Bunga Ayudia Praningtyas Mahasiswa Semester 1 Fakultas Ilmu Kesehatan Prodi Farmasi Universitas Muhammadiyah Malang Lentera.com - Mutu oba...
Lentera.com - Mutu obat merupakan salah satu aspek penting dalam menjamin efektivitas terapi medis. Obat-obatan yang diproduksi dengan standar tinggi memastikan dosis yang tepat dan konsistensi bahan aktif, sehingga mampu memberikan hasil terapeutik yang diinginkan. Sebaliknya, obat berkualitas rendah dapat menyebabkan kegagalan terapi, resistensi obat, hingga memburuknya kondisi kesehatan. Bahkan, menurut studi WHO (2017), obat-obatan yang tidak memenuhi standar telah menyebabkan lebih dari satu juta kematian setiap tahunnya di negara-negara berkembang. Hal ini menunjukkan betapa krusialnya pengawasan dan kualitas obat dalam menjaga kesehatan global.
Di Indonesia, pengendalian kualitas obat menjadi prioritas untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem kesehatan. Namun, peredaran obat palsu atau standar masih menjadi tantangan. Pada tahun 2020, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengungkap lebih dari 300 kasus obat palsu yang mayoritas ditemukan di daerah-daerah dengan pengawasan lemah. Kondisi ini tidak hanya membahayakan masyarakat tetapi juga menurunkan kepercayaan terhadap efektivitas sistem pengawasan obat di Indonesia.
Sebagian masyarakat kelas atas di Indonesia bahkan lebih memilih berobat ke luar negeri, seperti Singapura, karena dianggap memiliki akses obat yang lebih lengkap dan canggih. Hal ini disebabkan oleh proses perizinan edar obat baru di Indonesia yang dinilai lamban. Misalnya, pada tahun 2015, masyarakat sempat mendesak BPOM untuk segera memberikan izin edar bagi sofosbuvir, obat untuk pengobatan hepatitis C. Meski desakan tersebut menunjukkan urgensi masyarakat terhadap akses obat baru, BPOM tetap menekankan pentingnya menjaga keamanan, khasiat, dan mutu obat sebagai prioritas yang tidak dapat dikompromikan.
Sebagai bentuk komitmennya, BPOM terus melakukan berbagai reformasi regulasi untuk mempercepat akses obat yang aman dan bermutu. Salah satu upayanya adalah melalui forum intensifikasi asistensi regulatori yang melibatkan berbagai pihak, termasuk asosiasi industri farmasi, profesi kesehatan, dan lintas sektor pemerintah. Kepala BPOM, Taruna Ikrar, menegaskan bahwa kolaborasi antara pelaku usaha, pemerintah, dan masyarakat menjadi kunci keberhasilan sistem pengawasan obat di Indonesia. Pelaku usaha sebagai pemegang izin edar bertanggung jawab memastikan keamanan dan mutu produk. Pemerintah bertindak sebagai regulator yang mengawasi, membimbing, serta memfasilitasi kemudahan berusaha. Di sisi lain, masyarakat juga didorong untuk menjadi konsumen cerdas yang turut mengawasi peredaran produk obat.
Sebagai inisiatif, BPOM memberikan sertifikat Nomor Izin Edar Nasional (NIE), Standar Pengendalian Pabrik Farmasi (CPOB), dan Standar Pengendalian Distribusi Farmasi (CDOB) kepada banyak produsen. Langkah ini merupakan bagian dari upaya meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap obat-obatan dalam negeri sekaligus mendorong industri lokal bersaing di pasar global. BPOM terus memberikan informasi kepada masyarakat melalui inisiatif seperti penggunaan label elektronik dan barcode untuk mencegah obat palsu. Strategi ini diharapkan dapat membuat seluruh tahapan perizinan dan sertifikasi menjadi lebih efisien dan memenuhi standar yang berlaku. ***