Nurlaela Mahasiswi Semester 2 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis Fakultas Sains dan Teknologi Universitas: UIN Syarif Hidayatullah ...
Lentera24.com - Makanan yang terbuang, baik dalam bentuk Food Loss maupun Food Waste, telah menjadi isu global yang memprihatinkan. Kedua isu ini telah memberikan berbagai pengaruh buruk, dampak negatifnya tidak hanya pada lingkungan, tetapi juga menjadi suatu ancaman bagi ketahanan pangan di negara kita.
Menurut FAO, Food Loss memiliki definisi sebagai hilangnya sejumlah makanan yang terjadi antara produsen dan rantai pasok pasar. Hal ini merupakan akibat dari proses pasca panen di mana pangan yang tidak memenuhi kualitas dan tidak sesuai dengan mutu yang dikehendaki pasar akan dibuang. Di sisi lain, Food Waste didefinisikan sebagai pangan layak makan yang terbuang karena kelalaian pada proses produksi, pengolahan, dan distribusi. Baik konsumen maupun distributor memiliki standar kualitas yang tinggi yaitu, dari berat, ukuran, bentuk, warna, dan karakteristik estetika lainnya serta segala sesuatu yang dianggap tidak lengkap atau tidak sempurna akan dibuang. Disebabkan juga karena penyediaan makanan yang terlalu banyak sehingga bersisa yang berakhir terbuang, membeli makanan yang tidak disukai dan akhirnya terbuang, serta makanan olahan yang telah kedaluwarsa.
Berdasarkan data Economist Intelligence Unit, Indonesia menempati peringkat kedua dari 25 negara di dunia sebagai penghasil Food Loss and Waste (FLW) terbesar setelah Arab Saudi. Food Loss and Food Waste di Indonesia mencapai 300 kilogram per kapita pada setiap tahunnya. Isu hilangnya dan terbuangnya makanan (Food Loss and Food Waste) kini semakin mendapat perhatian di seluruh dunia. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memasukkan limbah makanan ke dalam Sustainable Development Goals (SGD), khususnya SGD12, Responsible Consumption and Production, yang bertujuan untuk mengurangi konsumsi limbah makanan hingga setengahnya dan mengurangi produksi pangan serta menetapkan tujuan secara signifikan mengurangi timbulnya sisa makanan dalam distribusi. Apabila setengah dari Food Loss and Food Waste di sepanjang rantai pasokan dapat berkurang, kebutuhan gizi sekitar 63 juta orang kurang gizi dari wilayah berkembang akan terpenuhi. Food Loss and Food Waste dapat menyebabkan terjadinya peningkatan harga pangan lebih tinggi, menjadikan pangan sulit untuk didapat, terutama bagi masyarakat miskin, dan dapat menyebabkan malnutrisi atau gizi buruk.
Dengan adanya Food Loss and Food Waste yang terjadi di seluruh dunia ini, menyebabkan ancaman bagi kerawanan pangan. Krisis pangan ini akan meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, sehingga berdampak pada kebutuhan pangan. Namun, hal tersebut tidak diimbangi dengan kemampuan peningkatan produksi dan ketersediaan pangan.
Ancaman terhadap ketahanan pangan telah menjadi isu prioritas yang harus menjadi perhatian seluruh masyarakat. Ketahanan pangan merupakan suatu sistem pangan yang bertujuan untuk memberikan makanan kepada semua orang secara berkelanjutan, adil, dan sehat. Saat ini, solusi ketahanan pangan sering kali hanya berfokus pada peningkatan produksi pangan. Faktanya, solusi ini memerlukan biaya yang tinggi karena memerlukan dukungan terhadap sumber daya langka yang dibutuhkan untuk menjaga lingkungan yang sehat dan keanekaragaman hayati, seperti air bersih, lahan, kawasan lindung, dan hutan.
Berikut ini merupakan beberapa dampak dari Food Loss and Food Waste yang menjadi ancaman bagi ketahanan pangan.
Pertama, ketidaksetaraan pangan. Di beberapa bagian dunia, masih banyak orang-orang yang menderita kelaparan. Namun, di wilayah lain tidak sedikit orang yang dengan mudahnya membuang-buang makanan. Kesenjangan ini memperburuk masalah ketimpangan pangan global.
