Alia Khairunnisa Farras Shafabiyu N. Khansa Azmi A. Sahira Fayyaza R Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Univers...
Sumber: instagram.com/jokoanwar |
Lentera24.com - Sebelum membahas mengenai series Joko Anwar’s Nightmares and Daydreams: Chapter 6 “Hypnotized”, teman-teman perlu mengetahui terlebih dahulu nih, mengenai salah satu cabang ilmu filsafat yaitu aksiologi.
Apakah teman-teman pernah mendengar apa itu aksiologi?
Aksiologi merupakan salah satu cabang ilmu filsafat yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Ilmu ini menganalisis tentang hakikat nilai yang meliputi nilai-nilai kebenaran, kebaikan, keindahan, dan religius (Katsoff, 1996). Aksiologi berasal dari bahasa Yunani yaitu axion yang artinya nilai dan logos yang artinya ilmu. Jadi, secara sederhana, aksiologi adalah cabang ilmu filsafat yang membahas mengenai hubungan antara ilmu dengan nilai. Aksiologi berhubungan dengan baik dan buruk, layak atau pantas, serta tidak layak atau tidak pantas.
Apakah dengan berilmu manusia menjadi lebih baik dan bermoral?
Hal inilah yang menjadi fokus bahasan ilmu aksiologi. Dalam aksiologi, terdapat nilai, norma, dan moral atau etika yang menjadi dasar manusia dalam bertindak agar tetap sesuai dengan nilai kemanusiaan.
Nilai atau values dalam aksiologi bersifat normatif, yang artinya nilai-nilai ini menjadi pedoman dalam menentukan kebenaran dan kenyataan dalam berbagai bidang ilmu. Nilai merepresentasikan keyakinan dan prinsip fundamental yang memandu pemikiran, tindakan, dan keputusan kita. Biasanya, nilai bersifat abstrak dan dapat mempengaruhi pemikiran kita tentang dunia.
Norma dalam aksiologis dapat diartikan sebagai kaidah atau pedoman manusia dalam melakukan sesuatu. Norma dapat membantu individu dalam mengatur perilaku sosial dengan memberikan panduan tentang apa yang diharapkan dan apa yang tidak dapat diterima oleh masyarakat.
Moral atau Etika merupakan hal yang mendorong manusia untuk melakukan tindakan baik yang harus dilakukan. Suseno (1993) mengatakan bahwa moral selalu mengacu pada baik atau buruknya manusia sebagai seorang manusia. Moral atau etika digunakan untuk mengukur tindakan manusia yang benar dan salah serta apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh manusia.
Penerapan nilai aksiologi sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, seperti pada proses individu dalam mengambil keputusan. Selain itu, kita juga dapat menganalisis nilai aksiologi dalam dunia perfilman. Nah, kali ini kami memiliki satu series Netflix yang kental akan nilai aksiologi, yaitu series terbaru Joko Anwar yang berjudul Joko Anwar’s Nightmares and Daydreams: Chapter 6 Hypnotized. Yuk, kita simak review singkatnya!
Review Series Joko Anwar’s Nightmare and Daydreams: Chapter 6 “Hypnotized”
Sumber: x.com/NetflixID |
Sutradara ternama Indonesia, Joko Anwar, kembali menghebohkan dunia perfilman. Kali ini, Joko Anwar merilis serial sci-fi supernatural pertamanya dengan judul “Joko Anwar’s Nightmares and Daydreams”. Serial ini terdiri dari total 7 chapter yang memiliki alur ceritanya masing-masing. Pada artikel ini, penulis akan memfokuskan bahasan pada Chapter 6: Hypnotized.
Sumber: x.com/jokoanwar |
Pada Chapter 6: Hypnotized, Joko Anwar mengangkat isu kelabilan moral melalui fenomena pencurian bermotif hipnotis. Mengisahkan tentang Ali, seorang kepala rumah tangga yang kesulitan mencari nafkah karena menderita buta warna. Sebagai tulang punggung keluarga, posisi Ali saat itu sangat tertekan. Semua lamaran pekerjaan yang ia ajukan ditolak karena kondisinya, sedangkan istri dan anak-anaknya membutuhkan nafkah untuk melanjutkan hidup. Meskipun dalam keadaan sulit, keluarga Ali memiliki budi pekerti yang baik. Istrinya selalu mengingatkan Ali bahwa seberat apapun cobaan yang ia derita, jangan sampai melakukan perbuatan buruk. Namun, karena terhimpit keadaan, mulai muncul pemikiran negatif pada Ali. Ia terhasut oleh temannya (Iwan) untuk melakukan hipnotis pencurian dan memutuskan untuk merampok uang seorang wanita (Dewi) di sebuah ATM menggunakan kemampuan hipnotisnya.
