HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Menganalisis Konflik Palestina-Israel: Sejarah, Akar Masalah Dan Solusi Potensial

Irfan Syah Mahasiswa Semester 1 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta    Lentera24.com - Konflik ...

Irfan Syah Mahasiswa Semester 1 Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 
 

Lentera24.com - Konflik Israel-Palestina adalah salah satu konflik paling berkepanjangan dan paling kompleks di dunia modern saat ini. Konflik yang berkepanjangan ini memiliki akar sejarah yang mendalam lebih dari satu abad dan terus mempengaruhi kehidupan jutaan orang di Timur Tengah. Untuk dapat memahami bagaimana ketegangan dan kekerasan yang sedang berlangsung di wilayah ini, kita harus dapat melihat lebih dalam terhadap faktor-faktor sejarah, politik, dan budaya yang telah berkontribusi pada konflik Israel-Palestina.  
 
Palestina pada mulanya adalah bagian dari Daulah Islamiyah di bawah Turki Utsmani. Tetapi dengan dikuasai wilayah ini oleh Inggris (1917), seterusnya dicaplok sebagian besar 48% oleh Yahudi, Palestina yang mayoritas penduduknya Muslim menjadi tidak merdeka. Tulisan ini bertujuan mengungkapkan perlawanan Muslim-Palestina terhadap Yahudi-Israel. Untuk maksud tersebut dimanfaatkan pendekatan dan analisis historis dengan library research dalam pengumpulan data.  
 
Dari studi ini ditemukan bahwa Zionis Israel menguasai Palestina karena mendapat sokongan dari sekutu utamanya yaitu Amerika Serikat, Inggris dan Prancis. Sementara Palestina berjuang sendiri, karena negara-negara Islam sekitarnya sudah pernah ingin membantu pada tahun 1968, tetapi mengalami kekalahan dalam peperangan enam hari. Akibatnya, Mesir, Suriah, Yordania dan Palestina lepas sebagian wilayahnya. Terakhir, Palestina semakin terpuruk, dan jika disahkan RUU Yahudi yang diajukan oleh Benyamin Netanyahu ke Parlemen Israel, Palestina dan Arab Islam akan semakin terdesak.   

Sejarah menunjukkan bahwa orang-orang Yahudi atau Bani Israil adalah sekelompok kecil manusia di jagad Allah, sejak abad sebelum masehi hingga sekarang saat ini, dengan mitosmitosnya yang telah meresahkan dunia. Allah dengan firman-Nya menggambarkan perilaku jelek mereka dalam Q.S. al-Mâ’idah/5: 64, “mereka berbuat kerusakan di muka bumi dan Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan”. 

Negara-bangsa Israel penganut Yahudi (yang menjadi lawan konflik negara-bangsa Palestina-Muslim) sejak diproklamirkan pada tahun 1948, telah menunjukkan demikian eksistensinya di panggung sejarah dunia. Bagaimana tidak, Israel-Yahudi dengan “gaya perjuangannya” sudah menjadi pembicaraan publik dunia yang tidak habis-habis dan tidak hentinya.

Karena itu bagaimana asal usul dan sasaran strategis yang diidealkan oleh Father founding mereka untuk dicapainya, menarik untuk ditelusuri lebih jauh. Pada sisi lain Palestina mulanya bagian dari Daulah Islamiyah di bawah Turki ‘ Utsmâni. Akan tetapi dengan dikuasai wilayah ini oleh Inggris (1917), seterusnya dicaplok sebagian besar (48 %) oleh Yahudi-Israel, Palestina yang mayoritas penduduknya Muslim menjadi tidak merdeka.  

Pada sisi lain lagi, di Israel telah digulirkan dan diajukan RUU Yahudi. Deklarasi Kemerdekaan dengan RUU dimaksud oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan telah mendapat persetujuan kabinetnya pada tanggal 23 November 2014, dikatakan dalam rangka menegakkan hak individu semua warga Israel, khususnya yang Yahudi. Padahal harus diakui bahwa sekitar dua juta dari 8.2 juta jiwa warga negara Israel adalah terdiri dari orang-orang arab Muslim.  

