalaman hubungan sosial yang sesungguhnya. ***