HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Membongkar 'Culture Canceling': Dinamika Isu Gender dalam Masyarakat Kontemporer

Riske Mutia Putri, Mahasiswa Semester 5 Prodi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana Lentera24.com...

Riske Mutia Putri, Mahasiswa Semester 5 Prodi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana


Lentera24.com - Dalam dekade terakhir, perdebatan tentang isu gender telah mencapai titik puncaknya di masyarakat kontemporer. Pergerakan seperti #MeToo dan perhatian yang meningkat terhadap ketidaksetaraan gender telah mendorong terbitnya fenomena yang dikenal sebagai 'culture canceling'. Meskipun tujuannya adalah mulia, 'culture canceling' telah memunculkan pertanyaan yang mendalam tentang bagaimana cara yang terbaik untuk mencapai kesetaraan gender. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi dampak positif dan negatif dari 'culture canceling' dalam konteks isu gender.

Salah satu dampak paling signifikan dari 'culture canceling' adalah peningkatan kesadaran publik tentang isu-isu gender. Pelecehan, diskriminasi, dan ketidaksetaraan yang mungkin sebelumnya diabaikan, sekarang menjadi pusat perhatian, memicu diskusi yang mendalam. 
Selain itu, sesungguhnya 'Culture canceling' juga telah mendorong perusahaan, lembaga, dan masyarakat untuk merevisi budaya kerja mereka. Perusahaan lebih memperhatikan pentingnya menciptakan lingkungan yang inklusif, menghargai perbedaan, dan mendukung hak-hak perempuan.

Bahkan, fenomena ini pun telah memberdayakan korban pelecehan dan diskriminasi gender untuk berbicara dan memperjuangkan hak-hak mereka. Mereka tidak lagi terdiam dalam bayang-bayang ketakutan.

Namun, terdapat kekhawatiran bahwa 'culture canceling' ini dapat memicu ketakutan sensor di masyarakat. Beberapa individu mungkin merasa terbebani oleh ketakutan mengucapkan hal yang tidak populer atau melakukan perdebatan kontroversial tentang isu gender.

Terkadang, pendekatan 'culture canceling' dapat mengarah pada pengadilan sosial yang tidak seimbang. Seseorang mungkin dihukum sebelum ada bukti yang kuat atau sebelum proses hukum yang adil terjadi.
Fenomena ini juga menciptakan ketidaksepakatan dalam masyarakat, yang seringkali berakhir dalam pertengkaran yang tidak produktif. Ini dapat menghambat kemampuan kita untuk mencapai perubahan yang positif.

Dalam menghadapi isu gender, 'culture canceling' adalah alat yang kuat dan efektif untuk menyuarakan isu-isu yang selama ini terpinggirkan. Namun, penting untuk menemukan keseimbangan antara memerangi ketidaksetaraan gender dan memastikan bahwa kita masih mempertahankan diskusi yang terbuka, toleransi, dan pemahaman. 

Kesetaraan gender bukanlah tujuan yang dapat dicapai dalam semalam, tetapi dengan pendekatan yang cermat, kita dapat mencapai perubahan positif yang berarti dalam masyarakat kita. Seiring dengan perubahan budaya dan kesadaran yang semakin besar, kita dapat terus memajukan hak-hak perempuan dan menciptakan dunia yang lebih adil dan inklusif.***