Konflik Palestina Israel itu mempunyai Sejarah konflik yang amat sangat Panjang dan memilukan di antaranya yaitu: Awal konflik: Konflik ini berawal pada saat penandatanganan Deklarasi Balfour pada 1917 dan pembentukan negara Israel pada 1948, yang menyebabkan pengusiran besar-besaran orang Palestina dari tanah mereka. Akar konflik Israel-Palestina dapat kita telusuri kembali ke akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 yang mana pada saat itu ketika gerakan Zionisme, yang sedang berusaha dengan keras untuk membangun tanah air Yahudi, mulai mendapatkan motivasi atau semangat.  
 
Pamphlet The Jewish State yang ditulis oleh seseorang bernama Theodor Herzl (18601904), ia adalah seorang Yahudi Austria - Hungaria, yang sering dilihat sebagai dokumen dasar Zionisme politik modern. Tujuan dari pada gerakan ini adalah untuk membangun tanah air Yahudi di Palestina, yang mana pada saat itu telah dapat kita ketahui bahwa palestina merupakan sebagian dari Kekaisaran Ottoman. Selama berabad-abad ini, wilayah Palestina di tempati oleh mayoritas penduduk Arab, termasuk di antaranya itu terdapat arab Palestina, komunitas Yahudi dan Kristen.  

Ketegangan antara palestina dan israel mulai meningkat di wilayah ini seiring dengan meningkatnya imigrasi Yahudi ke Palestina.  
 
Deklarasi Balfour pada tahun 1917, yang dikeluarkan oleh pemerintah Inggris pada Perang Dunia I, menyatakan dukungan untuk pembentukan “rumah nasional bagi orang Yahudi” (national home for the Jewish people) di Palestina. Deklarasi ini semakin memperburuk konflik tentang tanah dan identitas antar komunitas di wilayah Palestina.   

Perang Arab - Israel: Serangkaian perang antara negara-negara Arab dan Israel pada tahun 1948, 1967, dan 1973 memperparah ketegangan. Okupasi Israel: Israel menduduki Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur pada Perang Enam Hari tahun 1967.    

Ada beberapa Gerakan atau organisasi pembebasan palestina yang berupaya melawan agresi dari tantara israel Gerakan tersebut ialah Gerakan hamas dan Gerakan fatah, Berikut adalah penjelasannya.  

Gerakan Fatah  
Dalam upaya pembebasan Palestina dari Israel, pemuda palestina yang ada di luar di negara-negara Timur Tengah ingin berjuang melalui organisasi, dan organisasi yang muncul pertama dari kalangan Arab-Muslim Palestina adalah Fatah. Fatah sebenarnya organisasi yang beraliran marxisme, dan sebelumnya sudah menyerap aspirasinya pada revolusi Aljazair. Mereka yang bergabung dalam Fatah (Harakah Tahrir Filistin dan kemudian menjadi Harakah at-Tahrir alWathani al-Filisthini) dideklatasi pertama di Kuwait pada 1957. Khalil al-Wazir (Abu Jihad), berasal dari Jalur Gaza, merupakan orang kedua dalam gerakan ini selama 30 tahun. Orang pertama dalam gerakan pembebasan adalah Pemuda IM Palestina.  

Gerakan Hamas  
Hamas berdiri pada 14 Desemer 1987, merupakan faksi yang paling dinamis dan efektif. Ia merupakan sayap dan perpanjangan tangan dari gerakan Ikhwanul Muslimin. Dalam piagamnya disebutkan bahwa organisasi ini “menganggap Islam sebagai jalannya, yang dijadikan sebagai sandaran ide, konsepsi dan persepsi. Kepada Islamlah Gerakan ini berhukum dan darinya meminta jalan keluar dalam perjalanannya”. Di samping itu, Hamas mempunyai target “untuk memerdekakan bumi Palestina, mendirikan negara Islam di sana, dan menyerukan pendidikan yang universal bagi generasi untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang diidam-idamkan”.

