HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Metodologi Penerimaan Hadits Menurut Abu Dawud

Oleh: Anita Dewi Masitoh, Asmaha’an Latuf, Waode Rabiah Nazwa Ali Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Madani Yogyakarta Dosen Pengampu: Putri Qurra...

Oleh: Anita Dewi Masitoh, Asmaha’an Latuf, Waode Rabiah Nazwa Ali Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Madani Yogyakarta Dosen Pengampu: Putri Qurrata 'ayun, Lc. S. Pd.

Lentera24.com - Selain Al-Quran, Hadits merupakan salah satu sumber utama ajaran Islam. Kualitas hadits dapat menentukan bagaimana hukum-hukum Islam diterapkan dan dipahami. Oleh karena itu, proses penerimaan hadits sangat penting dalam kajian ilmu hadits. Salah satu ulama hadits yang berperan penting dalam metodologi penerimaan hadits adalah Abu Dawud. Artikel ini menjelaskan metodologi penerimaan hadits menurut Abu Dawud dengan pendekatan yang kritis dan profesional. 


Profil Singkat Abu Dawud 

Abu Dawud Sulaiman bin al-Ash'ath as-Sijistani adalah salah seorang pemuka agama dan penyusun hadits paling terkenal dalam Islam. Lahir di Sijistan (Iran Timur) pada tahun 202 H (817 M), Abu Dawud merupakan salah satu dari enam perawi hadits yang diakui bersama dengan Al-Bukhari, Muslim, Tirmidzi, An-Nasa'i, dan Ibnu Majah. Di dunia Islam, kitab haditsnya, "Sunan Abu Dawud," merupakan salah satu kitab hadits yang paling penting untuk dijadikan rujukan. 


Kriteria Penerimaan Hadits 

Abu Dawud menetapkan beberapa kriteria dalam penerimaan hadits yang melibatkan faktor internal dan eksternal hadits tersebut. Kriteria ini bertujuan untuk memastikan keaslian, keakuratan, dan keterpercayaan hadis. 


1. Sanad Hadits 

Sanad merupakan bagian penting dalam menerima hadits. Abu Dawud sangat ketat dalam mempelajari sanad. Sanad adalah rantai yang menghubungkan antara hadits nabi mulai dari Rasulullah SAW hingga hadits terakhir. Abu Dawud memperhatikan kriteria berikut dalam analisis sanad: 


Ketersambungan Sanad (Ititshal al-Sanad): Sanad harus bersambung tanpa adanya perawi yang terputus.


Keadilan Perawi (Adil al-Ruwah): Setiap perawi dalam sanad tersebut harus adil,, yaitu seorang Muslim dewasa yang bisa dipercaya.

Kecermatan Perawi (Dhabit al-Ruwah): Perawi harus mempunyai daya ingat yang kuat dan dapat diandalkan.


2. Matan Hadits

Teks utama hadits yang mengandung perkataan, perbuatan, atau persetujuan Nabi Muhammad SAW disebut matan hadits. Abu Dawud menganalisis matan hadits berdasarkan beberapa aspek:


Keselarasan (Muwafaqah): Hadits harus selaras dengan ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits-hadits sahih lainnya. 
Tidak menyimpang dari Akal Sehat: Hadits tidak boleh bertentangan dengan logika yang jelas atau konsensus ilmiah. 


Kemurnian Teks: Hadits tidak boleh diedit atau diubah. Untuk menjamin ke sahan hadits secara menyeluruh, 


Metodologi dan Pendekatan 

Abu Dawud mengumpulkan dan menganalisis hadits dengan menggunakan pendekatan induktif dan deduktif.


Pendekatan Induktif: Pendekatan ini mengumpulkan data hadits dari berbagai sumber,  mengelompokkannya, dan kemudian menganalisisnya. Untuk menghasilkan varian teks yang dapat diterima, Abu Dawud mengumpulkan hadits dari berbagai perawi dan berbagai daerah.


Pendekatan Deduktif: Pendekatan ini digunakan untuk menguji dan memastikan bahwa hadits itu benar. Metode ini digunakan Abu Dawud untuk memeriksa kesesuaian hadits dengan Al-Qur'an, logika, dan hadits lain yang telah diakui keasliannya. 


Kategori Hadits menurut Abu Dawud

Hadits yang Diklasifikasikan oleh Abu Dawud untuk memudahkan pengkaji, Abu Dawud membagi hadits menjadi beberapa kategori: 

1. Hadits Sahih: Hadits ini memiliki sanad bersambung, perawi yang adil dan dhabit, dan matan yang tidak bertentangan dengan Al-Qur'an atau hadits sahih lainnya. 


2. Hadits Hasan: Hadits ini lebih rendah dari hadits sahih akan tetapi memenuhi sebagian besar kriteria hadits sahih. Biasanya ada sedikit kelemahan pada daya ingat perawi, tetapi tidak sampai mengurangi kepercayaannya 


3.Hadits-Hadits Dhoif

Hadits yang memiliki kelemahan yang signifikan dalam sanad atau matan dan tidak memenuhi sebagian besar kriteria hadits sahih. 


Kesimpulan

Metodologi penerimaan hadits Abu Dawud adalah salah satu yang paling ketat dan sistematis dalam sejarah Islam. Dengan memperhatikan sanad dan matan hadits, serta menggunakan pendekatan induktif dan deduktif, Abu Dawud berhasil menyusun sebuah kerangka yang membantu menjaga keontentikan hadits dalam ajaran Islam. Kitab Sunan Abu Dawud menjadi salah satu rujukan utama dalam kajian hadits dan memperkaya khazanah ilmu Islam hingga saat ini. Pemahaman mendalam mengenai metodologi penerimaan hadits Abu Dawud sangat penting bagi mereka yang terlibat dalam penelitian hadits. Mengikuti prinsip-prinsip yang ketat ini, kita dapat memastikan bahwa hadits-hadits yang digunakan dalam menetapkan hukum Islam adalah asli dan dapat dipercaya.***


Daftar Pustaka:

Dozan, W., & Sugitanata, A. (2021). KONSEP DAN PRAKTIK METODE PERIWAYATAN HADITS DAN TAKHRIJ AL-HADITS: Studi Terhadap Teks Hadits. Jurnal El-Hikam, 14(2), 204-235.

Sattar, H. A., Ag, M., Sattar, H. A., & Ag, M. (2014). Karakteristik Hadits-Hadits Ahkam Dalam Karya Ashab al-Sunan.

Maizuddin, M. A. (n.d.). Metodologi Pemahaman Hadis.

Amir, R. R. (2022). Metode Takhrij al-Hadits. Al-Mau'izhah: Jurnal Bimbingan dan Penyuluhan Islam, 5(1), 1-14.

 Penulisannya, S. (n.d.). Al-kutub as-sittah: