HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Diplomasi Politik Di Papua Dalam Kasus Perebutan Kursi DPR Tahun 2024 Terkait Prosesi Bakar Batu

Detailing Iminggawak Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Komunikasi, Program Studi Sosiologi Universitas Kristen Satya Wacana berdomisili di ...

Detailing Iminggawak Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Komunikasi, Program Studi Sosiologi Universitas Kristen Satya Wacana berdomisili di Kota Timika, Provinsi Papua Tengah. email: linnus23magai@gmail.com

Lentera24.com - Berbicara tentang gaya diplomasi politik terdapat berbagai macam gaya tergantung dengan masing-masing budaya dalam suatu lingkup masyarakat tertentu di Indonesia yang menjadi faktor utama yang mempengaruhi dinamika dalam suatu lingkup tertentu. Tidak terkecuali dengan gaya diplomasi politik yang dilakukan masyarakat Papua dalam menjalin kerja sama, memperkuat hubungan, menyelesaikan perselisihan, dan mengamankan kepentingan masyarakat asli Papua itu sendri. Dalam konteks ini, diplomasi politik dilakuan menggunakan pendekatan budaya,


Penggunaan diplomasi politik melalui pendekatan budaya dapat mencegah terjadinya konflik antar suku yang kerap terjadi di Papua. Dengan berkomunikasi dan bernegosiasi menggunakan cara budaya secara efektif dapat menyelesaikan perbedaan pendapat atau konflik yang terjadi tanpa harus menggunakan kekerasan. Diplomasi politik membantu menciptakan ruang untuk dialog, mediasi, dan penyelesaian perselisihan secara damai. Melalui diplomasi politik masyarakat Papua dapat melindungi dan mengamankan kepentingan masyarakat yang juga berperan dalam mengembangkan kerja sama dan persahabatan antar suku yang menetap di Papua, sehingga dapat menciptakan lingkungan yang kondusif.


Diplomasi politik yang sering dilakukan oleh masyarakat Papua dengan mengaktualisasikan sejarah Leluhur, nilai spiritual dan kearifan lokal untuk mengatasi konflik salah satunya adalah dengan menggunakan pendekatan budaya budaya adalah strategi yang menggunakan seni dan budaya untuk membangun hubungan dengan banyaknya keberagaman suku yang ada di Papua. 


Dalam diplomasi budaya masyarakat dapat menjalin hubungan yang harmonis terlebih dalam hal menyelesaikan konfilk atau masalah. Salah satu nya ada gaya diplomasi politik dengan pendekatan budaya melalui prosesi bakar batu yang merupakan peninggalan dari para leluhur melanesia bangsa Papua untuk beberapa suku masyarakat antaranya suku dani, suku damai, moni, me, dan lain-lain di Kabupaten Puncak, serta juga masyarakat dari (Wamena, Lani jaya, Nduga, Tolikara, Mamberamo tengah, Timika, Paniai dan Mepago).

Sumber: https://penelitianpariwisata.id/mengenal-tradisi-bakar-batu-papua/

Budaya bakar batu yang dilakukan sebagai bentuk perdamaian dan solusi sebagai salah satu cara diplomasi yang dilakukan masyarakat Papua jika terjadi konflik antar suku-suku tertentu. Budaya bakar batu sebagai bentuk diplomasi digunakan sebagai media perdamaian terbukti eksistensinya sejak ratusan bahkan ribuan tahun lalu oleh leluhur atau nenek moyang masyarakat lokal di daerah Papua dan dipercaya dapat menyelesaikan pertikaian-pertikaian atau konflik-konflik tertentu yang telah terjadi.


Banyak hal yang terjadi berakhir damai setelah dilakukannya prosesi acara bakar batu, sehingga terbukti dengan tipe atau model diplomasi seperti ini di yakini oleh masyarakat Papua merupakan suatu cara yang sangat efektif dalam hal menyelesaikan konflik atau masalah. Seperti pada kasus yang terjadi pada tahun 2024 ketika perebutan kursi DPR yang terjadi di Papua dalam hal ini terjadi konflik perang antar suku yang diakhiri dengan pembayaran denda atau biasa disebut dengan bayar kepala oleh masyarakat Papua. 


Setelah dilakukannya proses pembayaran denda maka ditutup dengan prosesi acara bakar batu yang bertujuan untuk mendamaikan suku-suku yang sedang berkonflik secara keseluruhan, agar tidak ada dendam yang berkelanjutan dikemudian hari. Dari kasus ini dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan dilakukannya acara bakar batu dapat membuat konflik atau masalah yang sebelumnya dilakukan dengan cara kekerasan, dapat selesai dengan sangat epik atau artinya tidak ada permusuhan yang berkelanjutan setelah dilakukanya prosesi acara bakar batu secara sakral tersebut.**"