HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Peran Lembaga Penegak Hukum Di Indonesia Dalam Penanggulangan Tindak Korupsi

Sela Dwi Putri Hartina Mahasiswi Semester 2  Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang Seladwiputrihartina123@gmail.com Le...

Sela Dwi Putri Hartina Mahasiswi Semester 2 
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang
Seladwiputrihartina123@gmail.com

Lentera24.com - Korupsi yang ada di Indonesia di tingkat kejahatan korupsi politik, kondisi Indonesia yang diserang politik dan ekonomi sudah dalam kondisi kritis, korupsi di Indonesia sudah menjadi tubuh negara atau institusi, praktik kejahatan kekuasaan terjadi secara sistematis. Bagaimana penegak hukum berada dalam penanganan dan hubungan antara lembaga penegak hukum.Penegakan hukum di Indonesia tidak saling sinergi dalam mewujudkan keadilan. menegakkan hukum dan keadilan masih dipengaruhi oleh kekuatan dan kekuasaan lain, terutama pengaruh kekuasaan eksekutif dan kekuatan politik, fungsi penegakan hukum oleh pengadilan belum sepenuhnya mandiri, sehingga tugas utama pengadilan untuk mewujudkan keadilan dan kedamaian ditengah masyarakat masih jauh dari harapan. Oleh karena itu perlu untuk diperkuat institusi pengadilan sebagai benteng terakhir pencari keadilan untuk menghadirkan suasana dan perasaan damai bagi pencari keadilan.


Kata kunci: Peran Lembaga, Korupsi, Hukum

Corruption in Indonesia is at the crime level of political corruption, the condition of Indonesia which is attacked by politics and the economy is already in a critical condition, corruption in Indonesia has become a body of the state or institution, the practice of crimes of power occurs systematically. How law enforcement is in handling and the relationship between law enforcement agencies. Law enforcement in Indonesia does not synergize with each other in realizing justice. upholding law and justice is still influenced by other forces and powers, especially the influence of executive power and political power, the function of law enforcement by the courts is not fully independent, so that the main task of the courts to create justice and peace in society is still far from expectations. Therefore it is necessary to strengthen the court institution as the last bastion for justice seekers to create an atmosphere and feeling of peace for justice seekers.

Keywords: The Role of Institutions, Corruption, Law

Menurut Imron (2016), hukum tidaklah terbatas, pengertian hukum sangat luas. Hukum merupakan sebagai gejala normatif, hukum sebagai gejala sosioal. 1 Hukum adalah tata aturan (order) sebagai suatu sistem aturan-aturan (rules) tentang perilaku manusia.


Penegakan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat memiliki arti penting dalam salah satu upaya membangun peradaban bangsa yang tinggi dan bermartabat. Tidak akan maju peradaban dari suatu bangsa apabila tidak didasarkan atas peri kehidupan berkeadilan. Keadilan adalah tujuan akhir dari sebuah sistem hukum, yang terkait erat dengan fungsi sistem hukum sebagai sarana untuk mendistribusikan dan memelihara suatu alokasi nilai-nilai dalam masyarakat, yang ditanamkan dengan suatu pandangan kebenaran, yang secara umum merujuk kepada keadilan (Rumadan, 2017).


Persepsi penegak hukum maupun masyarakat selama ini terhadap proses penegakan hukum di Pengadilan adalah terkait atau berhubungan dengan menang-kalah, sehingga pengadilan yang sesungguhnya memiliki peran mendamaikan melalui penjatuhan putusan yang adil sulit untuk diwujudkan. Keadilan dan kedamaian adalah dua hal yang saling berkaitan, bahkan boleh dikatakan ukuran keadilan dalam penegakan hukum adalah bagaimana ekspresi dan respon masyarakat terhadap penjatuhan vonis kedilan tersebut, sebab keadilan dalam konteks penegakan hukum selama ini adalah atas dasar tafsiran dan persepsi penegak hukum itu sendiri, baik dalam konteks penegakan hukum pubik (tuntutan keadilan secara umum dalam konteks hubungan masyarakat dengan pemerintah) maupun penegakan hukum secara perdata (antara orang perseorangan dengan orang perseorangan yang lain dalam hubungan privat).


