Oleh: Filario1, M Rizki2 Jurusan Ilmu Komunikasi, UIN Raden Fatah Palembang 1,2,3, E- mail : riopila@gmail.com1, rizkibae6@gmail.com Lente...
Oleh: Filario1, M Rizki2 Jurusan Ilmu Komunikasi, UIN Raden Fatah Palembang 1,2,3, E- mail : riopila@gmail.com1, rizkibae6@gmail.com
Lentera24.com - Komunikasi antar budaya merupakan aspek yang sangat penting dalam dunia pendidikan, khususnya di lingkungan universitas yang berfungsi sebagai wadah berkumpulnya individu-individu dari berbagai latar belakang budaya. Di tengah globalisasi yang semakin intensif, interaksi antar budaya menjadi semakin tidak terhindarkan dan berpengaruh besar terhadap dinamika sosial, akademik, dan emosional mahasiswa. Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang, sebagai salah satu institusi pendidikan tinggi terkemuka di Sumatera Selatan, menawarkan studi kasus yang menarik mengenai bagaimana komunikasi antar budaya mempengaruhi berbagai aspek kehidupan kampus.
Komunikasi antar budaya di lingkungan universitas tidak hanya berkaitan dengan perbedaan bahasa, tetapi juga melibatkan nilai-nilai, norma, kebiasaan, serta cara pandang yang berbeda. Mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan dari luar negeri, membawa serta kekayaan budaya masing-masing yang kemudian berinteraksi dan berasimilasi dalam satu lingkungan akademik. Di UIN Raden Fatah Palembang, interaksi ini semakin kompleks mengingat latar belakang keagamaan yang menjadi basis utama kurikulum dan aktivitas kampus(Lagu, 2016).
Pengaruh komunikasi antar budaya di UIN Raden Fatah Palembang dapat dilihat dari berbagai aspek, mulai dari interaksi sehari-hari antar mahasiswa, metode pengajaran dosen, hingga dinamika organisasi kemahasiswaan. Salah satu aspek penting adalah bagaimana mahasiswa dari berbagai budaya beradaptasi dan berinteraksi dalam lingkungan yang didominasi oleh nilai-nilai Islam. Adaptasi ini mencakup penyesuaian dalam berpakaian, berperilaku, hingga dalam menyampaikan pendapat dan berargumen di dalam kelas(Annisa, 2023).
Perbedaan budaya juga mempengaruhi dinamika kelompok belajar. Misalnya, mahasiswa yang berasal dari latar belakang budaya kolektivitas cenderung lebih nyaman bekerja dalam tim dan mengutamakan kepentingan kelompok. Sebaliknya, mahasiswa dari budaya yang lebih individualis mungkin lebih terbiasa bekerja secara mandiri dan menonjolkan prestasi pribadi. Perbedaan ini memerlukan pendekatan komunikasi yang efektif agar kerjasama dalam kelompok dapat berjalan dengan harmonis dan produktif.
Selain itu, keberagaman budaya di UIN Raden Fatah Palembang juga tercermin dalam aktivitas organisasi kemahasiswaan. Organisasi-organisasi ini seringkali menjadi wadah bagi mahasiswa untuk mengekspresikan identitas budaya mereka, sekaligus sebagai sarana untuk belajar dan memahami budaya lain. Aktivitas seperti festival budaya, diskusi lintas agama, dan seminar antar budaya menjadi bagian integral dari upaya kampus untuk membangun lingkungan yang inklusif dan menghargai keberagaman.
Dosen dan staf pengajar juga memainkan peran penting dalam komunikasi antar budaya. Mereka dituntut untuk memahami dan menghargai perbedaan budaya mahasiswa agar dapat menciptakan suasana belajar yang kondusif. Ini termasuk kemampuan untuk mengakomodasi berbagai gaya belajar dan latar belakang budaya dalam metode pengajaran. Misalnya, penggunaan metafora atau contoh dalam materi ajar yang relevan dengan budaya mahasiswa dapat membantu meningkatkan pemahaman dan keterlibatan mereka dalam proses belajar mengajar.
