HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Lidah Bisa Jadi Menjadi Pengingat? : Ketika Memori Rasa Makanan Menciptakan Kenangan

Atha Rosyada Mahasiswi Semester 1 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Prodi Psikologi Universitas Brawijaya Gambar berbagai jenis makanan. Foto...

Atha Rosyada Mahasiswi Semester 1 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Prodi Psikologi Universitas Brawijaya

Gambar berbagai jenis makanan. Foto: Freepic.com

Lentera24.com - Makanan selalu menjadi hal utama dimanapun kita berada dan apapun situasinya. Kadang memori ini juga akhirnya melahirkan budaya, seperti makan opor saat hari raya, atau kalkun panggang saat natal. Ada momen momen tertentu yang menghubungkan antara rasa di lidah dan diingat oleh otak sebagai sebuah memori yang dihubungkan dengan sebuah peristiwa. Tapi, kalian pernah nggak sih merindukan masakan yang sebenarnya rasanya tidak terlalu enak, tapi itu yang kalian rasakan saat kecil? Atau tidak pernah cocok dengan rasa makanan luar daerah kalian walaupun jenis makananya sama?

Rasa Makanan dan Memori Emosional 

Siapa sih yang nggak pernah kangen rumah saat jauh dari keluarga? Apalagi saat mencium bau makanan kesukaan buatan ibu. Wangi rendang misalnya, bisa langsung bikin teringat momen Lebaran. Atau aroma nasi uduk betawi yang memicu nostalgia masa kecil. 

Menurut psikolog Jean Chambliss, ada hubungan erat antara indera penciuman, memori, dan emosi (Chambliss, 2019). Ketika mencium aroma makanan favorit, otak kita langsung mengenali bau tersebut. Lalu otak memicu ingatan dan perasaan yang dulu dirasakan saat menyantap makanan itu. Misalnya saat mencium harum sup buatan ibu, kita jadi teringat momen menyenangkan saat makan malam bersama keluarga. Saat itu kita merasa hangat, nyaman, dan bahagia. Ingatan perasaan inilah yang membuat kita rindu rumah saat mencium bau masakan ibu. 

Makanan ternyata juga dapat memicu tangi loh, beberapa orang bahkan menangis tersedu saat menyuap hidangan favorit dirinya dan mendiang ibunya. Bagi mereka, rasa dan aroma masakan itu langsung mengingatkan pada kenangan manis bersama sang ibu tercinta. 

Thompson menjelaskan, otak manusia secara alami menghubungkan makanan dengan memori emosional (Thompson, 2021). Koneksi ini sulit dipisahkan meski orang yang dikenang telah tiada. Itu sebabnya, menyantap makanannya lagi bisa memicu perasaan haru dan rindu mendalam. 

Jadi, wajar saja jika kamu mudah merasa sedih atau bahagia saat menyantap makanan favoritmu. Rasa dan aroma dapat menjadi pemicu kenangan masa lalu serta membangkitkan berbagai emosi yang pernah dirasakan. Memori yang diingat otak seperti sebuah perpustakaan besar, kadang ada beberapa buku yang berhubungan. Itulah mengapa kadang kita dapat selalu menghubungkan berbagai rasa senang, sedih, dan takut, bahkan amara saat ada beberapa situasi yang pernah kita alami datang secara bersamaan. 

Neuroscience di Balik Memori Rasa
Lalu bagaimana caranya otak bisa merekam detail rasa makanan yang begitu banyak? 

Menurut penelitian neurolog John Huang, otak manusia menyimpan memori rasa pada area yang disebut insula (Huang, 2022). Bagian ini bertanggung jawab dalam memproses informasi sensorik dan persepsi rasa yang masuk dari lidah.

Setiap kali kita makan, insula mencatat kombinasi rasa manis, asin, asam, pahit, dan umami dari makanan tersebut. 

