HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Balutan Darah Yang Kering Dalam Ingatan ‘’Tragedi Jambo Keupok’’

Fiana Yuristi, smster 6, fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh  Lentera24.com - Suasana pagi yang damai ...

Fiana Yuristi, smster 6, fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh 


Lentera24.com - Suasana pagi yang damai berubah mencekam di Desa Jambo Keupok, Kecamatan Bakongan, Kabupaten Aceh Selatan, terjadi peristiwa tragedi Kemanusiaan pada Sabtu 17 Mei 2003 telah menjadi saksi bisu, yang begitu menakutkan, suara tembakan dari keganasan tentara pada hari itu. 

Pemaksaan terhadap warga Jambo Keupok yang dilakukan oleh puluhan tentara bersenjata lengkap memaksa warga keluar dari rumahnya. Kekerasan dan penyiksaan itu dilakukan bukan hanya kepada laki-laki maupun perempuan dewasa saja tetapi juga dirasakan oleh anak-anak, mereka dikumpulkan di depan rumah untuk diinterogasi sembari menerima perlakuan keji dari puluhan terntara itu. Mereka dipukul dan diminta paksa untuk mengakui bahwa dirinya itu merupakan anggota dari Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Awal mula kedatangan tentara ini karena adanya laporan terkait dugaan aktivitas kelompok GAM di desa tersebut. Pagi itu, di tengah interogasi berlanjut terdengar suara tembakan yang dilayangkan ke arah warga. Cucuran darah membasahi tubuh, mewarnai tanah desa itu, jeritan ketakutan yang dirasakan warga pagi itu tidak menjadi pagar berhentinya suatu kejahatan. 

Penduduk sipil yang menjadi korban penyiksaan akibat operasi yang dilakukan aparat negara itu tercatat kurang lebih 21 orang diantaranya 12 orang penduduk sipil meninggal akibat akibat disiksa dengan cara ditendang dan dipukul dengan popor senjata dan akhirnya dibakar hidup-hidup, 4 orang lainnya mengalami hal yang sama dan berakhir meninggal ditembak, serta 5 orang juga turut mengalami kekerasan oleh TNI. 

Selain itu, 28 penduduk sipil juga menjadi korban penganiayaan dalam peristiwa itu prajurit TNI juga disebut melakukan kejahatan terhadap sejumlah perempuan dengan menghajar mereka bahkan satu diantaranya dipukuli di bagian belakang kepala dengan popor senjata sehingga ia tidak mampu menelan makanan selama kurang lebih tiga hari. 

Setelah kejadian tersebut seluruh warga yang ada di Desa Jambo Keupok memilih mengungsi ke sebuah masjid untuk mendapatkan rasa aman dan ketenangan.

Pasca tragedi, ditengah malam 19 Mei 2003 dua hari setelah kejadian Jambo Keupok, Presiden Megawati Soekarnoputri menandatangani Keppres Nomor 28 Tahun 2003 tentang Pernyataan Keadaan Bahaya dengan Tingkatan Keadaan Darurat Militer di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Setelah Keppres ditekan, Menteri Koordinator, Politik, Hukum dan Keamanan, Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan secara resmi status Darurat Militer di Aceh pada Media-media di seluruh Indonesia. Tindakan yang dilakukan presiden saat itu bentuk perlindungan akan kejahatan yang terjadi di Jambo Keupok seakan-akan peristiwa tersebut tidak pernah terjadi dan tidak pernah terdengar di telinganya.

Rasa sakit yang dirasakan warga Jambo Keupok bukan hanya luka dikulit tetapi luka di hati, pemerintah sengaja memberikan robekan luka yang lebar kepada korban dan keluarga karena tidak mendapat keadilan dan tidak merasakan perlindungan. Ironisnya penghukuman kepada pelaku  kejahatan malah sebaliknya mereka mendapat zirah pelindung diri, tembok pengaman yang tinggi dari sentuhan penghakiman. 

Salah satu bentuk pelanggaran HAM berat yang pernah terjadi di Aceh yang sampai saat ini, 20 tahun lamanya pemerintah masih gagal memberikan hukuman bagi pelaku, keadilan bagi para korban dan keluarganya hanya nyanyian politik saja. Jeritan mereka masih terdengar jelas hingga hari ini, tangis yang tak henti masih terus membasahi wajah serta baju mereka, Pemerintah yang dianggap sebagai “tali” penghubung yang bisa menarik mereka menuju sebuah ruang pengadilan ternyata malah menaruh ribuan tancapan besi panas yang tajam ketubuh keluarga korban.

Sikap pemerintah yang menutup mata serta telinganya membuat seluruh manusia yang mengetahui kejadian tersebut dihantui hitamnya ingatan dan rasa sakit yang mendalam, balutan kejahatan yang dibungkus rapi oleh pemerintah saat itu sangat tidak manusiawi sangat tidak adil mengaburkan kejahatan dengan kejahatan. ***