Studi kasus di UIN Raden Fatah Palembang menunjukkan bahwa komunikasi antar budaya memiliki pengaruh yang signifikan terhadap lingkungan akademik dan sosial kampus. Melalui interaksi yang efektif dan saling menghargai, mahasiswa dapat mengembangkan kemampuan interpersonal yang lebih baik, memperluas wawasan, dan mempersiapkan diri untuk berinteraksi dalam masyarakat yang semakin beragam. Di sisi lain, tantangan dalam komunikasi antar budaya juga perlu dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan konflik dan kesalahpahaman yang dapat menghambat proses belajar mengajar.
Pengaruh komunikasi antar budaya di lingkungan universitas, khususnya di UIN Raden Fatah Palembang, merupakan fenomena yang kompleks dan multifaset. Interaksi yang terjadi tidak hanya memperkaya pengalaman akademik mahasiswa, tetapi juga membentuk karakter dan kemampuan mereka dalam beradaptasi dengan berbagai budaya. Oleh karena itu, penting bagi semua pihak di lingkungan kampus untuk terus mengembangkan kompetensi komunikasi antar budaya agar dapat menciptakan lingkungan belajar yang harmonis, inklusif, dan produktif(Tambunan, 2018).
Metodelogi
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus untuk memahami pengaruh komunikasi antar budaya di UIN Raden Fatah Palembang. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan dua orang mahasiswa yang dipilih secara purposive sampling, mewakili latar belakang budaya yang berbeda. Wawancara dilakukan secara semi-terstruktur untuk mendapatkan informasi yang mendalam dan kaya tentang pengalaman dan persepsi mereka terkait interaksi antar budaya di lingkungan kampus. Analisis data dilakukan dengan teknik analisis tematik untuk mengidentifikasi pola dan tema utama yang muncul dari wawancara tersebut.
Pembahasan
Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang, sebagai salah satu universitas negeri terkemuka di Indonesia, memiliki lingkungan yang sangat beragam. Mahasiswa dari berbagai latar belakang budaya, etnis, dan agama datang untuk menuntut ilmu di sini. Dengan keberagaman ini, komunikasi antar budaya menjadi aspek yang sangat penting dalam menciptakan lingkungan akademik yang harmonis dan produktif.
Teori yang relevan untuk membahas pengaruh komunikasi antar budaya adalah Teori Akomodasi Komunikasi (Communication Accommodation Theory - CAT) yang dikembangkan oleh Howard Giles. Teori ini menjelaskan bagaimana individu menyesuaikan cara berkomunikasi mereka untuk berinteraksi dengan orang lain dari budaya yang berbeda. Penyesuaian ini dapat berupa konvergensi (mengadopsi gaya komunikasi lawan bicara) atau divergensi (menonjolkan perbedaan dalam gaya komunikasi). Dalam konteks universitas yang beragam, teori ini sangat relevan untuk memahami bagaimana mahasiswa dan staf menyesuaikan cara mereka berkomunikasi untuk menciptakan interaksi yang efektif dan menghindari konflik budaya (Usman, 2013).
Ahmad mengungkapkan bahwa pada awalnya ia merasa kesulitan untuk beradaptasi dengan budaya lokal Palembang, terutama dalam hal bahasa dan kebiasaan sehari-hari. "Saya sering merasa kesulitan memahami dialek lokal dan cara mereka berinteraksi. Kadang-kadang, saya merasa terisolasi karena perbedaan ini," ujarnya. Namun, seiring waktu, Ahmad mulai belajar dan memahami budaya lokal melalui interaksi dengan teman-teman kuliah dan dosen. "Saya mencoba untuk lebih terbuka dan bertanya jika ada yang tidak saya mengerti. Hal ini sangat membantu dalam proses adaptasi saya," tambahnya.
Siti menceritakan bahwa ia mengalami pengalaman yang berbeda. "Saya merasa diterima dengan baik oleh teman-teman di sini. Meskipun ada perbedaan budaya, saya merasa bahwa mereka sangat ramah dan bersedia membantu saya dalam menyesuaikan diri," katanya. Siti juga menekankan pentingnya komunikasi yang efektif dalam mengatasi perbedaan budaya. "Saya belajar untuk lebih sabar dan mendengarkan lebih banyak. Ini membantu saya memahami perspektif mereka dan menjalin hubungan yang lebih baik."
