HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Alternatif Penyelesaian Sangketa Dalam Sangketa Bisnis Di Indonesia

Adisa Febriyanti Semester 2 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang  Lentera24.com - Dalam dunia bisnis menjadi seolah-...

Adisa Febriyanti Semester 2 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang 

Lentera24.com - Dalam dunia bisnis menjadi seolah-olah tanpa batas (borderless), orang bisa berusaha dan bekerja di manapun tanpa ada halangan, yang penting dapat menghadapi lawannya dengan kompetitif. Suatu hal yang sering dihadapi dalam situasi semacam ini adalah timbulnya sengketa atau perselisihan. Sengketa merupakan suatu hal yang suda menjadi bagian dari kehidupan manusia. Oleh karena itu, sengketa tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. 

Kata sengketa sering ditemukan dalam kehidupan sehari. Istilah ini berasal dari bahasa Inggris, conflict dan dispute, yang berarti pertentangan atau perselisihan. Keduanya mengandung pengertian tentang adanya perbedaan kepentingan diantara kedua pihak atau lebih, tapi keduanya juga dapat dibedakan. Pada umumnya, sengketa akan terjadi dimana saja sepanjang terjadi interaksi antara sesama manusia, baik individu maupun kelompok tertentu yang perlu diketahui bahwa konflik merupakan sesuatu yang idak baik dan merupakan suatu gangguan. 

Suatu konflik merupakan suatu indikasi yang salah atau bahwa ada sesuatu yang perlu ditentukan sehingga konflik menciptakan konsekuensi yang merusak dapat berakibat luas. Hukum bisnis merupakan suatu perangkat kaidah hukum (termasuk law enforcement) yang mengatur tentang cara-cara pelaksanaan urusan atau kegiatan dagang, atau keuangan yang dihubungkan dengan produksi atau pertukaran barang atau jasa dengan menempatkan uang dari para entrepreneur dalam risiko tertentu dengan usaha tertentu dengan motif (dari entrepreneur tersebut) adalah untuk mendapatkan keuntungan tertentu.
Dampak Sosial Omnibus Law Cipta Kerja Perspektif Sosiologi Hukum Jurnal Kepastian Hukum Dan Keadilan, Vol. 3 No.1, Desember 2021 27 suatu indikasi yang salah atau bahwa ada sesuatu yang perlu ditentukan sehingga konflik menciptakan konsekuensi yang merusak dapat berakibat luas. 

Hukum bisnis merupakan suatu perangkat kaidah hukum (termasuk law enforcement) yang mengatur tentang cara-cara pelaksanaan urusan atau kegiatan dagang, industri atau keuangan yang dihubungkan dengan produksi atau pertukaran barang atau jasa dengan menempatkan uang dari para entrepreneur dalam risiko tertentu dengan usaha tertentu dengan motif (dari entrepreneur tersebut) adalah untuk mendapatkan keuntungan tertentu. 

Istilah hukum bisnis tersebut lebih luas ruang lingkupnya dan tetap cocok dengan keadaan kekinian, baik dalam hal konsep, kenyataan di lapangan ataupun praktik, dari pada beberapa istilah lainnya yang cenderung memiliki pengertian yang serupa, yaitu seperti istilah hukum dagang, hukum perniagaan, dan hukum ekonomi. 

Dalam hubungan bisnis terjadinya sengketa seringkali tidak dapat dihindarkan. Kendati kontrak yang mendasari hubungan tersebut telah dipersiapkan secara cermat, namun dalam pelaksanaan hak dan kewajiban masing-masing pihak seringkali tidak sejalan satu dengan lainnya. Sengketa muncul manakala salah satu pihak atau kedua pihak melakukan wanprestasi, dalam arti sama sekali tidak memenuhi prestasi, tidak tunai memenuhi prestasi, terlambat dalam memenuhi prestasi, atau salah memenuhi prestasi. Dalam proses litigasi menempatkan para pihak saling berlawanan satu-sama lain, selain itu penyelesaian sengketa secara litigasi merupakan sarana akhir (ultimum remidium) setelah alternatif penyelesaian sengketa lain tidak membuahkan hasil. Sehubungan dengan hal di atas, maka perlu ada sistem penyelesaian sengketa yang efisien, efektif, dan cepat, sehingga dalam menghadapi liberasi perdagangan terdapat lembaga yang dapat diterima dunia bisnis dan memiliki kemampuan sistem untuk menyelesaikan sengketa dengan cepat dan biaya murah. Disamping penyelesaian sengketa secara itigasi, dalam praktik terdapat alternatif penyelesaian sengketa (alternative disputes resolution), yaitu arbitrase. 

