HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Menyelami Perjalanan Hidup: Perspektif Al-Qur'an Dalam Psikologi Perkembangan

Muhammad Irfandi, Nur Fitri Rizqina, Siti Hawa, Meilani Aulia Ananta, Tasya, Nailan, Seila Department of Islamic psychology, Institut Agama ...

Muhammad Irfandi, Nur Fitri Rizqina, Siti Hawa, Meilani Aulia Ananta, Tasya, Nailan, Seila

Department of Islamic psychology, Institut Agama Islam Negeri Langsa Jalan Meurandeh, Meurandeh, Kota langsa, Aceh 24411, Indonesia

Email : muhammadirfandi1902@gmail.com, kknfitr@gmail.com, sthwaa2@gmail.com, auliaksp908@gmail.com, tasya050730@gmail.com, nailanksp@gmail.com, seilaalmaida09@gmail.com 

Lentera24.com - Psikologi perkembangan adalah cabang ilmu yang mempelajari perubahan dalam perkembangan yang mencakup seluruh rentang kehidupan dari pembuahan sampai akhir hayat (Rahmawati et al., 2022). Dalam konteks ini, Islam melalui Al-Qur'an memberikan panduan yang holistik tentang perjalanan hidup manusia. Salah satu rujukan utama adalah Surat Al-Hajj ayat 5-6 yang secara eksplisit menguraikan tahap-tahap perkembangan manusia dari masa prenatal hingga kehidupan pasca kematian. Perspektif ini memberikan pemahaman yang unik, mengintegrasikan dimensi fisik dan spiritual dalam setiap fase perkembangan.


Al-Qur'an tidak hanya membahas aspek biologis perkembangan manusia, tetapi juga menekankan aspek spiritual dan moral yang sering diabaikan dalam teori psikologi Barat. Misalnya, nilai-nilai seperti tanggung jawab, disiplin, dan penguatan hubungan dengan Tuhan telah menjadi bagian integral dalam pendidikan dan perkembangan anak sejak dini, sebagaimana dijelaskan dalam berbagai ayat dan hadis (Fitri, 2018). Dimensi ini memberikan landasan bagi manusia untuk menjalani hidup dengan keseimbangan antara kebutuhan duniawi dan ukhrawi.


Pendekatan integratif ini penting dalam menjawab tantangan zaman modern, di mana banyak manusia mengalami krisis makna hidup di tengah kemajuan teknologi dan materialisme. Dengan memahami konsep perkembangan manusia dalam Al-Qur'an, diharapkan muncul paradigma baru yang mampu memberikan solusi holistik untuk mengatasi berbagai masalah psikologis dan spiritual manusia. Penelitian ini tidak hanya menjadi kontribusi ilmiah tetapi juga langkah nyata dalam memperkuat hubungan antara ilmu pengetahuan dan nilai-nilai agama.


Tahapan Perkembangan Manusia dalam Perspektif Al-Qur'an

Al-Qur'an memberikan penjelasan yang komprehensif tentang tahapan perkembangan manusia, yang tidak hanya mencakup dimensi biologis tetapi juga spiritual. Tahapan-tahapan ini dimulai dari kehidupan pranatal hingga pasca kematian, mencakup seluruh aspek kehidupan manusia dari perspektif Islam.


Tahap Pranatal (Sebelum Kelahiran)

Tahap ini diuraikan secara rinci dalam Surah Al-Mu'minun ayat 12-14, yang menjelaskan proses penciptaan manusia dari nutfah (zigot) hingga menjadi ‘alaqah (segumpal darah) dan akhirnya terbentuk sebagai janin. Proses ini memiliki kesesuaian dengan teori embriologi modern yang memaparkan tahapan perkembangan zigot, embrio, dan janin (Mafruchati, 2023). Selain itu, hadis Nabi Muhammad SAW menambahkan bahwa pada hari ke-42 masa kehamilan, takdir seseorang, termasuk rezeki, umur, dan kebahagiaan, mulai dicatat oleh malaikat (HR. Bukhari dan Muslim) (dalam Nasir, 2020). Hal ini menunjukkan bahwa Islam memberikan perhatian besar pada dimensi takdir yang mulai ditentukan sejak tahap awal kehidupan manusia.


