Safiruddin Jailani Mahasiswa Semester II Prodi Komunikasi Dan Penyiaran Islam Universitas Pesantren Kh. Abdul Chalim, Mojokerto *Ciptakan P...
Safiruddin Jailani Mahasiswa Semester II Prodi Komunikasi Dan Penyiaran Islam Universitas Pesantren Kh. Abdul Chalim, Mojokerto
*Ciptakan Pemilu Yang Amanah Maka Lahirlah Pemimpin Bijaksana*
Lentera24.com - Salam Demokrasi~ Semakin ramai di perbincangkan dinamika politik menuju Pemilu serentak 2024, dengan berbagai aksi-reaksi yang terjadi di antara kekuatan yang akan memasuki lorong pertempuran.
Jika kita membaca situasi saat ini, berbagai kekuatan mulai terkonsolidasi. Beberapa bulan ke depan dan awal tahun yang akan datang akan menjadi fase tersibuk Parpol, karna harus bersiap dengan berbagai tahapan, mulai dari pemilu legeslatif juga harus intens membangun komunikasi lintas politik, guna mengusung kekuatan sebagai kandidat terkuat pada pemilu 2024.
Kefatalan dalam memposisikan diri dan membuat keputusan sangat berdampak pada peta kekuasaan mereka di masa mendatang.
Berdasarkan Pancasila dan UU RI 1945 “Pemilu adalah sarana bagi rakyat untuk memilih, menyatakan pendapat melalui suara, berpartisipasi sebagai bagian penting dari negara sehingga turut serta dalam menentukan Haluan negara.
Negara Republik Indonesia sangat menjunjung tinggi hak-hak warga negara Indonesia. Berdasarkan Hak-hak tersebut masyarakat memiliki peran penting dalam menentukan masa depan bangsa dan negaranya, salah menaiki anak tangga maka akan jatuh dan terluka, akan tetapi dalam hal ini masyarakat juga tidak boleh golput, sebab hal itu dapat memberikan ruang bagi calon pemimpin yang tidak kredibel, memberikan peluang bagi mereka yang tidak kompeten untuk memenangkan sebuah pertarungan, Gerakan golput sama bahayanya dengan politik uang, maka hindari golput dan tolak politik uang.
Syaikhul Yusuf Qardhawi seorang cendekiawan muslim mengungkapkan setidaknya ada tiga cara dalam mempertimbangkan pilihan di antaranya:
Jika semuanya baik, maka pilihlah yang paling banyak kebaikannya.
Jika ada yang baik dan yang buruk, maka pilihlah yang baik. Jika semuanya buruk, maka pilihlah yang paling sedikit keburukannya.
Berdasarkan PKPU (Peraturan Komisi Pemilihan Umum) bertuliskan prinsip dalam pemilu di antaranya mandiri, jujur, adil, kepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional,, profesional, akuntabel, efektif, dan efesiensi.
Pada saat ini kita sulit menemukan orang-orang yang memiliki jiwa yang Amanah, sehingga ada pendapat yang mengatakan bahwa dunia telah tua, sehingga seolah-olah ia tak mampu lagi melahirkan pemimpin-pemimpin besar (great leader). Kenyataan semacam ini pernah di kritisi oleh pakar teori kepemimpinan dari Londen, Jereime Kubicek, melalui bukunya yang kontroversial berjudul “leadership is dead” (Kepemimpinan Telah Mati, 2011) ia menyatakan bahwa pemimpin saat ini lebih banyak menuntut (getting) dari pada memberi (giving), lebih banyak menikmati ketimbang melayani, dan lebih banyak mengumbar janji, dari pada memberi bukti. Dan ini sangat bertentangan dengan hakikat kepemimpinan itu sendiri.
Kita Yang Salah Pilih Atau Mereka Yang Tidak Amanah.
