HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Peran LPKA Pangkalpinang Terhadap Pidana yang Menyeret Anak di Bawah Umur

Istamar Satrio Wibowo Roni (Foto : Ist) Kedudukan anak menurut kacamata hukum sebagai subyek hukum ditentukan dari sistem hukum sebagai oran...

Istamar Satrio Wibowo Roni (Foto : Ist)

Kedudukan anak menurut kacamata hukum sebagai subyek hukum ditentukan dari sistem hukum sebagai orang yang hidup dimasyarakat  yang berada di dalam sistem hukum dan tergolong tidak mampu atau di bawah umur. Maksud tidak mampu itu sendiri bahwa kedudukan anak yang dibekali akal dan pertumbuhan fisik yang sedang berkembang dalam diri anak yang bersangkutan. Anak sebagai subyek hukum yang lahir dari proses sosialisasi berbagai nilai ke dalam peristiwa hukum pidana maupun hukum hubungan kontrak yang beda dalam lingkup hukum perdata menjadi satu kesatuan yang sama sekali tidak bisa dipisahkan yang cenderung dapat melakukan suatu perbuatan pidana dan dijerat sanksi pidana atas hal pelanggaran atau kejahatan.

Pengertian anak yang tercantum dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak yaitu memuat tiga penjelasan yaitu anak dalam perkara anak nakal adalah orang yang telah mencapai umur 8 ( delapan ) tahun tetapi belum mencapai 18 ( delapan belas ) tahun dan belum pernah kawin. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat bersangkutan. Sedangkan pengertian anak yang terdapat dalam Pasal 45 KUHP yaitu “ Anak yang belum dewasa apabila belum berumur 16 ( enam belas ) tahun apabila anak yang masih dibawah umur terjerat perkara pidana hakim dapat memerintahkan supaya anak yang terjerat perkara pidana dikembalikan kepada orang tuanya, walinya, atau orang tua asuhnya, tanpa pidana atau memerintahkan supaya diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana atau dipidana pengurangan 1/3 ( satu pertiga ) dari ancaman maksimum 15 tahun.”

Pemidanaan terhadap anak di bawah umur Pasal 45 KUHP menyatakan bahwa “ Dalam menuntut orang yang belum cukup umur karena melakukan perbuatan sebelum umur 16 ( enam belas ) tahun, hakim dapat menentukan memerintahkan supaya yang bersalah dikembalikan kepada orang tua, walinya atau pemeliharaanya tanpa dipidana apapun. Pemidanaan anak merupakan upaya terakhir agar anak tersebut menyesali perbuatanya, dan kembali menjadi warga masyarakat yang baik dari segi moral dan s osialnya. Terhadap anak yang telah terbukti melakukan suatu pelanggaran atau kejahatan yang suda h dikatan cakap hukum atau dewasa telah dikenakan sanksi pidana maka anak itu akan diberlakukan pembinaan di lapas khusus anak.

Lembaga Pembinaan Khusus Anak atau disingkat dengan ( LPKA ) merupakan tempat anak menjalani masa pidananya. Di Pangkalpinang sendiri Lembaga Pembinaan Khusus Anak beralamat di Jln. A. Yani No.16a, Batin Tikal, Lapas anak dituntut untuk memberi perlakuan dan pembinaan bagi anak, melakukan sebuah pendidikan sosial merupakan suatu proses yang terintegrasi, berkesinambungan dan terus-menerus sejak tahap pra-ajudikasi. Dimana pada setiap tahapan ini anak akan didampingi oleh seorang Pembimbing Kemasyarakatan ( PK ) yang bertugas melakukan pendampingan, pembimbingan serta pengawasan  termasuk menentukan program pembinaan yang sesuai bagi anak berdasarkan hasil penelitian kemasyarakatan. Pembinaan di LPKA dilaksanakan sampai anak berumur 18 ( delapan belas ) tahun. Setiap anak wajib mengikuti dan menjalankan proses pembinaan yang telah disusun bagi mereka. 

Adapun jenis-jenis pembinaan di LPKA Pangkalpinang adalah sebagai berikut : 

1. Pembinaan Kepribadian yang meliputi kegiatan kerohanian, kesadaran hukum, jasmani, kesadaran berbangsa dan bernegara serta kegiatan lainnya. Bentuk kegiatan pembinaan kepribadian pada umumnya di lakukan di LPKA antara lain seperti kewajiban untuk melaksanakan ibadah sesuai agama dan kepercayaan misalnya sholat lima waktu dan mengaji bagi yang beragama islam, penyuluhan hukum, mengikuti kegiatan upacara bendera, perayaan hari besar keagamaan dn sebagainya.

2. Pembinaan Keterampilan yang ditekankan pada pemberian kemampuan khusus sesuai bakat dan minat anak yang dapat menunjang potensinya, misalnya kegiatan kesenian

3. Pendidikan Formal dan Non Formal yaitu bentuk pembinaan yang memfasilitasi anak dari sisi akademik. Tidak dapat dipungkiri bahwa ketika seorang anak harus menjalani masa pidana, maka seringkali akses mereka terhadap pendidikan  menjadi terhambat. Oleh karena itu LPKA Pangkalpinang harus memastikan bahwa setiap anak mendapatkan haknya akan pendidikan baik berupa sekolah formal melalui kerjasama dengan sekolah tertentu atau pendidikan non formal berupa kejar paket melalui kerjsama dengan lembaga terkait.

Dalam Hukum Pidana, anak pada hakikatnya merupakan persoalan batas usia pertanggungjawaban pidana, jadi dalam peradilan anak hakim pengadilan negeri sangat berperan untuk menentukan jenis hukuman atau tindakan yang akan diputuskan kepada terdakwa anak sebagai pelaku tindak pidana dengan mengutamakan dikembalikan kepada orang tuannya sendiri untuk dididik demi kepentingan dan kesejahteraan si anak,serta pembinaan yang diberikan terhadap anak oleh lembaga pembinaan khusus anak haruslah menjamin hak dan kewajiban si anak sebagai manusia, dengan demikian hendaknya dalam memberikan ancaman hukuman kepada anak pelaku tindak pidana, selain dilihat dari seberapa berat jenis ancaman sanksi, hal ini yang tidak kalah pentingnya diperhatikan adalah perlakuan dalam penanganan anak, serta sarana dan prasarana yang dapat mendukung berjalannya proses pembinaan anak yang didasarkan kepada filosofi memberikan yang baik kepada anak.[]

Pengirim :

Istamar Satrio Wibowo Roni, mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Bangka Belitung, email : tamartemanggung19@gmail.com