Juwono (2006), menyatakan di Indonesia secara tradisional institusi hukum yang melakukan penegakan hukum adalah kepolisian, kejaksaan, badan peradilan dan advokat. Di luar institusi tersebut masih ada diantaranya ,Direktorat Jenderal Bea Cukai, Direktorak Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Imigrasi


Sementara korupsi itu sendiri secara umum adalah penyalahgunaan wewenang yang ada pada pejabat atau pegawai demi keuntungan pribadi, keluarga, dan teman atau kelompoknya. Menurut Imro (2016), korupsi berasal dari kata “latin corrumpere atau corruptus” yang diambil dari kata hafila adalah penyimpangan dari kesucian (profanity), tindakan korupsi di katakan perbuatan tak bermoral, kebejatan, kebusukan, kerusakan, ketidak jujuran, atau kecurangan.


Perbuatan korupsi ini tidak hanya terletak pada mental para pejabat penegak hukum saja, tetapi terletak pada mental pengusaha tertentu yang berkolusi yang selalu ingin menggoda oknum pejabat untuk mendapatkan fasilitas dan keuntungan yang sebesar-besarnya (Lopa, 2002)


Pemberantasan (korupsi) dapat juga mencakup pengertian “mencegah”. Mencegah korupsi sebagai tindakan preventif tidak kalah penting dari memberantas korupsi sebgai tindakan represif. Selain itu, dengan menegaskan, ungkapan “pencegahan” akan terkandung pula makna, bahwa penegakan hukum melalui aparat penegak hukum bukanlah satu-satunya cara meniadakan korupsi. Dan lebih tidak tepat pula kalau penegakan hukum itu hanya dibatasi pada kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Selain ketiga lingkungan jabatan tersebut, didapati pula unsur-unsur penegak hukum lainnya, seperti keimigrasian, bea cukai, pemasyarakatan. Termasuk juga jabatan yang secara keilmuan disebut quasi administrative rechtspraak (Manin, 200


Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum/deskriptif, yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Menurut Ronald Dworkin, penelitian ini disebut juga penelitian doktrinal (doctrinal research), yaitu penelitian yang menganalisis baik hukum seperti yang tertulis di dalam buku (law as it is written in the book) maupun hukum seperti yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan development.


Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach), dimana dalam penerapannya harus diperhatikan asas-asas perundang-undangan sebagai berikut :

a. Lex superior derogat lex inferiori.
b. Lex specialis derogat legi generalis.
c. Lex posterior derogat legi priori.


Di dalam pendekatan perundang-undangan, seorang peneliti bukan hanya melihat kepada bentuk peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, akan tetapi juga menelaah materi muatannya. Selanjutnya, penelitian ini menggunakan metode sinkronisasi hukum (legal synchronization). Metode ini ditetapkan dengan memakai unsur-unsur hukum sebagai titik tolak sinkronisasi. Sistem hukum meliputi tiga unsur pokok (Nasution, 2018):


a. Substansi hukum;
b. Struktur hukum;
c. Budaya hukum.


Dalam penulisan penelitian ini, unsur-unsur yang hendak disinkronisasikan terutama adalah substansi hukum, yang mencangkup perangkat kaidah atau perilaku yang teratur dari pengaturan dan pelaksanaan penegakan hukum pidana, dalam kaitannya dengan penanggulangan tindak pidana korupsi.


Penegakan hukum memiliki arti yaitu terjemahan dari bahasa Inggris Law enforcement. Dalam Black’s Law Dictionary, law enforcement diuraikan sebagai the art of putting something such as a law into effect : the execution of a law; the carrying out of a mandate or command (tindakan memberlakukan sesuatu, misalnya hukum; penerapan sanksi hukum, pengimplementasian suatu mandate atau perintah). Hal ini memberikan kesan bahwa penegakan hukum identik dengan tindakan represif yang dilakukan oleh aparat penegak hukum.


Menurut Soekanto dan Mamuji (1995), inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegaitan menyelerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.


