Kharisma Intan Mahardhika Semester 2 Program Studi Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Lentera24.com - Indonesia sebagai negara dengan k...
Kharisma Intan Mahardhika Semester 2 Program Studi Kedokteran Hewan Universitas Airlangga
Lentera24.com - Indonesia sebagai negara dengan keanekaragaman hewani memiliki populasi hewan ternak yang besar, salah satunya adalah ternak ruminansia. Keberadaan ternak rumianansia, seperti sapi, tidak dapat dipungkiri menjadi salah satu aspek penting dalam memenuhi sumber makanan sebagai kebutuhan protein. Oleh karena itu, pembenahan biosecurity bidang peternakan menjadi hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah, khususnya dalam hal pencegahan serta penanganan penyakit ternak. Apabila biosecurity masih lemah, maka tidak menutup kemungkinan akan muncul penyakit untuk hewan ternak yang tentunya dapat mengganggu kualitas dan kuantitas produksi yang akan dihasilkan nantinya. Belakangan ini beberapa laporan terkait penyakit pada ruminansia bermunculan kembali, khususnya pada sapi.
Setelah PMK (Penyakit Kuku dan Mulut), terdapat pula wabah yang sedang ramai dipermasalahkan, yakni LSD (Lumpy Skin Disease).
Apa itu LSD?
LSD atau Lumpy Skin Disease merupakan penyakit eksotik yang disebabkan oleh virus LSD dari genus Capripox, famili Poxviridae. LSD Virus atau LSDV merupakan virus dengan virulensi yang tinggi, sehingga dapat menyebar dengan cepat antara satu hewan ke hewan yang lain. Virus LSD sensitif terhadap suhu 55°C selama 2 jam atau 65°C selama 30 menit. Virus ini juga peka terhadap pH basa atau asam, namun stabil pada pH 6,6 hingga pH 8,6 selama 5 hari pada suhu 37°C (OIE, 2017). Induk utama untuk penyakit LSD adalah sapi Bos taurus dan Bos indicus. Spesies lain seperti impala, dan kerbau juga dapat terinfeksi LSDV (Gibbs et al. 2013 ; Sendow et al. 2021). LSD pertama kali ditemukan di Afrika pada tahun 1929 dan menjadi endemis. Penyakit ini kemudian menyebar ke berbagai negara termasuk Timur tengah, Eropa, dan Asia. Keberadaan LSD menjadikan ternak seperti sapi dan kerbau mengalami demam, nafsu makan menurun, hingga tubuh yang kurus dengan tingkat penularan yang cepat (Sendow et al. 2021).
Bagaimana Gejala LSD?
Gejala klinis penyakit LSD pada sapi betina yang dapat dijumpai adalah demam mencapai 41,5°C, nafsu makan menurun, produksi susu menurun, ingusan, konjungtivitis, hipersalivasi, depresi, dan pembengkakan limfoglandula subscapularis dan limfoglandula prefemoral, serta terdapat nodul pada kulit yang berbatas, jelas, dan menonjol dengan diameter 2-5 cm.
Sedangkan pada sapi jantan dapat menyebabkan infertilitas permanen atau sementara (Sendow et al. 2021).
Bagaimana Cara Penularan LSD?
Lumpy skin disease adalah penyakit yang dapat menular ke hewan lain. Penularan mekanis penyakit LSD dapat melalui serangga terbang dengan gigitan. Mekanisme penularan diawali dengan adanya vektor penularan virus arthropoda penghisap darah seperti lalat stable (Stomoxys calcitrans), nyamuk (Aedes aegypti), dan caplak (Rhipicephalus dan Amblyomma). Lalat rumah Musca domestica, juga dapat berperan dalam penularan virus LSD (Sprygin et al. 2019).
Sedangkan penularan LSD secara langsung dapat melalui kontak dengan lesi kulit, namun virus LSD juga diekskresikan melalui darah, leleran hidung dan mata, air liur, semen dan susu. Penularan juga dapat terjadi secara intrauterine. Secara tidak langsung, penularan terjadi melalui peralatan dan perlengkapan yang terkontaminasi virus LSD seperti pakaian kandang, peralatan kandang, dan jarum suntik.
Bagaimana Diagnosa LSD?
