HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Sisi Positif dan Negatif Transaksi Digital

Moh Fakhri Akbar Mahasiswa Semester 1 Fakultas Tarbiyah dan Keguruan - Pendidikan IPS Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ...

Moh Fakhri Akbar Mahasiswa Semester 1 Fakultas Tarbiyah dan Keguruan - Pendidikan IPS Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta fakhriabar19@gmail.com

Lentera24.com - Transaksi digital dikenal dengan proses pembayaran nontunai yang bisa dilakukan di perangkat digital seperti, handphone, laptop, dan komputer. Pada tahun 1997, Cocacola memperkenalkan beberapa mesin penjual otomatis di Helsinki yang memungkinkan konsumen untuk membeli minuman mereka melalui pesan teks. Inovasi tersebut menjadi langkah awal banyak sekali pemesanan via online seperti tiket film, makanan dan minuman, pemesanan tiket pesawat, dan semua itu bisa dilakukan melalui transaksi digital. Transaksi Digital bisa dilakukan melalu m – bangking atau aplikasi dompet digital seperti Dana, Ovo, dan Qris.

Transaksi digital atau dompet digital dapat memudahkan masyarakat dalam melakukan transaksi tanpa memerlukan perjalanan jauh untuk melakukan kegiatan jual – beli, sehingga pembayaran jauh lebih simpel dan praktis. 

Menurut laporan E-Wallet Industry Outlook 2023 dari Insight Asia, dari 1.300 warga perkotaan yang disurvei, 74% di antaranya sudah pernah menggunakan dompet digital, dianggap keamanan dari transaksi digital jauh lebih aman daripada transaksi konvensional, karena pembayaran elektronik sudah dilengkapi dengan sistem yang sudah teruji. Akan tetapi, sistem yang sudah teruji sekalipun berpotensi diretas oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, akibatnya data pribadi pengguna dompet digital diketahui oleh orang lain, dan perusahaan akan mengalami kerugian karena harus menanggung kesalahan akibat kecatatan sistem keamanan. Oleh karena itu, dalam artikel ini akan melakukan perbandingan dari negatif, dan positifnya transaksi digital.


Positif Transaksi Digital

Pertama, prosesnya cepat. Jika menggunakan uang tunai akan ada proses penukaran uang kembalian apabila kita menggunakan uang tunai dan nominal uangnya lebih besar daripada harga yang harus dibayar. Penjual akan mengalami kesulitan ketika melakukan proses pengembalian uang apalagi pembeli tersebut menjadi pembeli pertama pada hari itu. Pihak penjual terkadang harus menukarkan uangnya, hal ini bisa ditemukan di pedagang – pedagang pinggir jalan, seperti kuliner makanan, warung, dan pasar. 

Transaksi Digital memudahkan penjual dan pembeli menjadi lebih cepat karena proses yang dilakukan tidak perlu mengantri, dan pembayarannya sangat variatif dan bisa dilakukan dibeberapa aplikasi yang berbeda. Dengan adanya transaksi digital atau dompet digital, sangat memudahkan kedua pihak karena pembayaran yang dilakukan tidak memerlukan waktu yang lama hanya melalui handphone kegiatan ekonomi digital bisa dilakukan. 

Melalui handphone kita bisa melakukan segala proses kegiatan ekonomi, seperti berjualan online, pemesanan tiket film, bahkan transaksi digital memudahkan para pekerja dalam pemberian upah yang tidak perlu memakan waktu untuk pergi ke bank dan sang bos hanya mentransfer uang upah ke rekening bank pekerja. 

Kedua, Transaksi Digital juga dapat membuat ekonomi menjadi lebih aktif. Perputaran ekonomi yang terjadi tidak hanya dilakukan oleh dua pihak tapi tiga pihak sekaligus, yaitu penyedia transaksi digital yang menjadi pihak ketiga sebagai sarana transaksi akan mendapatkan keuntungan dari proses kegiatan jual beli tersebut. 

Ketiga, jangkauan pemasaran lebih luas. Dilansir dari DataIndonesia.id, Berdasarkan data Statista Market Insights, jumlah pengguna loka pasar daring atau e-commerce di Indonesia mencapai 178,94 juta orang pada 2022. Jumlah tersebut meningkat 12,79% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebanyak 158,65 juta pengguna. 

Melihat trennya, pengguna e-commerce di Indonesia terpantau terus meningkat. Jumlahnya pun diproyeksikan mencapai 196,47 juta pengguna hingga akhir 2023. Dengan memanfaatkan kemajuan teknologi, cakupan bisnis online semakin luas tanpa dibatasi oleh waktu dan lokasi. Berbeda dengan toko tradisional yang memiliki keterbatasan jangkauan, ruang, dan waktu, konsumen dapat mengakses toko online kapanpun dan dimanapun. Bisnis online memungkinkan transaksi dilakukan kapan saja, selama pembeli dan penjual terhubung dengan Internet.  


Negatif Transaksi Digital

Pertama, rentannya transaksi digital terhadap kejahatan siber dan pencurian data. Para penjahat siber dapat melakukan peretasan dan mencuri data penting seperti nomer rekening, kata sandi, dan informasi kartu kredit melalui celah keamanan sistem digital. Kebocoran data tentu saja dapat merugikan dan membahayakan konsumen digital. Penjahat siber bisa menjual data - data pribadi orang lain di darkweb atau situs ilegal. Dilansir dari CNN Indonesia, Total 6,4 juta data pengguna kartu kredit BCA diduga bocor pada 22 Juli dan dijual ke forum hacker. Data ini mencakup alamat, nomor ponsel dan informasi lainnya.