Penegakan hukum ditujukan guna meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat. Hal ini dilakukan antara lain dengan menertibkan fungsi, tugas dan wewenang lembaga-lembaga yang bertugas menegakkan hukum menurut proporsi ruang lingkup masing-masing, serta didasarkan atas sistem kerjasama yang baik dan mendukung tujuan yang hendak dicapai (Santoyo,2008).


Menurut Rumadan (2017), keadilan dan ketidakadilan adalah dua kategori yang saling berkaitan satu dengan lainnya, seperti ungkapan Roxanne Varzi, ”there is no justice without crime” (tidak pernah ada keadilan tanpa didahului oleh suatu tindak kejahatan) yang dipresepsikan sebagai suatu bentuk ketidakadilan. Bahkan sesuatu yang tidak biasa dalam memaknai keadilan, yang terkait dengan substansi yang ada di dalamnya. Keadilan akan dibenturkan dengan keraguan dan ketidakadilan, bahwa sesungguhnya keadilan tidak akan berdaya tanpa ketidakadilan dan keraguan. Lembaga peradilan memiliki peranan penting dalam implementasi konsep negara hukum saat proses demokrasitisasi, terutama dalam kondisi transisi dari sistem politik yang otoriter ke arah masyarakat yang demokratis, transparan, terlihat dari peran lembaga peradilan dalam penyalahgunaan proses peradilan untuk kepentingan masyarakat, karena peradilan merupakan institusi pelaksana konstitusi, perlindungan hak asasi dan jaminan atas prosedur-prosedur yang adil dan demokratis untuk menjamin adanya kepastian dan keadilan bagi setiap pencari keadilan. Dalam konteks yang ideal, dalam menjalankan fungsinya peradilan, para hakim tidak hanya menengahi konflik antara elit politik atau lebih berpihak kepada pemegang kekuasaan, tetapi lebih pada bagaimana untuk mencegah dan menghindari setiap pelaksanaan kekuasaan pemerintahan yang tidak adil dan demokratis.


Banyak hal yang terkait dengan masalah penegakan hukum. Walaupun pada hakikatnya masyarakat berharap, misalnya membuat peraturan perundang-undangan yang sempurna, penghasilan yang memuaskan bagi hakim dan budaya yang mendukung iklim politik, namun dalam kenyataannya penegakan hukum oleh pengadilan sangat tergantung pada sejauh mana putusan yang ditetapkan Hakim telah menerapkan asas keadilan secara sungguh-sungguh. Penerapan asas keadilan dan atribut atribut hukum lain yang digunakan Hakim sebagai dasar penerapan hukum dapat diwujudkan melalui cara menemukan landasan hukum yang sesuai dengan nilai-nilai keadaan yang dianut dalam masyarakat.( Mardjono Resodiputro : 1989)


Untuk mewujudkan gagasan penegakan hukum ini, ada beberapa faktor yang mempengaruhi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Friedman menyatakan bahwa faktor-faktor itu adalah sebagai berikut : ( Friedman : 1975)

1. Substansi hukum;
2. Struktur hukum;
3. Budaya hukum.


Menurut Imro (2016), korupsi berasal dari kata “latin corrumpere atau corruptus” yang diambil dari kata hafila adalah penyimpangan dari kesucian (profanity), tindakan korupsi di katakan perbuatan tak bermoral, kebejatan, kebusukan, kerusakan, ketidak jujuran, atau kecurangan.


Menurut Imron (2016), ada 7 jenis korupsi;

1. Korupsi transaktif, jenis korupsi ini disebabkan oleh adanya kesepakatan timbal-balik antara pihak pemberi dan pihak penerima demi keuntungan kedua belah pihak dan secara aktif mereka mengusahakan keuntungan tersebut.


2. Korupsi yang memeras, pemerasan adalah korupsi dimana pihak pemberi dipaksa menyerahkan uang suap untuk mencegah kerugian yang sedang mengancam dirinya, kepentingan atau sesuatu yang mengancamnya.


3. Korupsi defensif, Orang bertindak menyeleweng karena jika tidak dilakukannya, urusan akan terhambat atau terhenti(prilaku korban korupsi dengan pemerasan jadi korupsinya dalam rangkamempertahankan diri).


