HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Tinjauan Sosiologi terhadap Maraknya Kasus Bunuh Diri di Kalangan Mahasiswa

Oleh Intan Sulistiyaningtias Mahasiswi Semester 1 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulla Jakarta Em...


Oleh Intan Sulistiyaningtias Mahasiswi Semester 1 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulla Jakarta Email : intannsty04@gmail.com

Lentera24.com - Bunuh diri adalah kematian yang disebabkan oleh melukai diri sendiri dengan tujuan untuk mati. Percobaan bunuh diri adalah ketika seseorang melukai dirinya sendiri dengan maksud untuk mengakhiri hidupnya, namun ia tidak mati akibat perbuatannya. Banyak faktor yang dapat meningkatkan resiko bunuh diri atau melindungi diri darinya. Bunuh diri berhubungan dengan bentuk - bentuk cedera dan kekerasan lainnya. Misalnya, orang yang pernah mengalami kekerasan, termasuk pelecehan anak, perundungan, atau kekerasan seksual memiliki risiko bunuh diri yang lebih tinggi. Terhubung dengan dukungan keluarga dan masyarakat serta memiliki akses mudah terhadap layanan kesehatan dapat mengurangi pemikiran dan perilaku bunuh diri.

Dalam beberapa kasus bunuh diri biasanya akan timbul perasaan yang intens layaknya marah, kecewa, dan panik walaupun yang bersangkutan tidak pernah mendapatkan diagnosis gangguan mental apapun. Sehingga hal ini yang menyebabkan penderita ingin menyudahi dirinya saja. Penyebab bunuh diri dapat dikategorikan secara psikososial. 

Secara biologis, orang tersebut dapat memiliki keluhan fisik yang membuat tidak berdaya seperti masalah jantung dan hormonal. Sedangkan secara psikologis mungkin yang bersangkutan memiliki kerentanan untuk merasa tidak berarti. 

Selain itu secara sosial remaja akan masuk ke dalam relasi sebaya yang merasa hangat dan inti. Tentu bentuk kegagalan dari beberapa aspek tersebut dapat membuat seseorang merasa depresi.

Maraknya fenomena bunuh diri di kalangan mahasiswa dilihat sebagai suatu kejadian yang menyedihkan. Lebih dari 700.000 orang meninggal karena bunuh diri setiap tahunnya dan bunuh diri menjadi penyebab kematian tertinggi keempat pada usia 18-29 tahun. 

Di Indonesia sendiri, dilansir dari Asosiasi Pencegahan Bunuh Diri Indonesia, terdapat 670 kasus bunuh diri per tahun 2020 yang dilaporkan. Provinsi dengan angka bunuh diri tertinggi adalah Provinsi Jawa Tengah.

“Beberapa hal seperti putus dengan pacar, atau merasa ditolak oleh kelompok bisa jadi membuat dia merasa frustasi,” sebutnya penyebab bunuh diri dapat dikategorikan secara bio psikososial. Secara biologis, orang tersebut dapat memiliki keluhan fisik yang membuat tidak berdaya seperti masalah jantung dan hormonal. Sedangkan secara psikologis mungkin yang bersangkutan memiliki kerentanan untuk merasa tidak berarti. 

Selain itu secara sosial remaja akan masuk ke dalam relasi sebaya yang merasa hangat dan inti. Tentu bentuk kegagalan dari beberapa aspek tersebut dapat membuat seseorang merasa depresi.

Pada konteks mahasiswa, pertemanan merupakan faktor sosial yang penting. Pertemanan dianggap membantu dalam proses keberlangsungan akademik dan pendewasaan diri. Rasa kegagalan dalam relasi tersebut berisiko memicu munculnya perasaan tidak berdaya dan kesepian, yang juga meningkatkan resiko depresi. Pikiran ataupun niat yang disertai upaya untuk bunuh diri memerlukan penanganan yang segera. Pastikan bahwa lingkungan disekitar orang dengan pikiran bunuh diri aman dari hal yang bisa meningkatkan resiko. Misalnya adalah berbagai benda tajam dan ketinggian. 

Selain itu pastikan yang bersangkutan bersama orang lain karena peran dukungan sosial sangat penting, bisa dari keluarga ataupun teman terdekat. Sosok disekitarnya tersebut juga harus paham langkah pencegahan dan penanganan dengan mengetahui hotline tanggap darurat. Libatkan pula professional jika diperlukan dalam penanganan dengan kasus berat.