Walaupun senang melihat istri dan anaknya dapat membeli kebutuhan, Ali tetap dihantui perasaan takut dan bersalah. Tidak lama setelah peristiwa pencurian, Ali mengalami sederet peristiwa-peristiwa aneh, mulai dari perubahan sikap istri dan anaknya yang berbanding terbalik dari sebelumnya dan jauh dari kata bermoral, hingga munculnya wanita ATM (Dewi) di TV bekasnya. Ia menyesal dan menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi pada keluarganya. Hingga akhirnya Ali sadar bahwa yang ia alami saat itu adalah hipnotis yang dilakukan oleh Dewi. Ali berhasil keluar dari hipnotis Dewi dengan mengendalikan pikirannya.
Lalu, apa hubungannya chapter 6 dengan aksiologi?
Sumber: x.com/NetflixID |
Setelah membaca pengertian aksiologi dan penjabaran garis besar mengenai chapter 6 yang berjudul “Hypnotized”, sekarang kita akan mencoba untuk mengaitkan dua hal tersebut. Karakter Ali yang awalnya merupakan seseorang yang mengedepankan nilai kejujuran dan teguh akan pendiriannya mengalami situasi mendesak yang mengharuskan dia untuk segera membayar iuran sekolah anaknya. Ali merasa tidak mempunyai harapan lagi hingga akhirnya ia tergiur untuk menerapkan ilmu hipnotisnya kepada seseorang yang ia lihat di ATM. Hal tersebut dapat dijelaskan melalui filsafat aksiologi dengan menyoroti konflik nilai yang dihadapi oleh Ali. Dalam konteks ini, aksiologi dapat mengarahkan kita untuk memahami mengenai konflik moral dan etika yang dialami oleh Ali.
Sikap jujur yang sempat Ali miliki saat awal chapter mencerminkan keteguhan terhadap prinsip-prinsip moral dan etika yang baik dan benar, ditambah lagi istri Ali sangat melarang Ali untuk mengikuti profesi Iwan, yang bekerja sebagai penghipnotis. Ali merasa ia harus memprioritaskan kejujurannya agar keluarganya dapat hidup dengan tenang tanpa harus merasa bersalah. Ini semua dapat dipertahankan oleh Ali, hingga pada suatu titik tertentu Ali mengalami dilema moral, di mana ia harus memutuskan antara mengutamakan pendirian yang keluarganya tanamkan atau memenuhi kebutuhan hidup. Tetapi ternyata, urgensi dari kebutuhan finansial yang sangat mendesak membuat Ali melakukan tindakan kriminal, yaitu menghipnotis orang.
Sumber: x.com/jokoanwar |
Setelah Ali memutuskan untuk menghipnotis seorang perempuan yang bernama Dewi demi dapat membayar iuran sekolah anaknya, Ali malah dihantui oleh rasa takut dan bersalah, serta terjebak dalam pikirannya sendiri, karena menentang prinsip hidupnya, meskipun finansialnya terbantu. ‘Dunia lain’ yang dimasuki oleh Ali jika dilihat dari perspektif aksiologi, menggambarkan pelajaran yang harus ia terima akibat telah mengabaikan nilai kejujuran dalam kehidupan. Konflik batin yang Ali rasakan merupakan hasil dari pelanggaran nilai tersebut.
Jika dilihat dari perspektif aksiologi, kita dapat menyimpulkan bahwa kita sebagai individu harus senantiasa melestarikan nilai, norma, moral, dan etika yang baik untuk mencapai ketenangan dan kepuasan batin di hidup. Tak lupa juga kita harus dapat berpikir kritis dalam menghadapi berbagai kondisi, karena dalam aksiologi, ilmu pengetahuan akan memberikan dampak yang signifikan pada kehidupan kita. ***
DAFTAR PUSTAKA
Armansyah, A., Nurwahidin, N. M., & Sudjarwo, S. (2022). Aksiologi kemampuan berpikir kritis. Jurnal Cakrawala Ilmiah, 2(4), 1423–1430. https://doi.org/10.53625/jcijurnalcakrawalailmiah.v2i4.4329
Unwakooly, S. (2022). Berpikir kritis dalam filsafat ilmu: Kajian dalam ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Jurnal Filsafat Indonesia, 5(2), 95-102. https://doi.org/10.23887/jfi.v5i2.42561
Rokhmah, D. (2021). Ilmu dalam tinjauan filsafat: Ontologi, epistemologi, dan aksiologi. CENDEKIA : Jurnal Studi Keislaman, 7(2). 172-186.
Abadi, T. W. (2016). Aksiologi: Antara etika, moral, dan estetika. KANAL (Jurnal Ilmu Komunikasi), 4(2). 187-204. https://doi.org/10.21070/kanal.v4i2.1452