4. Korupsi investif, Korupsi investif, pemberian barang atau jasa tanpa memperoleh keuntungan tertentu, selain keuntungan yang masih di angan- angan atau yang dibayangkan akan diperleh dimasa mendatang.


5. Korupsi perkerabatan atau nepotisme, jenis korupsi ini meliputi penunjukan secara tidak sah kepada sanak keluarga atau teman dekat untuk mendapatkan jabatan dalam pemerintahan, imbalan yang bertentangan dengan norma dan peraturan itu mungkin dapat berupa uang, fasilitas khusus dan sebagainya.


6. Korupsi otogenik, bentuk korupsi yang tidak melibatkan orang lain,dan pelakunya hanya satu orang saja.


7. Korupsi dukungan, korupsi yang dilakukan untuk melindungi atau memperkuat korupsi yang sudah ada maupun yang akan dilaksanakan.


Sistem hukum Indonesia merefleksikan keanekaragaman hukum yang hidup dalam masyarakat. Sistem hukum nasional berasal dari dua istilah yaitu sistem dan hukum nasional. Pengertian sistem telah dijelaskan di bagian terdahulu. Sedangkan hukum nasional adalah hukum atau peraturan perundang-undangan yang didasarkan kepada landasan ideologi dan konstitusional negara, yaitu Pancasila dan UUD 1945 atau hukum yang dibangun di atas kreativitas atau aktivitas yang didasarkan atas cita rasa dan rekayasa bangsa sendiri.


Hukum sebagai kontrol sosial, (social control). Ketika kemudian bahwa hukum sebagai kontrol, maka hukumnya tentunya memiliki peran penting yang bersifat mendidik. Mengajak atau memaksa terhadap masyarakat agar mamatuhi sistem kaidah dan nilai yang berlaku. artinya ada pengembalian situasi semula. Bila hukum kemudian merupakan suatu social control, dan sekaligus dapat dijadikan agent of social change, kemudian hukum memuat prinsip, konsep atau aturan.


Kegagalan dalam penegakan hukum akan selalu dikembalikan dan senantiasa dikaitkan dengan pola dan perilaku penegakan hukum akan selalu dikembalikan dan senantiasa dikaitkan dengan pola dan perilaku penegak hukum yang merupakan pencerminan dari hukum sebagai struktur maupun proses.


Hukum jika dirasakan telah responsif dan aspiratif, para pemimpin negara telah pula memberikan teladan menaati dan menghargai hukum, memberikan saluran keadilan yang dapat memuaskan masyarakat, maka dengan sendirinya masyarakat akan lebih menghargai hukum. Faktorfaktor inilah yang akan memberi sumbangan besar dalam membentuk budaya hukum masyarakat. Di samping itu, konsep penyadaran hukum melalui pendekatan dialogis dan demokratis perlu juga dikembangkan. Melalui penyadaran hukum, diharapkan masyarakat mampu bersikap kritis terhadap hukum serta mampu bertindak untuk memperjuangkan hak-hak mereka dalam koridor hukum, tanpa menggunakan cara-cara kekerasan. 


Korupsi terjadi karena adanya kepribadian yang matrialistik, rasionalistik yang akhirnya menjadi budaya baru bagi para koruptor yang tidak memiliki komitmen dan intergritas moral aparatur penegak hukum, walaupun memang hukum sudah jelas melalui undang-undang tentang tindak pidana korupsi telah mengatur secara tegas dan keras. Kaitannya dengan aparat penegak hukum (Hakim, Jaksa, Polisi dan Advokat). Keterlibatan oknum penegak hukum sangat mempengaruhi terciptanya supremasi hukum.


Menegakkan hukum dan keadilan masih dipengaruhi oleh kekuatan dan kekuasaan lain, terutama pengaruh kekuasaan eksekutif dan kekuatan politik, fungsi penegakan hukum oleh pengadilan belum sepenuhnya mandiri, sehingga tugas utama pengadilan untuk mewujudkan keadilan dan kedamaian ditengah masyarakat masih jauh dari harapan. Oleh karena itu perlu untuk diperkuat institusi pengadilan sebagai benteng terakhir pencari keadilan untuk menghadirkan suasana dan perasaan damai bagi pencari keadilan. ***