HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Stop Thrifting! Mari Kembangkan Produk Lokal

Rachma Hikmaya Mahasiswi Semester 2 Prodi Statistika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Lentera24.com - Aktivitas membeli p...

Rachma Hikmaya Mahasiswi Semester 2 Prodi Statistika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga

Lentera24.com - Aktivitas membeli pakaian bekas impor atau thrifting kini menjadi tren di Indonesia. Lapak pakaian bekas impor atau yang lebih dikenal dengan istilah thrift shop juga kian menjamur. Di semua platform toko online, dapat ditemukan penjualan pakaian-pakaian thrift dengan harga yang sangat murah. Harga murah, kualitas baik dan bermerek menjadi daya tarik masyarakat dalam memburu pakaian thrift. Namun sayangnya, aktivitas yang tengah digandrungi masyarakat ini dilarang oleh pemerintah. 

Saat ini, pemerintah tengah gencar menggalakkan larangan impor pakaian bekas. Larangan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 40 Tahun 2022 tentang perubahan Permendag Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Pada pasal 2 ayat 3 disebutkan bahwa barang dilarang impor, antara lain kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas.   

Kebijakan larangan ini diberlakukan untuk melindungi para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dan industri tekstil lokal. Pasalnya, pakaian bekas impor lebih diminati oleh masyarakat karena dinilai lebih murah dan berkualitas. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pada tahun 2022, volume impor pakaian bekas Indonesia mencapai 26,22 ton dengan nilai US$272.146 atau sekitar Rp4,21 miliar. Jumlah tersebut meningkat 230,4% dari tahun sebelumnya yang mencapai 7,94 ton dengan nilai US$44.136. Angka tersebut menunjukkan bahwa pakaian bekas impor berhasil menguasai pasar Indonesia sehingga dapat mengancam keberlangsungan UMKM dan industri tekstil lokal.

Namun, pemberlakuan kebijakan larangan impor pakaian bekas ini akan berdampak pada perekonomian para pedagang pakaian bekas impor serta pada pemenuhan kebutuhan pakaian bagi masyarakat menengah ke bawah. Untuk itu, diperlukan sebuah win-win solution dalam pelaksanaan kebijakan ini, yakni dengan menciptakan produk pakaian dalam negeri dengan kualitas yang lebih baik dan harga yang lebih terjangkau. Para pedagang pakaian bekas impor dapat beralih untuk memasarkan produk lokal. Dengan demikian, UMKM dan industri tekstil lokal akan semakin berkembang dan kebutuhan pakaian bagi masyarakat menengah ke bawah dapat dipenuhi dengan produk lokal. ***