Penyakit LSD dapat didiagnosa melalui gejala klinis dan uji laboratorium secara serologis, virologis, biologi molekuler, serta identifikasi virus menggunakan mikroskop elektron. Sampel untuk pengujian LSD yaitu lesi noduler di kulit, swab mulut/saliva, swab hidung, semen, darah dengan antikoagulan EDTA untuk uji deteksi virus, sedangkan serum untuk uji serologi (Sudhakar et al. 2020 ; Sendow et al. 2021). Lesi LSD pada hewan terjangkit. (a) Sapi lokal dengan nodul dan lesi pada kulit di atas wajah dan leher. (b) Sapi lokal dengan nodular skin lession di seluruh tubuh. (c) Kerbau dengan nodul kulit pada tubuh (Koirala et al, 2022).
Bagaimana Cara Penularan LSD?
Lumpy Skin Disease adalah penyakit yang dapat menular ke hewan lain. Penularan mekanis penyakit LSD dapat melalui serangga terbang dengan gigitan. Mekanisme penularan diawali dengan adanya vektor penularan virus arthropoda penghisap darah seperti lalat stable (Stomoxys calcitrans), nyamuk (Aedes aegypti), dan caplak (Rhipicephalus dan Amblyomma). Lalat rumah Musca domestica, juga dapat berperan dalam penularan virus LSD (Sprygin et al. 2019). Sedangkan penularan LSD secara langsung dapat melalui kontak dengan lesi kulit, namun virus LSD juga diekskresikan melalui darah, leleran hidung dan mata, air liur, semen dan susu. Penularan juga dapat terjadi secara intrauterine. Secara tidak langsung, penularan terjadi melalui peralatan dan perlengkapan yang terkontaminasi virus LSD seperti pakaian kandang, peralatan kandang, dan jarum suntik.
Bagaimana Diagnosa LSD?
Penyakit LSD dapat didiagnosa melalui gejala klinis dan uji laboratorium secara serologis, virologis, biologi molekuler, serta identifikasi virus menggunakan mikroskop elektron. Sampel untuk pengujian LSD yaitu lesi noduler di kulit, swab mulut/saliva, swab hidung, semen, darah dengan antikoagulan EDTA untuk uji deteksi virus, sedangkan serum untuk uji serologi (Sudhakar et al. 2020 ; Sendow et al. 2021).
Diagnosis banding LSD di antaranya adalah pseudo-lumpy skin disease yang disebabkan oleh Bovine Herpesvirus-2 dengan gejala klinis yang lebih ringan dan berlangsung lebih singkat dibanding LSD, dermatophilosis, rinderpest, ringworm, gigitan serangga, demodekosis, infestasi Hypoderma bovis, bovine papular stomatitis, urtikaria, cutaneous tuberculosis, dan onchocercosis (BBVET Wates, 2021).
Bagaimana Penanganan LSD?
Apakah Sapi yang Terpapar LSD Layak Dikonsumsi?
Berikut ini adalah beberapa cara penanggulangan yang dapat dilakukan:
1. Vaksinasi
2. Karantina
3. Pengobatan
4. Pengendalian Serangga
Adapun beberapa langkah untuk pencegahan dini LSD yang bisa dilakukan adalah dengan memperkuat biosecurity:
a) Lakukan pembersihan kandang secara rutin pagi sore dan lakukan penyemprotan dengan cairan desinfektan
b) Usahakan kandang kering dan tidak lembab serta kena sinar matahari
c) Kenali secara dini munculnya gejala klinik LSD dengan meraba adanya benjolan di kulit dan segera lapor petugas, agar segera ditangani.
d) Bila sapi sakit segera berikan pakan yang berkualitas dan beri jamu-jamuan herbal lokal.
e) Jangan panik dan lakukan perawatan yang baik agar sapi tidak terus dehidrasi, berikan minum air bersih yang cukup.
f) Sapi sakit LSD bisa disembuhkan.
g) Penyakit LSD ini tidak ZOONOSIS alias tidak menular ke manusia dan dagingnya aman dikonsumsi setelah dilakukan penanganan khusus oleh petugas RPH.
Lumpy Skin Disease merupakan penyakit serius pada hewan ruminansia, khususnya sapi yang harus segera ditangani. Melihat betapa bahayanya dampak yang ditimbulkan oleh Lumpy Skin Disease, maka diperlukannya suatu komitmen dan ikatan yang kuat antar seluruh kalangan pihak. Tidak hanya dari pemerintah dan dokter hewan saja, akan tetapi juga para peternak harus lebih memperkuat biosecurity yang ada demi keamanan dan kesehatan dari ternak itu sendiri. Bersama seluruh lapisan masyarakat, cegah wabah Lumpy Skin Disease demi ternak sehat dan aman dikonsumsi.***