Mustika Rahayu Mahasiswi Semester 3 Pendidikan Jasmani Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Samudera Langsa Lentera24.com - K...
Mustika Rahayu Mahasiswi Semester 3 Pendidikan Jasmani Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Samudera Langsa
Lentera24.com - Kekerasan adalah tindakan yang tidak boleh di lakukan apapun bentuknya, terutama kekerasan fisik dan sexual. Saat ini, Indonesia telah mengalami catatan kekerasan fisik dan kekerasan sexual.
Di lansir dari Kompas.com bahwa Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, pada Januari-Agustus 2023, data pelanggaran terhadap perlindungan anak yang masuk ke KPAI mencapai 2.355 kasus. Dari jumlah tersebut, kasus tertinggi adalah kekerasan seksual (487 kasus), disusul kekerasan fisik/psikis (236 kasus).
Banyak pula dari kasus tersebut merupakan bagian dari kasus yang terjadi di lingkungan Universitas. Pada dasarnya kekerasan ini timbul karena sebab dan akibat seperti dalam contoh kekerasan fisik terjadi karena antara sesama korban dan pelaku terlibat dalam suatu permasalahan. Ataupun contoh dalam kekerasan seksual adalah antara korban dan pelaku merupakan teman dekat, pacar, atau bisa pula antara dosen dan mahasiswa di lingkungan universitas.
Kekerasan fisik dan seksual tidak menunjuk kepada siapa korbannya. Siapa pun bisa menjadi korban atas tindakan kriminal ini. Dalam hal ini, ada banyak sekali perdebatan mengenai kekerasan fisik dan seksual yang sering kali di tutupi ataupun di lupakan di lingkungan. Padahal, nyatanya tidak mudah bagi setiap individu yang mengalami kekerasan tersebut.
Mengapa demikian? Pentingnya bagi khalayak umum untuk dapat mengetahui bahwasanya korban kekerasan fisik dan seksual harus di karantina ataupun di obati mental dan fisiknya untuk waktu yang lama agar dapat kembali pulih. Kebanyakan kasus, korban kekerasan fisik dapat di sembuhkan dengan kurun waktu yang lumayan dalam masa pengobatannya. Sedangkan pada korban kasus kekerasan seksual, sangat sulit di sembuhkan karena meninggalkan jejak luka mental yang menyebabkan korban kesulitan berinteraksi kembali dengan lingkungannya.
Ada banyak dampak fisik maupun psikis dalam kasus kekerasan. Inilah alasan mengapa sebuah lembaga pendidikan membutuhkan tempat atau naungan yang melindungi masyarakat di dalamnya. Perlu di ketahui pula, bahwa kekerasan seksual tak hanya terjadi pada perempuan saja, laki-laki pun dapat mengalami hal tersebut. Dan juga, kekerasan fisik selalu dapat terjadi pada siapa saja tidak hanya pada laki-laki.
Untuk menanggulangi permasalahan ini, terutama yang sedang marak-maraknya adalah di lingkungan universitas, tentu harus ada peran dari masyarakat di dalamnya. Fokus pendapat saya kali ini adalah peran mahasiswa yang sangat penting dalam pencegahan tindakan kriminal ini terutama di lingkungan kampus ataupun universitas.
Lalu, apa yang seharusnya di lakukan mahasiswa? Apa peran seharusnya mahasiswa dalam mengatasi permasalahan ini di lingkungan universitas?
Menurut pendapat saya, hal yang dapat di lakukan mahasiswa yang pertama adalah kesadaran diri terlebih dahulu untuk sedini mungkin agar bisa menghindari dan menjauhi perilaku tercela. Kemudian mahasiswa mampu untuk berbicara dan menyampaikan pendapat untuk menyuarakan tindakan kekerasan ini agar universitas bersedia menaungi ataupun menyiapkan wadah untuk melindungi masyarakatnya secara langsung dengan landasan hukum yang di berlakukan dari tindakan kriminal tersebut.
Apabila hal-hal seperti ini terealisasi dengan mahasiswanya sendiri yang telah merealisasikan serta kampus ikut serta dalam menjadi wadah pencegahan kekerasan fisik dan seksual di lingkungan universitas, maka tidak menutupi kemungkinan setiap kampus ataupun universitas akan mudah terhindar dari tindakan kriminal tersebut.
Selain peran mahasiswanya sendiri, universitas adalah penyokong di balik itu semua agar siapapun masyarakat di lingkungan nya dapat terjaga dan terlindungi serta teredukasi mengenai tindakan kriminal yang harus di jauhkan ini.***