Suci Anggina Mahasiswi Semester 2 Fakultas Ilmu Komunikasi Prodi Manajemen Komunikasi Universitas Padjadjaran Lentera24.com - Dalam menghad...
Suci Anggina Mahasiswi Semester 2 Fakultas Ilmu Komunikasi Prodi Manajemen Komunikasi Universitas Padjadjaran
Lentera24.com - Dalam menghadapi tantangan normalisasi LGBTQ+ yang semakin meluas, umat Islam dihadapkan pada dilema moral yang kompleks. Sebagai individu yang berpegang teguh pada ajaran agama Islam, kita perlu memahami asal-usul moralitas seksual dalam Islam serta melihat bagaimana tantangan budaya dan pengaruh gerakan LGBTQ+ dapat mempengaruhi umat Muslim.
Dalam Islam, larangan homoseksual bersifat eksplisit dan berkaitan erat dengan etika normatif hubungan seksual yang tidak terpisahkan dari keimanan kepada Allah. Hal ini jelas terlihat dalam Surat Adz-Dzariyat ayat 56 dan surat Al-Ahzab ayat 33. Ajaran Islam menekankan bahwa hubungan seksual hanya boleh terjadi antara suami dan istri, dalam ikatan pernikahan yang sah. Konsep moralitas dalam Islam bersumber dari Allah, Tuhan Semesta
Alam, dan menjadi landasan bagi umat Muslim dalam menjalani kehidupan mereka.
Dalam menghadapi tantangan normalisasi LGBTQ+, umat Islam tidak bisa hanya sekadar menyatakan ketidaksetujuan dan keharamannya. Situasi politik dan kampanye besar-besaran untuk menormalisasi LGBTQ+ memaksa umat Islam untuk memutakhirkan penyampaian wacana yang melawan kampanye tersebut. Namun, dalam melakukannya, umat Islam perlu menjaga kearifan dan menghindari sikap intoleransi atau kebencian terhadap individu yang terlibat dalam perilaku homoseksual.
Pengaruh gerakan LGBTQ+ juga dapat dirasakan dalam masyarakat Muslim. Pertumbuhan signifikan produk kebudayaan yang mengangkat tema LGBTQ+ telah mempengaruhi generasi muda Muslim, terutama dalam hal Identitas gender dan dorongan untuk menyukai sesama jenis. Penting bagi umat Islam untuk memberikan dukungan dan pemahaman kepada generasi muda, menjaga kesehatan mental mereka, serta mengingatkan akan nilai-nilai Islam yang tetap menjadi pijakan moral dalam kehidupan mereka.
Akar masalah yang menjadi latar belakang normalisasi LGBTQ+ adalah revolusi seksual yang berkembang pada tahun 1960-an. Revolusi ini melahirkan penolakan terhadap moralitas agama Kristen dan mengadopsi pandangan hidup materialisme, empirisisme, dan rasionalisme. Dalam Islam, seksualitas dianggap sebagai anugerah Tuhan yang perlu diatur dengan aturan-aturan yang ditetapkan-Nya, seperti menikah sebagai wadah untuk menyalurkan hasrat seksual.
Dalam menghadapi tantangan ini, umat Islam perlu memahami konsep-konsep pengganti yang diajukan oleh gerakan LGBTQ+.
Kebebasan, otonomi individual, keotentikan diri, dan kesepakatan (consent) adalah beberapa konsep yang sering dipromosikan namun, sebagai muslim, kita menyadari bahwa otonomi radikal dan penghambaan pada hawa nafsu bertentangan dengan status kita sebagai hamba Allah. Islam mengajarkan kita untuk mengatur dan meregulasi hawa nafsu agar sesuai dengan tuntunan-Nya.
Strategi marketing yang digunakan oleh gerakan LGBTQ+ perlu diwaspadai. Mereka menggunakan kampanye yang berfokus pada persamaan hak, toleransi, dan inklusivitas sebagai upaya untuk mendapatkan dukungan masyarakat. Namun, umat Islam perlu menyadari bahwa tidak semua bentuk persamaan hak dan toleransi sesuai dengan prinsip-prinsip agama Islam.
Sebagai muslim, kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga integritas ajaran agama dan nilai-nilai Islam yang mengatur kehidupan kita. Hal ini tidak berarti kita harus memusuhi atau merendahkan individu yang memiliki orientasi seksual yang berbeda, tetapi kita perlu tetap teguh dalam keyakinan kita bahwa hubungan homoseksual adalah bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Penting bagi umat Islam untuk menjalin dialog dan berkomunikasi dengan masyarakat dalam upaya menjelaskan keyakinan kita tanpa mengadopsi sikap intoleransi atau kebencian. Kita perlu mengedepankan pendekatan yang lembut dan empatik, dengan menunjukkan bahwa kepercayaan kita didasarkan pada keyakinan yang kuat dan bukan pada prasangka atau diskriminasi.
Selain itu, dalam menghadapi tantangan normalisasi LGBTQ+, penting bagi umat Islam untuk menguatkan identitas agama dan kekeluargaan. Keluarga merupakan institusi yang penting dalam Islam, dan peran orang tua sangatlah vital dalam membentuk nilai-nilai Islam pada generasi muda. Melalui pendidikan yang tepat, kita dapat membantu anak-anak dan remaja Muslim untuk memahami dan menghargai ajaran agama, serta melihat betapa pentingnya menjaga kesucian hubungan seksual dalam batasan pernikahan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa menghadapi tantangan normalisasi LGBTQ+ dalam masyarakat modern adalah tugas yang kompleks. Namun, sebagai umat Islam, kita memiliki landasan moral yang kokoh dalam ajaran agama Islam. Dalam menghadapinya kita perlu mempertahankan nilai-nilai Islam, memperkuat identitas agama, dan berkomunikasi dengan bijak dan empatik kepada masyarakat. Dengan melakukan hal ini, kita dapat menjaga integritas ajaran agama dan mempertahankan nilai-nilai Islam dalam menghadapi tantangan yang ada.***