Banyak korban bunuh diri juga tidak diotopsi karena permintaan keluarga sehingga penyebab pasti kematian hanya berdasarkan analisis kejadian. Belum lagi, kasus-kasus bunuh diri terselubung yang lebih sulit dipastikan, seperti menabrakkan mobil atau motornya ke pohon. Di sisi lain, banyak kampus juga menutupi kasus dengan dalih aib atau menjaga perasaan keluarga.

“Di beberapa kampus ada help-center dan pusat layanan psikologis atau kesehatan yang bisa dikunjungi. Atau bisa juga mencari bantuan profesional di luar kampus, seperti psikolog atau psikiater untuk berkonsultasi,” katanya up sehat adalah tanggung jawab kita. Karena itu, Atika berpesan ketika mempunyai pikiran ataupun niat untuk mengakhiri hidup. Carilah bantuan sesegera mungkin dengan curhat ke orang yang dipercaya atau melakukan konseling kepada profesional. 

Secara pribadi, beri afirmasi ke diri sendiri bahwa hidup adalah berkah tak ternilai yang layak diperjuangkan. “Mulai terapkan gaya hidup sehat, perhatikan diri sendiri, dan fokus pada hal-hal bermanfaat yang membuat hidup lebih bermakna,” pesannya.

Faktor resiko - tingginya kerentanan bunuh diri pada mahasiswa itu sebenarnya bukan hanya terjadi di Indonesia atau Asean, melainkan di semua negara, termasuk negara-negara maju. 

Data Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Amerika Serikat (CDC) menyebut, prevalensi anak muda yang bunuh diri di negara itu mencapai 14 persen dari semua kasus bunuh diri yang terjadi. Jumlah laki-laki yang bunuh diri lebih banyak dari perempuan, tetapi jumlah perempuan yang memiliki pikiran bunuh diri lebih banyak dari laki-laki. Meski demikian, semua jenis kelamin dan etnis memiliki kerentanan terhadap bunuh diri yang sama.

Anak muda, umur 18-25 tahun, memang memiliki kerentanan tinggi untuk bunuh diri. Kondisi itu terjadi karena anak muda memang sedang dalam masa transisi dari anak menuju orang dewasa hingga mengalami perubahan fisik, mental, dan sosial. Perubahan itu membuat mereka mudah mengalami berbagai masalah mental, yang puncaknya adalah memiliki ide dan berupaya bunuh diri. 

Gaya hidup mereka juga meningkatkan risiko atas berbagai persoalan mental, seperti tingginya keterikatan dengan internet dan media sosial, kurang waktu tidur, serta kurang bersosialisasi. Kondisi itu diperparah oleh berbagai masalah sosial yang harus dihadapi anak muda, mulai dari kemiskinan, pelecehan dan kekerasan, masalah ekonomi, hingga urusan keluarga. Contoh strategi pencegahan bunuh diri. Ajak berdiskusi dan jadilah pendengar yang baik.

Orang yang berkeinginan untuk bunuh diri biasanya sedang mengalami suatu masalah berat. Oleh karena itu, peran orang terdekat sangat penting dalam membuka percakapan hangat agar ia mau berbagi cerita terkait masalah yang sedang dialaminya. Saat ia sedang mencurahkan segala keluh kesahnya, jangan sekali-kali langsung menawarkan solusi apalagi  menasihatinya. 

Bunuh diri dianggap sebagai satu-satunya jalan keluar bagi orang yang tidak bisa menghadapi masalahnya sendiri. Oleh karena itu, cobalah untuk tawarkan bantuan apa saja yang mungkin ia butuhkan. Anda bisa libatkan kerabat maupun keluarganya untuk ikut serta dalam memecahkan masalah tersebut jangan biarkan kesepian karena bunuh diri sering kali dilakukan secara diam-diam, sebisa mungkin jangan biarkan ia sendirian dan temani agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Tidak harus selalu berada di sisinya setiap saat, anda bisa menghubunginya lewat panggilan telepon, video call, atau pesan teks sebagai pencegahan bunuh diri.

Selain itu, singkirkan semua barang-barang yang dianggap berbahaya untuk mencegahnya melakukan bunuh diri, seperti senjata api, senjata tajam, atau obat-obatan yang berada di sekitarnya. Hal ini diharapkan bisa menurunkan hasrat maupun keinginannya untuk bunuh diri. ***