Kedua, ketergantungan transaksi digital pada jaringan internet yang sangat tinggi. Transaksi Digital baik pembayaran, transfer, maupun belanja online, semuanya mustahil dilakukan tanpa jaringan internet yang stabil dan berkecepatan tinggi. Sayangnya kondisi jaringan internet di banyak daerah di Indonesia masih belum memadai dan seringkali terputus atau lambat.

Hal ini sangat merugikan karena ketika sedang melakukan transaksi penting, tiba-tiba jaringan internet terputus atau lemot. Akibatnya, proses pembayaran atau transfer gagal diselesaikan atau bahkan uang hilang tanpa jejak. Data penting juga bisa hilang di tengah proses kritis akibat jaringan internet tidak stabil. Bagi pelaku usaha, transaksi online juga jadi terhambat bahkan batal karena calon pembeli tidak bisa mengakses situs belanja online akibat jaringan lambat.

Jaringan internet yang buruk juga rawan menyebabkan kegagalan proses otentikasi dan otorisasi transaksi digital. Kode OTP misalnya bisa tidak sampai tepat waktu sehingga transaksi penting jadi gagal dilakukan. Peretasan dan kejahatan dunia maya juga lebih leluasa dilakukan jika jaringan internet sebuah negara buruk. Intinya, kualitas jaringan internet yang baik dan merata ke seluruh wilayah menjadi prasyarat penting untuk mengembangkan ekosistem transaksi digital yang efisien dan aman.

Ketiga, biaya transaksi digital yang terkadang masih mahal. Misalnya biaya administrasi bulanan untuk berlangganan layanan perbankan dan dompet digital yang kisaran harganya antara Rp10.000 hingga Rp50.000. Biaya sebesar ini cukup memberatkan bagi nasabah dengan aktivitas transaksi digital yang tidak terlalu tinggi. Biaya transfer antar bank digital juga masih cukup tinggi yaitu rata-rata Rp6.500 per transaksi. Sementara transfer antar bank konvensional hanya Rp2.500-Rp6.500 saja. Tarik tunai di ATM bank lain pun dikenakan biaya Rp7.500, belum lagi biaya tambahan dari pihak ATM.

Platform e-commerce juga masih membebankan biaya admin ke anggotanya yang akan melakukan transaksi jual beli sekitar 1-2% per transaksi. Apalagi jika harus menggunakan payment gateway tertentu, akan ada biaya tambahan lagi bagi penjual. Tingginya biaya-biaya tersebut jelas memberatkan masyarakat dan pelaku bisnis. Akibatnya banyak yang enggan mengadopsi transaksi digital karena dianggap lebih mahal dibanding transaksi konvensional. Maka diperlukan terobosan agar biaya transaksi digital bisa lebih terjangkau dan kompetitif bagi seluruh lapisan masyarakat.

Keempat, resiko salah transfer atau kesalahan teknis lainnya. Dalam transaksi digital, proses dilakukan secara mandiri oleh pengguna melalui aplikasi atau situs web tanpa bantuan staff bank seperti di kantor cabang. Akibatnya, kesalahan seperti salah mengetik nomor rekening penerima transfer atau jumlah transfer cukup rawan terjadi. Apalagi bagi pengguna yang kurang teliti atau terburu-buru. Proses verifikasi dan validasi sebelum transfer pun terkadang dilewati agar lebih cepat. Ketika kesalahan transfer sudah terlanjur terjadi, proses untuk membetulkannya jadi rumit dan memakan waktu. Pengguna harus segera melaporkan ke pihak bank dan mengikuti prosedur yang cukup panjang. 

Kendala komunikasi juga sering terjadi karena minimnya interaksi tatap muka dengan staff bank. Akibatnya uang yang salah transfer bisa hilang cukup lama sebelum dikembalikan ke rekening semula.

Melihat berbagai manfaat dan tantangan perdagangan digital, upaya literasi keuangan dan edukasi digital sangat dibutuhkan oleh semua lapisan masyarakat. 

Dilansir dari Republika.co.id, Firlie Ganinduto Wakil Sekretaris Jenderal II Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) menilai, angka literasi keuangan digital masyarakat Indonesia saat ini masih menyentuh angka 25 persen. Hal tersebut berbanding jauh jika dikomparasikan dengan angka inklusivitas keuangan masyarakat Indonesia yang mencapai 85 persen. Literasi keuangan digital penting bagimasyarakat untuk memahami bagaimana menggunakan layanan keuangan dan transaksi digital dengan benar, efisien dan aman. Perlu juga diketahui hak dan kewajiban pengguna jasa keuangan digital untuk mencegah penyalahgunaan data dan kerugian finansial. 

Dengan literasi yang memadai, masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan kemudahan perdagangan digital dengan tetap menyadari potensi risikonya. Edukasi dan pelatihan dapat diberikan oleh regulator, bank, fintech, komunitas literasi keuangan dan berbagai pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan digitalisasi sistem pembayaran di Indonesia dilakukan secara komprehensif dan bertanggung jawab. Selain itu, diperlukan desain antarmuka aplikasi dan sistem yang lebih intuitif agar pengguna lebih waspada dan berhati-hati saat melakukan transfer maupun transaksi digital lainnya. Fitur verifikasi dan peringatan kesalahan juga perlu ditingkatkan agar risiko fatal dapat diminimalisasi. ***