Farhan Al Farizi Semester 3 Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Maritim Raja Ali Haji "Sudah T...
"Sudah Tiga Kali Bakamla melakukan pengusiran terhadap kapal Coast Guard China (CCG) yang masuk ke Laut Natuna Utara (LNU), Bagaimana Selanjutnya"
Lentera24.com - Ketegangan kembali terjadi di Laut Natuna Utara (LNU) sepanjang bulan Oktober 2024 lalu. Meskipun, akhirnya berakhir untuk sementara pada awal November 2024 ini.Ketegangan berawal dari terdeteksinya keberadaan kapal China Coast Guard (CCG) 5402 di ujung perbatasan Laut Natuna Utara. Informasi kebaradaan kapal CCG itu didapati Pusat Komando dan Pengendaial (Puskodal) Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI, pada Senin (21/10/2024).
Keberadaan kapal patroli China tentu mengganggu aktivitas survei MV Geo Coral milik PT Pertamina East Natuna. Aktivitas survei tepat berada di dalam landas kontinen Indonesia di Laut Natuna Utara.
Berdasarkan informasi tersebut KN Tanjung Datu-301 bergerak menuju lokasi kejadian. Betul adanya kapal patroli milik Bakamla ini mendeteksi kapal CCG 5402 pada pukul 05.30 WIB di baringan 125° dengan jarak 7,3 Nautical Miles (NM).Seketika petugas KN Tanjung Datu 301 langsung memberikan peringatan kepada Coast Guard China. “Coast Guard China 5402, ini adalah Coast Guard Indonesia Tanjung Datu 301, saya sedang bertugas untuk menjaga motor vessel geo coral, MV Geo Coral bekerja atas perintah otoritas Indonesia. Kenapa anda begitu dekat dengan MV Geo Coral,” kata petugas patroli KN Tanjung Datu berkomunikasi dalam Bahasa Inggris melalui radio dengan awak kapal CCG tersebut.
Namun kapal CCG 5402 bersikeras bahwa wilayah tersebut merupakan bagian dari yurisdiksi Tiongkok. Sekitar pukul 05.38 wib. Kapal KN Tanjung Datu mendapat bantuan dari kapal patroli TNI AL KRI Sutedi Senaputera 378 dan Pesawat Patroli Udara Maritim Bakamla RI.
Namun, kapal patroli Indonesia tidak menghiraukan pernyataan itu. KN Pulau Dana bekerjasama dengan Kapal Patroli TNI AL KRI Sutedi Senaputra 379 dan KRI Bontang 907 terus melakukan pengusiran.“Karena berdasarkan UNCLOS 1982 wilayah yurisdiksi Indonesia khususnya Landas Kontinen Indonesia di Laut Natuna Utara telah mendapat pengakuan internasional, dimana Indonesia mempunyai hak berdaulat untuk mengekploitasi dan mengeksplorasi sumber daya alam di wilayah itu tanpa boleh diganggu oleh negara manapun,” kata Pranata Humas Ahli Muda Kapten Bakamla Yuhanes Antara dalam keterangan yang sama.
Indonesia Harus Perkuat Laut Natuna Utara
Peneliti Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) Imam Prakoso membagikan pemantauan terakhir mereka pada tanggal 29 Oktober 2024 lalu. Terlihat dari pantauan satelit, kapal China Coast Guard 5402 tidak juga keluar dari Laut Natuna Utara. Namun, berlayar di lokasi survei Pertamina tersebut.Begitu juga nampak kapal KN Pulau Dana 323 selalu membayangi kapal CCG 5402 agar keluar dari Laut Natuna. “Yang merah adalah China Coast Guard 5402, yang kuning kapal Bakamla KN Pulau Dana 323,” kata Imam menunjukan tanda pemantauan satelit kondisi ketegangan di Laut Natuna Utara, Selasa (29/10/2024).Imam mengatakan, terlihat dari pemantauan tersebut kapal China terus berusaha menghentikan survey seismik kapal-kapal Indonesia di ZEE Indonesia. Upaya mengganggu survei ini kata Imam, juga pernah terjadi pada Oktober 2021 lalu. Kapal CCG berusaha menghentikan eksplorasi migas di Blok Tuna.
Menurut saya, insiden ini harus menjadi pengingat akan keharusan memperkuat tata kelola atau sistem keamanan maritim. “Bakamla, TNI AL, POLRI, Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan, Kementerian Kelautan dan Perikanan tidak bisa jalan sendiri-sendiri”.
Sehingga instansi yang memiliki unsur patroli di laut perlu punya payung hukum tunggal dalam berkoordinasi memperkuat keamanan maritim di perairan dan yurisdiksi Indonesia. “Mengamati konflik Laut Cina Selatan yang semakin lama semakin keras seperti apa yang terjadi di Laut Filipina Barat, bukan tidak mungkin suatu saat kekerasan terjadi di Laut Natuna Utara,”pada 4 November 2024 Kapal CCG 5402 sudah pergi menjauhi dari kapal riset Indonesia dan meninggalkan ZEE Indonesia. Artinya diplomasi Indonesia berhasil mengamankan hak berdaulat Indonesia di Natuna, walaupun pembicaraan dengan China di balik layar, no megaphone diplomacy, suka tidak suka, ini prestasi dan patut diapresiasi.