Penyelesaian dengan arbitrase biasanya lebih menarik para pengusaha, pedagang, dan investor sebab arbitrase memberikan kebebasan dan otonomi yang sangat luas kepada mereka. Sebab lain mengapa arbitrase umum dipakai apabila terjadi sengketa, dengan alasan karena lebih cepat, murah, dan sederhana dibandingkan dengan berperkara di pengadilan biasa yang memakan waktu lebih lama. Alternatif penyelesaian sengketa dengan arbitrase dianggap sebagai mekanisme paling tepat untuk menyelesaikan berbagai bentuk sengketa, dan sebagai membantu proses penyelesaian sengketa agar lebih mudah dan sederhana. Untuk menjamin kesuksesan pelaksanaan mekanisme Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS), prasyarat yang berupa faktor-faktor kunci kesuksesaan (key success factors) harus diketahui. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah:

1. Sangketa masih dalam batas wajar

Konflik diantara para pihak masih moderate, artinya permusuhan masih dalam batas yang bisa ditoleransi. Ukuran wajar atau moderate sangat relatif. Misalnya, jika kedua belah pihak tidak mau bertemu, berarti permusuhan di natara mereka sangat parah.mJika sengketa sudah sangat parah, harapan untuk mendapatkan hasil win±win solution (dengan menggunakan APS) sulit atau tidak mngkin tercapai. Dengan demikian, merekalebih menyukai penyelesaian dengan hasil win lose solution (melalui arbitrase atau pengadilan). Dalam kondisi demikian, penyelesaian melalui APS mungkin tidak mampu memberikan kontrol perlindungan serta pengaruh yang cukup untuk menghasilkankeputusan yang konstruktif.

2. Komitmen para pihak

Para pihak, pengusaha, atau pelaku bisnis yang bersengketa memang bertekad menyelesaikan sengketa melalui APS, dan mereka menerima tanggungjawab atas keputusan mereka sendiri serta menerima legitimasi dari APS. Semakin besar komitmen dan penerimaan atas proses tersebut dari para pihak, semakin besar kemampuan para pihak akan memberikan respone positif terhadap penyelesaian melalui APS.

3. Keberlanjutan hubungan 
Penyelesaian melalui APS selalu menginginkan hasil win ± win solution. Dengan demikian, harus ada keinginan dari para pihak untuk mempertahankan hubungan baik mereka. Misalnya, dua pengusaha yang bersengketa, seorang dariIndonesia dan seorang dari Jepang, ingin tetap melanjutkan hubungan usahanya setelah sengketa mereka berakhir. Dengan mempertimbangkan kepentingan di masa depan, hal itu mendorong mereka untuk tidak memikirkan hasilnya tetapi juga cara mencapainya.

4. Keseimbangan posisi tawar menawar

Para pihak harus memiliki keseimbangan dalam tawar menawar. Meskipun hal itukadang sulit dijumpai, khususnya jika sengketa melibatkan pengusaha multinasional dan pengusaha lokaL, dimanahampir semua sumber daya dikuasai oleh pengusaha multinasional. Namun demikian, perbedaan tersebut tidak seharusnya mempengaruhi posisi tawar menawar, artinya salah satu pihak harus tidak mendikte atau bahkan mengintimiasi agar sebuah penyelesaian disetujui.
 
Dari beberapa factor-faktor penyelesaian sangketa bisnis diatas, sengketa bisnis adalah sengketa yang timbul diantara para pihak-pihak yang terlibat dalam berbagai macam kegiatan bisnis atau perdagangan, termasuk didalamnya unsur-unsur yang lebih luas, seperti pekerjaan, profesi, penghasilan, mata pencaharian, dan keuntungan. ADR (Alternative Dispute Resolution) merupakan suatu mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dianggap lebih efektif, efisien, cepat dan biaya murah serta menguntungkan kedua belah pihak (win-win solution) yang berperkara. Urgensi penyelesaian sengketa bisnis di luar pengadilan ditandai oleh kecenderungan masyarakat kalangan bisnis mendayagunakan penyelesaian sengketa tersebut, yang dilandasi oleh beberapa faktor yang menempatkannya dengan berbagai keunggulan, antara lain faktor ekonomis, faktor budaya hukum, faktor luasnya ruang lingkup permasalahan yang dapat di bahas, faktor pembinaan hubungan baik para pihak dan faktor proses.
 
Oleh karena itu kiranya perlu diatur adanya sanksi sebagai penekan pendayagunaan mediasi. Barang kali perludi contoh sistem peradilan atau praktek mediasi pengadilan dari negara lain yang sudah mapan kelembagaannya, yang memberikan sanksi berupa putusan jika hakim tidak memberikan kesempatan para pihak untuk menempuh mekanisme mediasi. Melakukan koreksi secara terus menerus atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 yang mengatur tentang Arbitrase dan Alternative Penyelesaian Sengketa karena dalam Undang-Undang tersebut tidak memberikan pengertian yang jelas tentang berbagai bentuk penyelesaian sengketa termasuk tentang mediasi, kecuali Arbitrase. Bahkan proses atau mekanisme masing-masing bentuk lembaganya juga tidak diatur.***