HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Mei Dan Kenangan Pahitnya

Jasmiadi Mahasiswa Semester 4, Fakultas Syari'ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Ar-Raniy Lentera24.com - Memasuki bulan Mei, kita ...

Jasmiadi Mahasiswa Semester 4, Fakultas Syari'ah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Ar-Raniy

Lentera24.com - Memasuki bulan Mei, kita kembali diingatkan oleh kenangan pahit yang terjadi dimasa lampau. Beberapa peristiwa memilukan terjadi saat itu, Aceh sebagai salah satu Provinsi dari negara Indonesia menyimpan banyak kenangan kelam dalam sejarah Aceh. Ketika Pemerintah Indonesia menjadikan Aceh sebagai Daerah Operasi Militer (DOM), pada tanggal 19 Mei 2003, Presiden Megawati Soekarno Putri mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) no 28 tahun 2003 tentang pemberlakuan daerah operasi militer (DOM) di Aceh. Selama operasi itu banyak peristiwa pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan oleh oknum aparat keamanan yang menimpa warga sipil yang tidak bersalah. Salah satunya adalah peristiwa Jamboe Keupok.
Peristiwa Jamboe Keupok terjadi di salah satu Kabupaten tepatnya Aceh Selatan, tragedi yang terjadi pada tanggal 17 Mei 2003. Peristiwa ini berawal dari seorang informan anggota TNI bahwa Desa Jamboe Keupok menjadi basis Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Isu tersebut tersebar sekitar tahun 2001-2002. Begitu mendengar kabar tersebut, aparat keamanan segera mengambil tindakan mereka melakukan razia dan menyisir kampung-kampung yang ada di kecamatan bakongan. Dalam proses operasi tersebut, aparat keamanan melakukan tindak kekerasan terhadap penduduk sipil, seperti penyiksaan, penembakan, serta pembunuhan. Para korban tidak hanya lelaki tetapi juga perempuan dan anak-anak selain itu warga juga banyak kehilangan harta bendanya.
Kini sudah 20 tahun setelah kejadian tragedi kemanusiaan yang menimpa Aceh yang telah merenggut kebahagiaan, ketenangan, kedamaian warganya akibat kekejaman orang-orang yang bahkan tidak pantas disebut sebagai manusia. Duka atas tragedi tersebut masih terasa hingga kini, kesedihan dan kekecewaan yang dirasakan tak akan pernah sembuh dan hilang dari ingatan mereka. Dan hanya akan menjadi trauma dan kenangan paling memilukan bagi mereka yang telah kehilangan orang –orang yang dicintai akibat ulah mereka yang tak bertanggung jawab. Sementara, proses hukum terhadap para pelaku belum juga dilakukan. Lalu, apakah keadilan telah mereka dapatkan atas kekecewaan yang telah dirasakan? Apakah pelakunya telah dihukum seadil-adilnya?
Keadilan seolah-olah tidak berlaku bagi mereka yang kita anggap sebagai penghianat bangsa, dan parahnya lagi para pelaku tidak diadili sebagai penjahat tetapi malah dibebaskan dari hukuman yang mereka perbuat. Seharusnya undang-undang perlindungan hak asasi manusia (HAM) bisa menjadikan landasan hukum yang kokoh dan mengesampingkan kepentingan politik dan mengutamakan proses penegakan hukum untuk mengadili pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dengan seadil-adilnya.
Walaupun sekarang peristiwa tersebut sudah mendapatkan pengakuan dari pemerintah indonesia sebagai salah satu pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang berat oleh aparat keamanan, bahkan untuk menyelesaikan pelanggaran HAM yang berat yeng terjadi di masa lalu, seperti peristiwa Jamboe Keupok, yang kemudian Presiden Joko Widodo mengeluarkan regulasi keputusan keppres no 17 tahun 2022 tengtang pembentukan tim penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia (HAM) non-yudisia (PPHAM). Dengan dikeluarkan peraturan Keppres tersebut semoga permasalahan pelanggaran hak asasi manusia yang ada di indonesia ini bisa di selesaikan dan diadili dengan seadil-adilnya. ***