Putri Aulia Saleha Mahasiswi Seter 2 Fakultas KPI A Universitas Islam Negeri (UIN Mataram) Lentera24.com - Sebuah wacana yang memicu polem...
Lentera24.com - Sebuah wacana yang memicu polemik telah mengemuka dalam dunia media Indonesia, dengan revisi Undang-Undang Penyiaran yang diusulkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menjadi titik perdebatan yang hangat. Konten kreator dari berbagai platform digital mengancam rencana revisi ini, menyatakan kekhawatiran akan potensi pembatasan kebebasan berekspresi dan kreativitas.
Revisi yang diusulkan oleh KPI bertujuan untuk mengadaptasi undang-undang yang ada dengan perkembangan teknologi dan media baru, terutama dengan meningkatnya popularitas platform digital seperti YouTube, Instagram, dan TikTok. Namun, beberapa poin dalam revisi ini telah memicu kekhawatiran di kalangan konten kreator.
Salah satu poin yang paling kontroversial adalah rencana KPI untuk memperluas wewenangnya dalam mengawasi konten digital, termasuk konten yang dibuat oleh individu atau kelompok di platform-platform tersebut. Para konten kreator mengkhawatirkan bahwa langkah ini dapat menghambat kreativitas dan mengakibatkan sensor yang berlebihan terhadap konten-konten yang dihasilkan.
Revisi juga mencakup ketentuan yang lebih ketat terkait dengan konten yang dianggap "merugikan moral dan nilai-nilai budaya Indonesia". Hal ini menuai kekhawatiran bahwa definisi tentang apa yang dianggap sebagai konten yang merugikan moral bisa menjadi sangat subjektif dan dapat disalahgunakan untuk menyensor konten yang tidak sesuai dengan pandangan tertentu.
Protes atas rencana revisi ini telah terdengar di berbagai forum daring dan dunia nyata, dengan petisi online yang menuntut agar pemerintah dan KPI mempertimbangkan ulang langkah-langkah yang diusulkan tersebut. Para konten kreator dan pemangku kepentingan lainnya menekankan pentingnya menjaga kebebasan berekspresi dalam dunia digital yang semakin terbuka dan beragam.
Sementara itu, KPI mempertahankan bahwa revisi tersebut bertujuan untuk menjaga kualitas dan nilai-nilai moral dalam penyiaran, serta untuk melindungi masyarakat dari konten yang merugikan. Namun, mereka juga menegaskan bahwa mereka akan mempertimbangkan semua masukan dan pandangan dalam proses pembahasan revisi ini. Oleh karena itu salah satu Wakil Ketua Komisi I DPRD NTT Ana Waha Kolin usai menerima tuntutan itu ia mengatakan bahwa akan melaporkan hal tersebut ke Ketua DPR RI.
Dalam konteks ini, masyarakat Indonesia menantikan perkembangan lebih lanjut terkait rencana revisi Undang-Undang Penyiaran ini. Sementara itu, perdebatan antara pihak yang mendukung dan menentang revisi ini terus berlanjut, mencerminkan kompleksitas dan tantangan dalam mengatur dunia media yang semakin berubah dengan cepat. ***