Dari wawancara di atas, terlihat bahwa proses adaptasi budaya yang dialami oleh mahasiswa di UIN Raden Fatah Palembang beragam. Ahmad mengalami tantangan awal yang cukup signifikan dalam beradaptasi dengan budaya lokal, yang sejalan dengan konsep dasar teori adaptasi budaya. Penyesuaian psikologis dan perilaku yang ia lakukan, seperti belajar dialek lokal dan bertanya ketika tidak mengerti, mencerminkan proses adaptasi yang dinamis dan berkembang.
Sementara itu, Siti menunjukkan bahwa penerimaan dan dukungan dari lingkungan sekitar dapat mempercepat proses adaptasi. Sikap terbuka dan komunikasi yang efektif membantu Siti dalam memahami dan menyesuaikan diri dengan budaya baru. Ini juga mendukung teori adaptasi budaya yang menekankan pentingnya interaksi sosial dalam proses penyesuaian budaya.
Teori adaptasi budaya oleh Young Yun Kim menekankan bahwa proses adaptasi melibatkan interaksi yang berkelanjutan dengan budaya baru.
Ahmad dan Siti, meskipun memiliki pengalaman yang berbeda, keduanya melalui proses adaptasi yang melibatkan penyesuaian psikologis dan perilaku. Pengalaman Ahmad menunjukkan bahwa adaptasi bisa jadi lebih menantang tanpa adanya dukungan awal, sementara pengalaman Siti menunjukkan bahwa penerimaan dan dukungan dari lingkungan sekitar dapat memperlancar proses adaptasi(Fadhlan & Putri, 2021).
Dalam konteks UIN Raden Fatah Palembang, pentingnya komunikasi antar budaya terlihat jelas. Lingkungan yang mendukung dan interaksi yang efektif antara mahasiswa dari berbagai budaya dapat membantu mereka menyesuaikan diri dengan lebih baik. Komunikasi yang terbuka dan saling menghargai menjadi kunci dalam menciptakan lingkungan yang inklusif dan harmonis.
Komunikasi antar budaya memainkan peran penting dalam lingkungan universitas, khususnya di UIN Raden Fatah Palembang yang memiliki keragaman budaya. Melalui wawancara dengan dua mahasiswa, dapat dilihat bahwa proses adaptasi budaya melibatkan penyesuaian psikologis dan perilaku yang dipengaruhi oleh interaksi sosial. Teori adaptasi budaya oleh Young Yun Kim memberikan kerangka yang relevan untuk memahami dinamika ini. Pentingnya komunikasi yang efektif dan lingkungan yang mendukung menjadi faktor kunci dalam membantu mahasiswa menyesuaikan diri dan mengatasi perbedaan budaya. Dengan demikian, universitas perlu terus mendorong dan memfasilitasi interaksi antar budaya untuk menciptakan lingkungan akademis yang inklusif dan harmonis(Rumondor et al., 2014).
Kesimpulan
Komunikasi antar budaya merupakan aspek krusial dalam lingkungan universitas, terutama di UIN Raden Fatah Palembang yang beragam secara budaya. Berdasarkan teori adaptasi budaya oleh Young Yun Kim, proses adaptasi melibatkan penyesuaian psikologis dan perilaku yang dinamis, didorong oleh interaksi sosial yang terus berkembang.
Wawancara dengan dua mahasiswa menunjukkan bahwa tantangan adaptasi budaya dapat bervariasi. Ahmad menghadapi kesulitan awal dalam memahami budaya lokal, namun berhasil beradaptasi melalui interaksi dan belajar dari lingkungannya. Di sisi lain, Siti mengalami penerimaan yang baik dari teman-temannya, yang mempercepat proses adaptasinya.
Pengalaman kedua mahasiswa ini menegaskan pentingnya komunikasi yang efektif dan dukungan sosial dalam mengatasi perbedaan budaya.
Lingkungan yang inklusif dan interaksi yang terbuka membantu mahasiswa merasa diterima dan memfasilitasi penyesuaian diri. Oleh karena itu, universitas perlu mendorong komunikasi antar budaya dan menciptakan lingkungan yang mendukung keberagaman untuk memastikan semua mahasiswa dapat beradaptasi dengan baik dan berkontribusi secara positif dalam komunitas akademik.***