Tahap Pascanatal (0-2 Tahun)

Al-Qur'an menegaskan pentingnya pemberian ASI selama dua tahun pertama kehidupan, sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Baqarah: 233, "Para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh." Ini tidak hanya memperkuat kesehatan fisik anak, tetapi juga mendukung teori keterikatan (attachment theory) yang dikembangkan oleh Bowlby, yang menyatakan bahwa interaksi emosional antara ibu dan anak sangat penting dalam membangun dasar kepribadian yang sehat (dalam Nurhidayah, 2011). Dalam Islam, periode ini juga dianggap sebagai masa yang menentukan dalam pembentukan hubungan emosional dan spiritual antara anak dan orang tua.


Tahap Kanak-kanak (2-7 Tahun)

Pada usia ini, anak-anak mulai mengeksplorasi dunia sekitar mereka dan mengembangkan kemandirian. Dalam Islam, anak-anak diberi kebebasan untuk bereksplorasi selama tidak melanggar norma agama atau sosial. Sebuah hadis menceritakan bahwa Hasan dan Husain, cucu Nabi Muhammad SAW, sering bermain di sekitar beliau, bahkan saat beliau sedang shalat (HR. Bukhari). Pendekatan ini menekankan pentingnya membiarkan anak mengeksplorasi potensinya tanpa kehilangan nilai-nilai agama.


Tahap Tamyiz (7-10 Tahun)

Tahap ini ditandai dengan kemampuan anak untuk membedakan yang benar dan salah, serta mulai memahami tanggung jawab. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Perintahkan anak-anakmu untuk shalat pada usia tujuh tahun, dan pukullah mereka jika meninggalkannya pada usia sepuluh tahun” (HR. Ahmad dan Abu Dawud). Dalam konteks psikologi, ini merupakan masa pembentukan disiplin dan tanggung jawab, yang sangat penting untuk perkembangan karakter anak. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Novitasari (2018), mengatakan bahwa dengan kemampuan kognitif yang baik, anak dapat memecahkan masalah dalam kehidupannya dan membuat keputusan yang tepat.


Tahap Amrad (10-15 tahun)

Tahap amrad ini adalah fase transisi dari masa kanak-kanak ke remaja awal, di mana anak mulai mengembangkan pemahaman tentang tanggung jawab, disiplin, dan identitas diri sebagai hamba Allah. Dalam Islam, pada usia ini, anak mulai melaksanakan kewajiban agama seperti shalat dan puasa secara mandiri. Nabi Muhammad SAW mengajarkan bahwa anak yang berusia 10 tahun harus diajarkan untuk shalat, bahkan diberi hukuman ringan jika tidak melaksanakannya (HR. Ahmad, Abu Dawud). Selain perkembangan spiritual, tahap ini juga melibatkan perubahan fisik dan psikologis akibat perubahan hormonal. Anak-anak memerlukan bimbingan untuk menghadapi transisi ini dengan baik. 


Tahap Taklif (15-40 Tahun)

Pada tahap ini, manusia mencapai kedewasaan penuh dan bertanggung jawab sepenuhnya atas amal perbuatannya. Secara psikologis, tahap ini berkaitan dengan fase aktualisasi diri menurut teori Maslow yang fokus hanya pada "sekarang" dan tidak membahas kehidupan manusia yang memerlukan kekuatan dari luar diri. (Malik & Nurjannah, 2023). Namun, Islam menambahkan dimensi tanggung jawab sebagai ‘abdullah (hamba Allah) dan khalifah (pemimpin di bumi), yang tercermin dalam peran sosial, moral, dan spiritual.


Tahap Futhuh (40 Tahun ke Atas)

Tahapan ini menandai kematangan intelektual dan spiritual. Rasulullah SAW menerima wahyu pertama pada usia 40 tahun, yang menandai puncak kedewasaan manusia. Imam Al-Ghazali juga menekankan pentingnya fase ini untuk mendekatkan diri kepada Allah dan melakukan refleksi spiritual. Dalam psikologi perkembangan, ini adalah masa transisi di mana individu mulai mengembangkan kematangan emosional, belajar mengelola perasaan, serta memperoleh kebijaksanaan dalam menghadapi tantangan hidup. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat kematangan emosi, maka semakin tinggi pula tingkat kesejahteraan psikologis seseorang (Musni & Hafnidar, 2024).  


Tahap Pasca Kematian

Tahap ini merupakan fase akhir perkembangan manusia, di mana amal perbuatan selama di dunia menjadi bekal untuk kehidupan akhirat. QS. Al-Zalzalah: 7-8 menegaskan, "Barangsiapa mengerjakan kebaikan sebesar zarah, niscaya dia akan melihat (balasannya). Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan sebesar zarah, niscaya dia akan melihat (balasannya)." Islam melihat kematian bukan sebagai akhir, tetapi sebagai awal dari perjalanan abadi yang menentukan nasib seseorang di akhirat. 


