HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Kepemimpinan Berbasis Kearifan Lokal Di Sulawesi Tenggara (Suku Buton)

Oleh: Waode Rabiah Nazwa Ali Mahasiswi Semester 4  STITMADANI Yogyakarta  Fakultas Pendidikan Avgama Islam  Dosen Pengampu: Dr. Sarwadi M.Pd...


Oleh: Waode Rabiah Nazwa Ali Mahasiswi Semester 4 STITMADANI Yogyakarta 
Fakultas Pendidikan Avgama Islam 
Dosen Pengampu: Dr. Sarwadi M.Pd.I

Lentera24.com - Kepemimpinan berbasis kearifan lokal di Sultra atau sulawesi tenggara, khususnya di kalangan suku Buton, mencerminkan kompleksitas nilai-nilai budaya dan tradisi yang telah lama ada. Pada aerikel ini akan membahas sedikit mengenai masyarakat buton yang mengeksplorasi berbagai bentuk kepemimpinan, dengan fokus pada bagaimana nilai-nilai kearifan lokal mereka yang mempengaruhi struktur dan praktik kepemimpinan. Buton adalah masyarakat yang masih mempertahankan tradisinya, yang bisa kita lihat kedalaman tradisi dari aspek kehidupannya. Buton adalah nama sebuah pulau yang panjangnya sekitar 100 kilometer di bagian tenggara Semenanjung Sulawesi. Wilayah Buton awalnya bernama Butun dan mempunyai bentuk pemerintahan kesultanan peradaban yang sangat kaya. 

Masyarakat Buton mempunyai etika tradisional yang sangat erat, masyarakat Buton sebagian besar dikenal dengan orang ramah, suka menolong, dan penuh kasih sayang, suka berada di sekitar orang lain dan tidak suka sendirian menjadi kebiasaan dalam hidup negara dan bangsa oleh karena itu masyarakat Buton menjadi orang yang menarik dan berwibawa dalam hubungan sosial di masyarakat luas.

Sebagai bagian integral dari keberagaman etnis di Indonesia, suku Buton menjaga kekayaan warisan budaya, termasuk sistem kepemimpinan tradisional yang berlandaskan nilai-nilai lokal dan pengalaman sejarah yang mendalam. Di tengah pesatnya globalisasi dan modernisasi, mempelajari dan memahami kearifan lokal seperti yang dimiliki suku Buton menjadi semakin penting. 

Dalam konteks ini, kepemimpinan tidak hanya sekedar mengambil keputusan atau melaksanakan kebijakan, namun juga mencakup tanggung jawab sosial dan spiritual yang mendalam terhadap komunitasnya. Sejarah panjang suku Buton, mulai dari masa penjajahan hingga perubahan sosial ekonomi yang terjadi sejak Indonesia merdeka, telah melahirkan paradigma kepemimpinan yang unik. Hal ini mencakup nilai-nilai seperti keadilan, kesetiaan, dan solidaritas yang menjadi tulang punggung tatanan sosialnya.

Profil kepemimpinan Suku Bouton meliputi karakteristik pemimpin, proses pengambilan keputusan, dan hubungan dengan masyarakat. Nilai-nilai seperti gotong royong, keadilan sosial, dan kelestarian lingkungan terbukti menjadi pilar utama kepemimpinan lokal yang efektif dan dihormati.

Seperti banyak komunitas adat di Indonesia, kepemimpinan berbasis kearifan lokal di kalangan suku Buton merupakan konsep kompleks yang terkait erat dengan nilai-nilai tradisional dan struktur sosial budaya mereka. Berikut beberapa ciri utama kepemimpinan kearifan lokal di kalangan suku Buton:

Konsensus dan Negosiasi: Pemimpin suku Buton umumnya tidak hanya mengambil keputusan secara otoriter, tetapi juga lebih mudah mencapai mufakat melalui konsultasi dengan anggota masyarakat. Peran proses musyawarah ini adalah untuk memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil mempertimbangkan kepentingan dan perspektif semua pihak yang terlibat.

 Keterlibatan Masyarakat: Kepemimpinan pada Suku Bouton tidak hanya terfokus pada satu orang atau sekelompok kecil individu saja, namun mempertimbangkan keterlibatan seluruh masyarakat. Pemimpin dianggap sebagai perpanjangan nilai-nilai bersama, dan tanggung jawab mereka lebih pada melayani dan menjaga integritas dan kesejahteraan masyarakat.

Kepercayaan dan Kehormatan: Pemimpin dihormati dan dipilih berdasarkan karakter moral dan karakter pribadinya. Mereka harus memiliki reputasi yang baik dan dikenal jujur, adil, dan tegas dalam menghadapi tantangan sosial dan politik.

Keadilan sosial: Prinsip keadilan sosial menjadi landasan utama kepemimpinan suku Buton. Para pemimpin harus memastikan bahwa alokasi sumber daya dan pengambilan keputusan mempertimbangkan kesejahteraan seluruh anggota masyarakat dan tidak memihak kelompok tertentu.

Warisan Budaya dan Tradisi: Kepemimpinan suku Buton seringkali juga memasukkan unsur ritual dan warisan budaya. Proses pemilihan pemimpin, ritual keagamaan, dan praktik lainnya mungkin merupakan komponen penting dari legitimasi dan efektivitas seorang pemimpin di mata masyarakat.

Pengelolaan Sumber Daya Lingkungan: Selain kekayaan alam dan kearifan lokal, tokoh adat Buton juga berperan dalam menjaga dan mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan. Pendekatan ini memasukkan nilai-nilai kearifan lokal mereka untuk menjaga keharmonisan antara manusia dan alam.

Kepemimpinan Berdasarkan Silsilah: Tradisi kepemimpinan suku Buton seringkali didasarkan pada garis keturunan. Pemimpin dipilih dari mereka yang diyakini mempunyai ikatan keluarga atau keturunan langsung dari pemimpin sebelumnya. Hal ini mencerminkan penekanan yang kuat pada warisan keluarga dan menjaga kelangsungan struktur sosial dan politik tradisional.

Musyawarah untuk Mufakat: Salah satu ciri kepemimpinan suku Buton adalah pengambilan keputusan melalui musyawarah kolektif. Musyawarah ini tidak hanya melibatkan tokoh atau tokoh adat tetapi juga masyarakat luas. Pendekatan ini menekankan pentingnya konsensus dalam menyelesaikan permasalahan dan mencapai kesepakatan yang dapat diterima semua pihak.

Pentingnya Gotong Royong dan Solidaritas Sosial: Kepemimpinan suku Buton sangat menjunjung tinggi prinsip hidup berkelompok yang penuh toleransi dan saling mendukung. Gotong royong menjadi landasan dalam seluruh kegiatan masyarakat, termasuk pengambilan keputusan dan pelaksanaan kegiatan sosial budaya.

Peran Perempuan dalam Kepemimpinan: Meskipun suku Butun sering dikaitkan dengan struktur kepemimpinan yang didominasi laki-laki, peran penting perempuan dalam menjaga dan mewariskan kearifan lokal juga diakui. Perempuan seringkali memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan publik dan menjaga stabilitas sosial di tingkat rumah tangga dan masyarakat.

Kesimpulan:

Studi ini menunjukkan bahwa kearifan lokal dalam kepemimpinan, khususnya di Suku Buton di Sulawesi Tenggara, sangat penting untuk mengembangkan model kepemimpinan yang inklusif dan berkelanjutan. Penggunaan prinsip kearifan lokal sebagai dasar tindakan kepemimpinan memperkuat stabilitas sosial dan mendorong keadilan dan kesejahteraan di masyarakat.***