M. Ariq Riju Pratama Mahasiswa Semester 4 Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Ar- Raniry Banda Aceh Lentera24.com - Dalam ...
M. Ariq Riju Pratama Mahasiswa Semester 4 Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Ar- Raniry Banda Aceh
Lentera24.com - Dalam rangka memperingati 20 tahun tragedi pelanggaran HAM berat di Aceh Selatan tepatnya di Desa Jambo Keupok pada tanggal 17 Mei tahun 2003 lalu hingga kini belum tuntas akibatnya rakyat Indonesia berpikir ulang apa makna sesungguhnya dari Hak Asasi Manusia dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tragedi yang memakan korban jiwa tersebut dinamakan dengan Tragedi Jambo Keupok. Peristiwa tragedi Jambo Keupok yang berawal dari informasi seseorang informan kepada anggota TNI bahwa desa Jambo Keupok menjadi basis dari Gerakan Aceh Merdeka (GAM), isu tersebut tersebar sekitar tahun 2001-2002. Setelah mendengar kabar tersebut aparat keamanan mengambil tindakan dengan melakukan razia dengan mengelilingi Kampung Kampung yang ada di Kecamatan Bakongan yang diduga sebagai markas GAM.
Disaat proses operasi razia para aparat keamanan melakukan tindakan yang sangat keji mereka melakukan kekerasan kepada penduduk sipil tanpa memandang gender dan usia mereka semua diperintahkan dan dipaksa untuk keluar dari rumah mereka untuk diintrogasi mengenai keberadaan orang orang GAM yang mereka cari.
Disaat proses introgasi para pasukan militer menyiksa para warga yang menjawab tidak tau. Betapa kejinya kelakuan mereka yang seharusnya menjadi pelindung rakyat dari jajahan dan ancaman akan tetapi malah sebaliknya mereka sendirilah yang menjajah menyiksa menjadi ancaman rakyat bahkan merampas harta rakyat ada saat itu.
Akibat dari kekejaman itu, sedikitnya 16 warga sipil meninggal setelah ditembak, disiksa, bahkan dibakar hidup hidup, serta lima orang lainnya juga mengalami kekerasan oleh para anggota militer.
Tragedi Jambu Keupok juga membuat para warga harus mengungsi kemesjid selama 44 hari dikarenakan ketakutan dan trauma dengan kejadian tersebut sungguh ironis pemimpin macam apa yang membuat rakyatnya menderita seperti itu.
Dua hari pasca tragedi Jambo Keupok, Presiden Megawati Soekarnoputri mengeluarkan sebuah Keppres No.28 Tahun 2003 tentang Pernyataan Keadaan Bahaya Dengan Tingkatan Keadaan Darurat Militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pada saat itu Lembaga Lembaga Sipil di Aceh dituduh bersekongkol atau bekerja sama dengan para anggota GAM dan mereka membungkam agar masyarakat sipil tidak menginformasikan situasi Aceh ke dunia luar. Situasi ini sangat jelas bagaimana kebusukan pemimpin kita yang berusaha menindas rakyatnya sendiri. Alih alih melindungi hak rakyat mereka malah merenggut hak rakyat. Meskipun status DM dicabut, Pemerintah masih gagal atau lebih tepatnya pura pura bodoh dalam menangani kasus itu untuk memberikan hukuman dan memberi keadilan bagi korban dan keluarga korban.
Pada 14 Maret 2016, Komnas HAM menyerahkan berkas yang berisikan peristiwa pelanggaran HAM berat kepada Kejaksaan Agung sebagai penyidik untuk mengusut dan menindaklanjuti kasus ini, akan tetapi sampai saat ini kasus tersebut tidak diselesaikan, berkas tragedi Jambo Keupok kembali diserahkan kepada Kejaksaan pada tanggal 8 Maret 2017 namun tetap sama kasus tersebut terkesan seperti di peti Es kan keadaan ini sudah sangat jelas hukum di negara Indonesia ini terkesan tumpul ke atas tajam kebawah, hukuman hanya berlaku kepada rakyat kecil sedangkan keadilan hanya mengacu kepada yang diatas.
Ironisnya Negeri ini pemimpinnya hanya mendengarkan atasan walaupun perintah atasan itu melanggar hak hak asasi manusia dan bahkan melanggar salah satu sila Pancasila yaitu sila ke 5 Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Jika Pemerintahan di Indosesia masih di Pimpin oleh para manusia yang tidak bertanggung jawab maka jangan harap sila ke 5 akan terwujud. ***