Informasi ini kemudian tersimpan rapi sebagai memori rasa jangka panjang di area otak lain bernama hippocampus. Itulah sebabnya kita bisa langsung mengenali makanan favorit hanya dari sesuap. Otak kita mengingat persis bagaimana rasa ayam goreng, nasi goreng, atau soto yang pernah kita cicipi bertahun-tahun lalu. 

Yang menarik, ternyata persepsi enak atau tidaknya makanan juga bergantung aktivitas otak lho. Area otak bernama orbitofrontal cortex (OFC) bertugas memproses informasi rasa dari insula dan hippocampus (Thompson, 2023). Dari sana, OFC membandingkannya dengan pengalaman makan sebelumnya yang tersimpan di memori jangka panjang. Jika sesuai ekspektasi dan preferensi lidah kita, maka OFC akan mengirimkan sinyal enak ke otak. 

Sebaliknya jika berbeda, misalnya makan durian untuk pertama kali, maka OFC bisa saja mendeteksi rasa tidak enak meski sebenarnya durian legit. Jadi bisa dibilang, otak yang menentukan enak tidaknya suatu makanan! 

Selain rasa lidah, ternyata perasaan senang atau sedih saat kita makan juga dipengaruhi aktivitas otak lho. Ada bagian otak bernama amigdala yang terpicu tiap kali kita menyantap makanan tertentu. Amigdala bertugas menghubungkan memori rasa dari insula dan hippocampus dengan emosi yang tersimpan di otak, kata Dr Chen (Chen, 2021). Makanya kita bisa tiba-tiba terharu saat makan masakan almarhumah, atau justru merasa bahagia saat menikmati makanan favorit.

Menggunakan Memori Rasa untuk Mengatasi Stres 
Ilustrasi orang tidak nafsu makan. Foto: Freepik.com

Merasa stress dan ingin cepat-cepat melepas penat? Cobalah bernostalgia dengan memanjakan lidah dengan makanan masa kecil favorit. Menurut psikolog Rachel Green, menyantap kembali rasa hotsilog kesukaan atau panganan legendaris lain bisa menenangkan pikiran (Green, 2021). 

Efek menenangkan ini karena otak dan tubuh akan mengenali rasa yang sudah familiar itu. Lalu secara otomatis akan terpicu kenangan indah di masa lalu saat kita menikmatinya. Perasaan nyaman dan bahagia ini bisa melepas stres dan memberi energi positif untuk menjalani rutinitas. 

Tak hanya masakan yang enak saja, otak juga mengenali rasa yang tidak kita sukai namun dengan kenangan kejadian yang indah, jadi kadang yang kita rindukan adalah situasi saat kita menyantap makanan itu dan kenangan yang mengikutinya. 

Misalnya dulu dengan teman-teman setelah bermain sepeda sore kita menyantap bakso gerobak di pojok jalan, bakso itu sebenarnya hanya berasa tepung dan kuah dengan rasa MSG. tapi saat ini kerinduan akan situasi bermain bersama teman dan menyantap bakso itu sudah menjadi 1 memori yang beriringan. Kadang, kita akan merindukan rasa bakso dan kuah itu, walaupun rasanya tidak kita sukai.

Upaya ini dapat membuat kita mengurangi stres, karena memori akan kebahagiaan dapat kita rasakan kembali. Jadi tidak ada salahnya 'membuka pintu waktu' dengan reuni makanan untuk terhibur dan des-tress. 

Nah, dari sini kita menjadi lebih mengerti mengenai bagaimana reaksi otak dalam menciptakan memori rasa, dan apa reaksi individu ketika mengalaminya. Makanan akan selalu menjadi hal yang sangat dekat dengan lidah, dan akan selalu menjadi hal yang kita butuhkan. 

Saat makan, cobalah untuk merasakan tiap rasanya di setiap sendok yang masuk dalam mulut kita. Rasakan perlahan dan nikmati setiap situasi saat kita memakannya. Siapa tau kita tak akan mengalami situasi itu lagi, tapi memori rasa akan selalu dapat mengingatkan kita akan kenangan indah yang kita miliki. ***