Kedua, kerugian sumber daya. Produksi pangan membutuhkan sumber daya alam yang berharga seperti air, energi, dan tanah. Food Loss and Food Waste memiliki arti bahwa semua sumber daya ini tidak akan digunakan untuk tujuan produktif yang nyata.
Ketiga, kerugian ekonomi. Food Loss and Food Waste juga memiliki dampak ekonomi yang cukup signifikan, mengingat biaya produksi dan transportasi yang diperlukan untuk memproduksi makanan. Kemudian, pemborosan pangan juga dapat menyebabkan kerugian bagi produsen, pedagang, dan pengecer.
Keempat, dampak bagi lingkungan. Makanan yang dibuang akan membusuk di tempat pembuangan sampah, menghasilkan gas rumah kaca seperti metana. Selain itu, pembuangan makanan yang terjadi di tempat pembuangan sampah juga dapat menghasilkan limbah organik yang berdampak negatif terhadap lingkungan.
Kelima, krisis pangan global. Akibat krisis pangan global yang terjadi di seluruh dunia, Food Loss and Food Waste telah menjadi ancaman terhadap kerawanan pangan. Hilangnya dan terbuangnya pangan dapat berdampak pada ketahanan pangan dan gizi bagi lebih dari 12% populasi di dunia.
Keenam, pengurangan pendapatan pada petani. Food Loss and Food Waste mengurangi pendapatan petani melalui pemborosan yang tidak perlu dan dapat berdampak pada kesadaran dan kemampuan petani untuk memproduksi pangan dengan lebih efisien.
Negara-negara dengan tingkat Food Loss and Food Waste yang tinggi mungkin lebih rentan terhadap krisis pangan karena sistem pangan mereka kurang efisien dan mudah terganggu oleh faktor eksternal seperti perubahan iklim, bencana alam, dan gangguan rantai pasokan. Berdasarkan laporan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) pada tahun 2011, negara-negara berkembang mengalami pemborosan makanan yang lebih tinggi dibandingkan negara maju. Hal tersebut tentunya disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya, buruknya infrastruktur dan teknologi pengolahan makanan, kurangnya kesadaran masyarakat tentang pengelolaan sampah makanan, dan perlunya memperpanjang umur simpan makanan guna menjaga keterbatasan sumber daya. Negara-negara berkembang tersebut antara lain adalah India, Malaysia, Thailand, Jordan, Kuwait, Lebanon, Oman, Qatar, Saudi Arabia, dan Indonesia.
Dari beberapa dampak tersebut dapat diambil solusi bahwa diperlukan kesadaran publik berupa edukasi tentang pentingnya mengurangi Food Loss and Food Waste. Masyarakat perlu diberitahu dampak negatif dari tindakan pemborosan ini. Selanjutnya, pengembangan teknologi yang memungkinkan pengawetan makanan yang lebih baik dan pemantauan pemasokan dapat membantu mengurangi Food Loss. Kemudian, pemerintah juga perlu mendorong adopsi praktik-praktik berkelanjutan dalam rantai pasokan makanan melalui intensif dan regulasi yang tepat. Dibutuhkan juga kerja sama antara pemerintah, produsen, distributor, dan konsumen sehingga dapat menciptakan solusi yang tepat.
Untuk mengurangi kehilangan dan limbah pangan memerlukan perencanaan yang rinci dan matang baik dalam produksi, penanganan, transportasi, dan penyimpanan. Selain itu, diperlukan Research and Development yang intensif pada setiap bahan pangan untuk memastikan kesesuaian dengan prinsip circular economy. Sisa dari Food Loss and Food Waste dapat dimanfaatkan kembali untuk dikonsumsi pada keperluan yang lain, seperti mengolah kulit buah menjadi obat atau mengolah bangkai hewan dan hasil panen yang gagal dimanfaatkan menjadi kompos.
Dengan demikian, Food Loss and Food Waste memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap ketahanan pangan, baik secara ekonomi, lingkungan, maupun sosial. Mengatasi masalah Food Loss and Food Waste memerlukan edukasi, dan kebijakan yang tepat. Dengan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat, kita dapat mengurangi dampak negatif dari pemborosan pangan dan menciptakan sistem pangan yang lebih berkelanjutan dan adil. Oleh karena itu, upaya pengurangan Food Loss and Food Waste merupakan suatu hal yang sangat penting dalam meningkatkan ketahanan pangan dan memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat di dunia. ***