Pada saat memasuki masa-masa pemilu seperti saat ini, beragam elite politik berlomba-lomba untuk mendapatkan perhatian dan simpati masyarakat dengan berbagai cara yang mereka lakukan, tak pandang haram ataukah halal, dengan janji manis yang mereka tawarkan dengan dalih membawa kesejahteraan. masyarakat menjadi sasaran dan kaum intelektual menjadi kekuatan demi sebuah pertarungan. Black politik yang sangat menghawatirkan karna memiliki tendensi merugikan bangsa dalam sistem demokrasi Indonesia. Salah satunya dengan politik uang yang memiliki potensi jikalau sudah memenangkan suara akan ada upaya untuk mengembalikan modal yang di keluarkan sebelumnya. Hal semacam itu dapat menjurus pada tindakan korupsi dan penyelewengan terhadap hak-hak asasi manusia.
Untuk melahirkan pemilu yang sesuai dengan prinsip PKPU tentu dibutuhkan pemahaman masyarakat akan bahaya-Nya black politik. Recep Toyyib Erdogan berpendapat bahwa “Jika orang baik tidak ikut terjun ke politik, maka para penjahatlah yang akan mengisinya” Sebagai masyarakat yang cerdas kita harus menilai calon manakah yang sekiranya mampu dan mau mendengarkan aspirasi masyarakat agar pembangunan dan kesejahteraan berjalan sesuai dengan apa yang selama ini kita harapkan. Dan jangan mimilih calon yang hanya mementingkan diri mereka sendiri dan kelompoknya dan melupakan janji-janji yang mereka ucapkan dalam masa kampanye.
Pemimpin Adalah Cerminan Rakyat
Sebagai warga negara sering kali kita menuntut para pemimpin agar menjadi pemimpin yang Amanah, jujur, adil, bijaksana, membela kepentingan rakyat bertaqwa dan berbagai tuntutan lainnya. Namun pernahkah kita berpikir sebaliknya, jika kita menuntut para pejabat atau pemimpin negara untuk menjadi baik maka kita harus menerapkan sistem keseimbangan yang dalam artian kita harus baik juga.
Karena ketika masyarakat memperbaiki diri, Istiqomah di jalan Allah Swt. Maka Allah akan memperbaiki mereka dengan cara menghadirkan di tengah-tengah mereka pemimpin yang Amanah, adil jujur dan bijaksana yang betul-betul memperjuangkan hak asasi manusia, sebagai ganjaran atas kebaikan yang mereka lakukan. Sebaliknya ketika mereka berbuat kezaliman maka Allah akan menghadirkan di tengah-tengah mereka pemimpin yang zalim pula kepada mereka. Sebagai hukuman atas apa yang mereka lakukan.
Yang menjadi harapan kita bersama, siapapun yang terpilih adalah orang yang betul-betul Amanah yang memiliki jiwa negarawan bukan sekedar politis, sebagaimana yang di ungkapkan oleh penulis sekaligus pakar teologi asal Amerika James freeman Clarke (1810-1888) bahwa “Seorang negarawan lebih berpikir tentang bagaimana Nasib generasi yang akan datang, sedangkan politisi hanya berpikir bagaimana memenangkan pemilu yang akan datang.
Sesungguhnya Islam menganjurkan bagaimana berpikir tentang pentingnya jam’iyah (kebersamaan/persatuan) bukan pentingnya jama’ah (Kelompok) saja. Di sampaikan oleh imam Al-Mawardi, Tujuan politik dalam Islam adalah untuk menjaga kemurnian agama, mengatur dunia untuk kemaslahatan dan kesejahteraan umat. Bukan politik dan perbedaan yang membawa pada jurang perpecahan.
Hal sesungguhnya yang kita harapkan bersama adalah semoga pemilu di tahun 2024 dan tahun-tahun yang akan datang, jangan sampai memicu adanya perpecahan dan rusaknya tatanan persatuan dan persatuan di tengah-tengah masyarakat sebagaimana yang tercantum dalam Ideologi bangsa dan UUD 1945. Sebagai masyarakat yang memiliki hak suara penuh dalam pemilu, tentu kita harus bersikap demokratis jujur dan adil dan tidak menukarkan hak pilih kita dengan uang semata. Karna pemimpin adalah cerminan dari rakyatnya. ***