Hidayat (2011) mengemukakan bahwa keyakinan seseorang terhadap kehidupan setelah mati dapat membedakan pandangan antara individu religius dan sekuler. Orang yang religius percaya bahwa kehidupan setelah mati merupakan kelanjutan dari kehidupan di dunia, yang dipengaruhi oleh amal perbuatan mereka selama hidup. Sebaliknya, orang yang sekuler cenderung tidak percaya pada kehidupan setelah mati, dan lebih fokus pada kehidupan di dunia ini tanpa mengaitkannya dengan dimensi spiritual atau setelah mati. Pandangan ini mencerminkan perbedaan dasar dalam perspektif terhadap eksistensi manusia, moralitas, dan tujuan hidup.


Implikasi dalam Psikologi Perkembangan

Pemahaman tentang konsep perkembangan manusia dalam Al-Qur'an menawarkan perspektif holistik yang mencakup aspek fisik, psikologis, dan spiritual. Pendekatan ini mengajak untuk melihat manusia secara menyeluruh, di mana perkembangan individu tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor biologis dan psikologis, tetapi juga oleh nilai-nilai spiritual yang menjadi landasan moral dan etika dalam kehidupan. Dalam konteks ini, psikologi perkembangan dapat diperluas dengan memasukkan ajaran-ajaran Al-Qur'an yang menekankan pentingnya keseimbangan antara tubuh, jiwa, dan roh dalam membentuk kepribadian yang baik.


Seperti yang diungkapkan oleh Khotima et al (2024), Al-Qur'an memberikan panduan yang jelas tentang bagaimana individu menghadapi fase-fase perkembangan dalam hidupnya, termasuk tantangan emosional, sosial, dan spiritual. Misalnya, Al-Qur'an mengajarkan tentang pentingnya kesabaran, keimanan, dan kebaikan dalam setiap tahap kehidupan. Dengan memahami konsep ini, psikologi perkembangan dapat lebih mendalam dalam menggali bagaimana nilai-nilai agama dan spiritual mempengaruhi cara individu berkembang dan mengatasi berbagai perubahan dalam hidup mereka. Pendekatan ini membuka ruang untuk integrasi ilmu psikologi dengan ajaran agama, yang pada gilirannya dapat mendukung pembentukan individu yang lebih baik secara komprehensif.***


DAFTAR PUSTAKA

Fitri, A. (2018). Pendidikan karakter prespektif al-quran hadits. TA'LIM: Jurnal Studi Pendidikan Islam, 1(2), 258-287.

Hidayat, K. (2011). Psikologi kematian: mengubah ketakutan menjadi optimisme. Jakarta: Noura Books.

Khotima, H., Oktariani, H., Aisyah, N., Harto, K., & Amilda, A. (2024). Perkembangan manusia dalam pandangan psikologi dan al-qur’an. Pendas: Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar, 9(3), 315-334.

Mafruchati, M. (2023). Proses perkembangan embriologi sebagai dasar kajian penelitian pada embriologi veteriner. Zifatama Jawara.

Malik, M. I., & Nurjannah, N. (2023). Aktualisasi diri abraham maslow perspektif islam. Jurnal Al-Taujih: Bingkai Bimbingan dan Konseling Islami, 9(2), 106-111.

Musni, R., & Hafnidar, H. (2024). Hubungan kematangan emosi dengan kesejahteraan psikologis pada wanita dewasa madya di kota tebing tinggi. INSIGHT: Jurnal Penelitian Psikologi, 2(2), 315-324.

Nasir, K. (2020). Hadith peniupan roh semasa tempoh pranatal: analisis menurut perspektif muḥaddithÄ«n: hadith on soul being breathed in foetus in pranatal period: analysis by muḥaddithÄ«n perspective. Online Journal of Research in Islamic Studies, 7(1), 1-16.

Novitasari, Y. (2018). Analisis permasalahan Perkembangan kognitif anak usia dini. PAUD Lectura: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(01), 82-90.

Nurhidayah, S. (2011). Kelekatan (attachment) dan pembentukan karakter. Turats, 7(2), 78-83.

Rahmawati, H. K., Djoko, S. W., Diwyarthi, N. D. M. S., Aldryani, W., Ervina, D., Miskiyah, M., Irwanto, I. (2022). Psikologi perkembangan. repository.penerbitwidina.