Syaikh AlIntifadhah Ahmad Yasin adalah pemimpin utama Hamas. Untuk wilayah Gaza pemimpinnya adalah ‘Abd al-‘Azîz al-Rantisi, Mahmûd al-Zahad dan ‘Abd al-Fatâh Dukhân. Untuk wilayah Tepi Barat, pimpinan Hamas yaitu Jamal Salîm, Hasan Yûsuf dan Jamal Natasyah. Di luar Palestina sebagai kepala biro politik adalah Khalid Mish’al.   

Dengan pemimpin yang demikian itu Hamas berupaya mewujudkan peperangan dan akan dilanjutkan oleh generasi sesudahnya dan suatu ketika nanti baru mewujudkan negara Palestina. Dengan target demikian itu pula Hamas menggoncangkan entitas Zionis Yahudi, walaupun sebelumnya sudah ada perjanjiandan kesepakatan antara Israel dengan OPP/PLO berdirinya pemerintahan otonom bagi bangsa Palestina di Gaza dan Tepi Barat sejak 1994. Hamas berhasil membunuh 70 Yahudi dan 340 lainnya luka-luka dalam FebruariMaret 1996. Akan tetapi suatu keanehan, PLO/OPP malah bekerjasama dengan zionis yang termasuk Amerika Serikat menekan dan menyerang 

Gerakan Hamas
Solusi potensial yang sangat berpotensi untuk konflik Israel-Palestina itu memerlukan pendekatan yang kompleks dan berkelanjutan. Beberapa potensi solusi melibatkan negosiasi damai, penciptaan negara Palestina yang merdeka, penghentian perluasan pemukiman Israel, serta dialog yang konstruktif antara kedua pihak untuk mencapai kesepakatan bersama. Pemecahan konflik ini memerlukan komitmen kuat dari komunitas internasional dan partisipasi aktif kedua belah pihak.   

Para pemimpin-pemimpin negara islam termasuk Indonesia tentunya tidak tinggal diam mengenai tragedi kemanusiaan yang terjadi di palestina ,Indonesia menganggap agresi yang di lakukan israel atas pelestina merupakan tindakan ekstrimis yang menyangkut perikemanusiaan, pada tahun 2018 yang lalu, Presiden republik Indonesia Joko Widodo sempat mendesak Dewan Keamanan dan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar mengecam keras.  

Tindakan kemanusiaan yang di lakukan israel atas palestina serta keputusan yang di ambil oleh Amerika Serikat (AS) terkait atas rencana pemindahan kedutaan besarnya ke Yerusalem. Keputusan pemindahan ini dianggap melanggar berbagai resolusi dari Dewan Keamanan perserikatan bangsa-bangsa (PPB).  

Begitu juga dengan para pemimpin - pemimpin negara islam sebagai sebagai negara yayng memiliki kesamaan beragama serta asas kemanusiaan para pemimpin - pemimpin negara islam telah mengeluarkan segala macam solusi-solusi yang lebih konkret terhadap tragedy kemanusiaan yang terjadi di Palestina, contohnya seperti negara Arab Saudi yang berupaya menekan Amerika Serikat dan Israel agar dengan segera mengakhiri agresi yang di lakukan oleh israel atas gaza di palestina, Putra Mahkota Mohammed bin Salman, penguasa de facto kerajaan tersebut, telah mengumpulkan para pemimpin Arab dan Muslim untuk memperkuat pesan tersebut.  

Para pemimpin negara-negara yang bergabung dengan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menyerukan gencatan senjata di Gaza serta mendesak keras Israel dan Hamas agar menghentikan baku tembak antara keduanya, para pemimpin negara-negara islam yang termasuk dalam organisasai kerja sama Islam pun juga mendesak Israel agar tidak melancarkan agresi-agresi terhadap palestina segala macam solusi serta Upaya Upaya dalam rangka menghentikan tragedi kemanusiaan yang terjadi di palestina yang di lakukan oleh para pemimpin-pemimpin islam dan  Indonesia itu semua di lakukan agar konflik antara israel-palestina segera selesai.***