HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Guruku Teladanku

Karya Suyati Ummu Shofie, Mahasiswi Semester 2 Fakultas Pendidikan Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Madani Yogyakarta Lentera24.com - Pendidika...


Karya Suyati Ummu Shofie, Mahasiswi Semester 2 Fakultas Pendidikan Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Madani Yogyakarta

Lentera24.com - Pendidikan adalah pondasi utama dalam membentuk karakter dan kepribadian seseorang. Dalam kata pendidikan pasti ada istilah yang sangat familiar di antara kita. Yaitu kata “guru”. Tentu, tanpa keberadaan guru akan membuat kurang berhasilnya pendidikan di suatu daerah ataupun negara. Melihat begitu penting kedudukan guru di dalam pendidikan, sehingga sangat banyak sekali syarat-syarat yang harus dipenuhi ketika kita menjadi guru.

Guru merupakan elemen kunci dalam dunia pendidikan. Mereka tidak hanya bertanggung jawab untuk mentransfer ilmu pengetahuan kepada murid, tetapi juga memegang peranan penting dalam pembentukan karakter. Dalam konteks ini, guru harus mampu menjadi teladan yang baik bagi para siswa. Sebuah pepatah mengatakan, "Guru kencing berdiri, murid kencing berlari." Pepatah ini mengandung makna mendalam bahwa tindakan dan perilaku guru sangat berpengaruh terhadap perilaku dan moral siswa.

Kepribadian guru seharusnya mencerminkan integritas, komitmen, dan dedikasi yang tinggi terhadap profesi mereka. Integritas di sini tidak hanya sebatas kejujuran, tetapi juga keberanian untuk memegang nilai-nilai moral yang tinggi dan konsisten dalam tindakan sehari-hari. Dedikasi yang tinggi juga diperlukan untuk menginspirasi serta memberikan dorongan semangat kepada setiap siswa dalam mencapai potensi terbaik mereka.

Selain itu, kecerdasan emosional dan kepekaan sosial juga merupakan aspek penting dari kepribadian seorang pendidik yang berpengaruh. Kemampuan untuk memahami dan merespons berbagai kebutuhan serta kondisi emosional siswa membantu menciptakan lingkungan belajar yang mendukung dan inklusif. Hal ini tidak hanya memperkuat hubungan antara pendidik dan siswa, tetapi juga membuka ruang bagi perkembangan kepribadian yang sehat dan positif.

Bisa kita ambil contoh dalam lingkup keluarga, yaitu peran orang tua yang sebagai guru pertama. Ketika orang tua memiliki akhlaq yang mulia maka kemungkinan anak-anaknya pun akan mencontoh dari kebiasaan yang dilihatnya. Sebaliknya jika anak sering mendapatkan perilaku yang tidak baik, melihat akhlaq yang buruk, mendengar perkataan kotor maka besar kemungkinan anak pun akan cenderung mengikutinya. Meskipun tidak jarang lingkungan dan teman sangat berpengaruh terhadap akhlaq mereka, namun pada dasarnya karakter awal akan terbangun dari kebiasaan di rumah.

Dalam era digital dan globalisasi saat ini, tantangan bagi pendidik untuk membentuk kepribadian yang kokoh dan adaptif semakin kompleks. Oleh karena itu, pendidikan karakter yang berkelanjutan dan terintegrasi dalam kurikulum pendidikan adalah kunci untuk memastikan bahwa setiap siswa tidak hanya berkembang secara akademis, tetapi juga sebagai individu yang beretika dan bertanggung jawab.

Guru juga perlu membangun hubungan yang baik dengan siswa. Hubungan yang baik akan menciptakan rasa percaya dan respek di antara guru dan siswa. Hal ini akan memudahkan guru untuk memberikan pengaruh positif dan menjadi teladan bagi siswa. Komunikasi yang efektif dan empati adalah kunci dalam membangun hubungan yang baik. Guru harus mampu mendengarkan keluhan dan aspirasi siswa serta memberikan dukungan yang diperlukan.

Selain harus memahami karakter peserta didik, meningkatkan kemampuan interpersonal, membuat media pembelajaran yang menarik, berorientasi pada High Order Thinking Skill, adanya kolaborasi antara guru dengan peserta didik, maka yang tidak boleh dilupakan dari seorang guru adalah membenahi akhlaq pada diri sendiri terlebih dahulu. Sehingga ketika seorang guru yang memegang nilai-nilai moral dengan baik, maka yang diharapkan adalah bisa menularkan akhlaq mulia kepada peserta didiknya.

Guru adalah sosok figur dalam lingkungan sekolah maupun ketika di masyarakat. Baik sebagai guru agama ataupun guru pelajaran umum sekalipun, segala perbuatan dan perkataan guru akan menjadi sorotan dan panutan untuk peserta didik maupun masyarakat sekitar. Maka yang pertama dan utama guru harus memiliki rasa takut kepada Allah. Semakin besar rasa takut tersebut maka semakin baik budi pekerti seorang guru dan sebaliknya kurangnya rasa takut kepada Rabbnya maka akan semakin banyak kedzoliman yang bisa dilakukan kepada peserta didiknya. Misal, kurangnya disiplin guru, korupsi uang sekolah, pelecehan seksual terhadap muridnya, adanya pungutan liar, diskriminasi terhadap peserta didik, dan lain-lain.

Alangkah baiknya bagi kepala instansi lembaga pendidikan selain memberikan peningkatan kwalitas kemampuan guru dalam bidang pengajaran, diberikan juga peningkatan rohaniah guru. Sehingga dengan adanya jiwa agamis menciptakan diri yang taat beragama dan timbal baliknya akan berusaha menjadi guru profesional yang tetap menjaga agamanya.

Pendidikan yang efektif tidak hanya tentang memperoleh pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga tentang membentuk kepribadian yang kuat dan berdaya. Maka dari itu, upaya bersama dari semua pihak pemerintah, lembaga pendidikan, pendidik, dan masyarakat diperlukan untuk memastikan bahwa nilai-nilai positif dan kepribadian yang baik dapat ditanamkan dalam diri setiap anak-anak kita. Hanya dengan begitu, kita dapat membangun masa depan yang lebih baik dan lebih berdaya bagi generasi mendatang.


Kendati demikian, masyarakatpun harus menyikapi dengan adil jikalau ada kesalahan yang ditemukan pada diri seorang guru. Karena pada dasarnya guru pun manusia yang tidak luput dari salah dan dosa. Bijak dalam menyikapi kesalahan guru, husnudzon atau berprasangka baik terhadapnya mungkin ada alasan yang kita tidak tahu mengapa guru yang bersangkutan melakukan kesalahan tersebut. Dan jangan pula mencari-cari kesalahan seorang guru, bisa dibayangkan jika seseorang mendengar aib saudaranya, pastinya akan menyebabkan dampak yang buruk terhadap hubungan antara guru dan peserta didik atau masyarakat pada umumnya. Prasangka buruk akan menyebar, jarak akan semakin membentang, kedekatan pun akan semakin renggang. Sehingga ilmu dari seorang guru akan jauh seakan 
tak terlihat.***