Tetapi tidak ada jaminan kapal China tidak akan masuk kembali ke ZEE Indonesia dan mengganggu aktivitas kapal-kapal Indonesia di masa depan. Perkuat sistem keamanan laut adalah hal yang mendesak untuk dilakukan. Indonesia perlu Undang-Undang Keamanan Laut untuk melaksanakan amanat UU RPJPN 2025 – 2045 yang mengamanatkan transformasi kelembagaan keamanan, keselamatan dan penegakan hukum di wilayah perairan dan yurisdiksi yang terintegrasi berdasarkan payung hukum tunggal disertai dengan pemanfaatan teknologi dalam pelaksanaannya. “Memang ini jalan panjang supaya keamanan laut Indonesia semakin kuat.
Pakar Aspek Geospasial Hukum Laut I Made Andi Arsana menganggap tindakan Bakamla sudah tepat dan wajib dilakukan pengusiran terhadap kapal Coast Goard China.Yang dimana secara hukum laut internasional, Indonesia menggunakan aturan lebih kuat yaitu UNCLOS, daripada klaim China yang menggunakan nine dash line. Jadi ada tumpang tindih batasan negara di situ, antara nine dash line yang diklaim China, dan aturan UNCLOS yang dipakai Indonesia, tetapi yang lebih kuat UNCLOS dong. Pada tahun 2016 pengadilan internasional telah memutuskan bahwa klaim China menggunakan nine dash line tidaklah sah. “Sehingga kita patut apresiasi apa yang dilakukan Bakamla, protes atau pengusiran harus dilakukan.
Kendala Hukum Maritim Internasional
Uniknya hukum internasional, tindakan China yang seperti itu tidak bisa dilaporkan ke pengadilan internasional. Pasalnya, kasus bisa dilaporkan ketika yang terlapor mau.Kalau dihukum nasional kita, ketika terjadi kejahatan polisi bisa langsung menangkap, tetapi kalau hukum internasional ini tidak bisa, dalam satu momen pengadilan internasional, kedua yang bersengketa harus mempunyai persetujuan untuk dilaporkan. Begitulah hukum internasional, aturannya jelas tetapi penegakannya belum tegas.Lalu sekarang apa yang bisa dilakukan, ya bad news-nya, kita hanya bisa kalau (China) datang lagi, usir, datang lagi, usir.
Insiden ketegangan antara Indonesia dan China di Laut Natuna Utara mengingatkan kita pada pentingnya memperkuat sistem keamanan laut Indonesia secara menyeluruh. Peristiwa ini menunjukkan bahwa pengusiran kapal China Coast Guard (CCG) yang berulang-ulang hanya menyelesaikan masalah secara sementara, tanpa memberikan jaminan bahwa pelanggaran serupa tidak akan terjadi lagi di masa depan.
1. Pentingnya Integrasi Antar Lembaga
Kelemahan koordinasi antar lembaga seperti Bakamla, TNI AL, POLRI, dan kementerian terkait harus segera diatasi. Tanpa payung hukum tunggal yang mengintegrasikan fungsi dan tanggung jawab, upaya menjaga keamanan maritim tidak akan optimal. Undang-Undang Keamanan Laut menjadi kebutuhan mendesak untuk memastikan semua elemen bekerja bersama secara efektif, dengan dukungan teknologi modern seperti pemantauan satelit.
2. Penguatan Diplomasi Maritim
Meskipun “no megaphone diplomacy” yang diterapkan pemerintah berhasil dalam insiden ini, Indonesia harus tetap menjaga posisi tegas di ranah internasional. Keputusan pengadilan internasional pada 2016 yang menyatakan klaim nine dash line China tidak sah berdasarkan UNCLOS 1982 harus terus ditegaskan dalam forum-forum internasional. Dengan demikian, dukungan dari komunitas global terhadap hak Indonesia di Laut Natuna Utara semakin kuat.
3. Peningkatan Kapabilitas Pertahanan Laut
Dalam jangka panjang, Indonesia harus meningkatkan kapabilitas pertahanan lautnya. Armada kapal patroli, pesawat maritim, dan teknologi pendukung harus ditingkatkan baik dalam jumlah maupun kualitas. Hal ini tidak hanya untuk menghadapi potensi pelanggaran dari kapal asing tetapi juga untuk melindungi sumber daya alam yang strategis di wilayah yurisdiksi Indonesia.
4. Tekanan terhadap Reformasi Hukum Internasional
Ketidaktegasan penegakan hukum internasional menjadi kendala utama dalam penyelesaian konflik ini. Indonesia perlu berperan aktif dalam mendorong reformasi mekanisme penyelesaian sengketa hukum laut internasional agar pelanggaran seperti ini dapat diproses tanpa persetujuan pihak terlapor. Hal ini penting untuk memastikan bahwa negara-negara seperti China tidak terus-menerus memanfaatkan celah dalam hukum internasional.
5. Peningkatan Kesadaran Publik dan Dukungan Nasional
Selain pendekatan hukum dan diplomasi, pemerintah juga harus meningkatkan kesadaran publik tentang pentingnya menjaga kedaulatan laut. Dukungan masyarakat dapat menjadi pendorong utama dalam mengawal kebijakan pemerintah terkait keamanan maritim, termasuk alokasi anggaran dan reformasi kelembagaan.
Kesimpulannya, meskipun pengusiran kapal China Coast Guard merupakan langkah yang benar, Indonesia perlu mengambil pendekatan yang lebih proaktif dan komprehensif untuk melindungi Laut Natuna Utara dari pelanggaran di masa depan. Penguatan sistem keamanan maritim, diplomasi internasional, dan kapabilitas pertahanan laut adalah kunci untuk memastikan kedaulatan dan kepentingan nasional tetap terjaga.***