Lentera24.com - Hukum gadai atau rahn adalah suatu bentuk transaksi keuangan yang umumnya digunakan sebagai jaminan untuk mendapatkan pinja...
Lentera24.com - Hukum gadai atau rahn adalah suatu bentuk transaksi keuangan yang umumnya digunakan sebagai jaminan untuk mendapatkan pinjaman. Dalam transaksi ini, seorang pemberi pinjaman memberikan pinjaman kepada seorang peminjam dengan syarat bahwa peminjam memberikan barang berharga sebagai jaminan.
Dalam hukum Islam, gadai atau rahn merupakan salah satu bentuk transaksi yang diizinkan, selama dilakukan dengan syarat-syarat tertentu yang telah ditetapkan. Syarat pertama adalah barang yang dijadikan jaminan harus memiliki nilai atau manfaat yang jelas. Syarat kedua, barang jaminan harus dimiliki secara sah oleh peminjam. Syarat ketiga, barang jaminan harus diserahkan kepada pemberi pinjaman. Syarat keempat, besarnya jumlah pinjaman harus jelas dan disepakati oleh kedua belah pihak.
Dalam hukum Indonesia, gadai diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Gadai dalam hukum Indonesia meliputi gadai konvensional dan gadai syariah. Gadai konvensional diatur dalam Pasal 1150-1189 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), sementara gadai syariah diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Dalam gadai konvensional, barang jaminan bisa berupa barang bergerak maupun tidak bergerak, seperti tanah, bangunan, kendaraan, atau barang elektronik. Sementara dalam gadai syariah, barang jaminan harus bersifat bergerak dan tidak boleh ada unsur riba (bunga).
Dalam transaksi gadai, pemberi pinjaman memiliki hak untuk menjual barang jaminan jika peminjam tidak dapat membayar hutangnya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Namun demikian, pemberi pinjaman harus memberikan pemberitahuan terlebih dahulu kepada peminjam dan memberikan kesempatan bagi peminjam untuk melunasi hutangnya sebelum barang jaminan dijual. Dan dalam prakteknya, transaksi gadai sering digunakan sebagai solusi sementara untuk mengatasi masalah keuangan, seperti membayar biaya rumah sakit atau biaya pendidikan.
Namun, sebelum melakukan transaksi gadai, sangat penting bagi peminjam untuk memahami syarat-syarat yang berlaku dan mempertimbangkan kemampuannya untuk membayar hutang sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Di transaksi gadai, pemberi pinjaman memiliki hak untuk memperoleh keuntungan dari transaksi tersebut, yaitu dalam bentuk bunga atau biaya administrasi. Dalam hal ini, pemberi pinjaman harus memastikan bahwa besarnya bunga atau biaya administrasi yang dikenakan tidak melanggar aturan yang berlaku dan sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati.
Lantas, dalam gadai syariah, konsep keuntungan yang diperoleh pemberi pinjaman berbeda dengan gadai konvensional. Dalam gadai syariah, pemberi pinjaman hanya berhak memperoleh keuntungan dalam bentuk bagian dari keuntungan yang dihasilkan dari penggunaan barang jaminan, bukan dari bunga atau biaya administrasi. Dalam praktiknya, transaksi gadai sering kali menjadi sumber masalah atau konflik antara pemberi pinjaman dan peminjam. Oleh karena itu, sebelum melakukan transaksi gadai, sangat penting bagi peminjam untuk memperhatikan hal-hal berikut:
Mempelajari syarat-syarat yang berlaku dalam transaksi gadai, baik dari sisi hukum Islam maupun hukum positif yang berlaku di Indonesia.
Memastikan barang jaminan memiliki nilai atau manfaat yang jelas dan dimiliki secara sah.
Memperhatikan besarnya jumlah pinjaman dan kemampuan untuk melunasi hutang sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
Memperhatikan besarnya bunga atau biaya administrasi yang dikenakan, serta memastikan tidak melanggar aturan yang berlaku.
Dalam hal terjadi perselisihan atau konflik, pihak yang bersengketa dapat mencari jalan keluar dengan berbagai cara, seperti melalui mediasi atau penyelesaian sengketa melalui jalur hukum yang berlaku. Oleh karena itu, sangat penting bagi peminjam dan pemberi pinjaman untuk memahami hak dan kewajiban masing-masing dalam transaksi gadai.
Rukun gadai atau rahn dalam Islam adalah salah satu bentuk transaksi jaminan yang diizinkan dalam Islam. Dalam rukun gadai, seseorang memberikan barang berharga sebagai jaminan untuk mendapatkan pinjaman uang dari pihak lain. Transaksi rukun gadai ini diatur oleh beberapa rukun yang harus dipenuhi agar transaksi tersebut sah dan sesuai dengan ajaran Islam.
Berikut adalah rukun-rukun gadai atau rahn dalam Islam:
Adanya pihak yang memberikan barang jaminan (rahib). Pihak yang memberikan barang jaminan disebut dengan rahib.
Rahib adalah orang yang memberikan barang berharga sebagai jaminan untuk mendapatkan pinjaman uang. Dalam transaksi gadai, rahib harus memiliki hak kepemilikan yang sah atas barang yang dijadikan jaminan.
Adanya pihak yang menerima barang jaminan (murtahin).
Pihak yang menerima barang jaminan disebut dengan murtahin. Murtahin adalah orang atau lembaga yang memberikan pinjaman uang kepada rahib dengan jaminan barang berharga. Dalam transaksi gadai, murtahin harus memahami nilai barang jaminan dan memastikan bahwa barang tersebut memiliki nilai yang cukup untuk dijadikan jaminan.
Adanya barang jaminan yang memiliki nilai atau manfaat yang jelas
Barang yang dijadikan jaminan harus memiliki nilai atau manfaat yang jelas. Barang tersebut harus diperoleh secara sah oleh rahib dan dapat digunakan atau dijual jika terjadi wanprestasi atau ketidakmampuan untuk melunasi pinjaman.
Adanya perjanjian antara rahib dan murtahin
Perjanjian antara rahib dan murtahin harus disepakati dengan jelas. Perjanjian tersebut harus memuat besarnya jumlah pinjaman, nilai barang jaminan, jangka waktu pinjaman, serta syarat dan ketentuan lain yang harus dipatuhi oleh kedua belah pihak.
Adanya serah terima barang jaminan
Barang jaminan harus diserahkan kepada murtahin. Serah terima barang jaminan ini harus dilakukan dengan cara yang sah dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dalam transaksi gadai atau rahn, rukun-rukun tersebut harus dipenuhi agar transaksi tersebut sah dan sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini penting dilakukan agar transaksi gadai tidak menimbulkan kerugian atau masalah di kemudian hari. Oleh karena itu, sebelum melakukan transaksi gadai, baik sebagai rahib maupun murtahin, sangat penting untuk memahami rukun-rukun gadai dalam Islam.***
Artikel ini ditulis oleh :
Andy Caesar Darma Putra, Chahyani Dwi Febriani, Dela Pramudita Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Prodi Akuntansi Universitas Muhammadiyah Malang.