HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Tragedi Kanjuruhan Malang: (Gas Air Mata Berujung Nyawa)

Ararya Farrel Filbert M.M Mahasiswa Semester 1 Fakultas Hukum  Universitas Muhammadiyah Malang Lentera24.com - Pada hari Sabtu tepatnya ta...

Ararya Farrel Filbert M.M Mahasiswa Semester 1 Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang

Lentera24.com - Pada hari Sabtu tepatnya tanggal 1 Oktober 2022, terjadi kerusuhan yang di Stadion Kanjuruhan Malang yang menelan ratusan korban jiwa. Tragedi itu terjadi tepat setelah Arema FC Malang kalah dalam pertandingan sepak bola dari Persebaya. Sebanyak 135 orang tewas dalam tragedi tersebut dan 583 orang mengalami luka-luka. Awal bulan Oktober 2022 tersebut menyisakan duka yang mendalam. Tragedi tersebut menjadi kejadian nahas yang menelan korban jiwa terbesar ke dua dalam sejarah kerusuhan di Stadion sepak bola. Sejak kejadian tersbut, banyak artikel-artikel yang membahas tentang penyebab bahkan dalang dibalik terjadinya tragedy tersebut, mulai dari aparat kepolisian sampai pelemparan gas air mata yang digadang-gadang menjadi penyebab utama.


Pelaku pelemparan gas air mata sampai detik ini belum terungkap, dalang dibalik semua ini pun masih tertutup dengan rapat. Namun, pihak kepolisian sudah menetapkan 6 tersangka dalam tragedi ini. Pertama yaitu Akhmad Hadian Lukita (Direktur Utama PT LIB) karena lalai dalam memverifikasi venue pertandingan. Kedua yaitu Abdul Haris sebagai penanggung jawab pertandingan yang abai terhadap keselamatan penonton karena menjual tiket melebihi kapasitas stadion. Ketiga yaitu Suko Sutrisno sebagai Security Officer. Tiga tersangka lainnya merupakan anggota Polri, yakni Kompol Wahyu Setyo Pranoto (Kabag Ops Polres Malang), AKP Hasdarman (Danki Satbrimob Polda Jatim) dan AKP Bambang Sidik Ahmadi (Kasat Samapta Polres Malang). 


Fokus pemeriksaan pada 6 tersangka tersebut berkaitan pada sangkaan Pasal 35 ayat 9 dan/atau Pasal 360 dan/atau Pasal 103 ayat 1 Undang-Undang Keolahragaan. Pemerintah membentuk Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) untuk menelisik lebih jauh tragedi terbesar dalam sejarah sepakbola Indonesia tersebut. Pada peristiwa tersebut, sekitar 135 orang meninggal dan ratusan korban mengalami luka-luka. TGIPF diisi dipimpin oleh Menko Polhukam Mahhfud MD dengan sederet anggota pilihan. TGIPF dibentuk untuk mengungkap tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. Tim tersebut bahkan dipimpin langsung oleh Menko Polhukam Mahfud MD. Mahfud MD mengatakan bahwa anggota tim tersebut terdiri dari perwakilan kementerian terkait, organisasi sepak bola, akademisi, hingga media.


Tembakan gas air mata dalam tragedi Kanjuruhan bukan hanya diarahkan untuk membubarkan massa yang turun ke lapangan, melainkan juga diarahkan ke tribun dimana terdapat ribuan penonton. Hal tersebut yang diduga kuat menjadi penyebab tewasnya ratusan orang. Tragedi ini menimbulkan spekulasi bahkan perdebatan seputar aturan FIFA sebagai Federasi Sepak Bola Internasional, khususnya dalam penggunaan gas air mata di stadion saat pertandingan berlansung. Dalam dokumen “FIFA Stadion Safety and Security”, terdapat larangan menggunakan gas air mata dalam stadion. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 19 Nomor (b) tentang Pitchside Steward, yang berbunyi “No fi rearms or crowd control gas shall be carried or used” yang artinya “Tidak boleh membawa atau memnggunakan senjata api atau gas pengendali massa”.


Dalam aturan FIFA tersebut sudah sangat jelas mempertegas pihak kepolisian seharusnya tidak membekali anggotanya yang bertugas di lapangan dengan gas air mata apapun alasannya. Karena penanganan orang-orang yang melakukan demo di tempat terbuka sangat berbeda dengan penanganan orang-orang yang berada di dalam stadion, maka dari itu tindakan aparat kepolisian dianggap bahkan dinilai menyalahi aturan FIFA. Banyak pihak yang membenarkan aparat kepolisian menggunakan gas air mata dengan tujuan mengamankan pagelaran sepak bola di stadion Kanjuruhan, meskipun sebenarnya tindakan tersebut benar-benar mengesampingkan aturan FIFA yang melarang penggunaan gas air mata. Tragedi ini telah menunjukkan sikap represif aparat kepolisian dalam menangani kerusuhan ini.


Dalam beberapa sumber terdapat pernyataan bahwa Polri mengakui gas air mata yang digunakan dalam tragedi Kanjuruhan tersebut telah kadaluarsa. Menurutnya gas air mata yang telah kadaluarsa tidak berbahaya, senyawa dalam gas air mata berbeda dengan makanan. Gas air mata yang memasuki masa kadaluarsa memiliki kadar zat kimia yang semakin menurun, sehingga kemampuannya juga akan menurun, padahal salah satu korban dalam tragedy tersebut menjelaskan bahwa efek yang dirasakan pada saat terpapar gas air mata yaitu batuk-batuk bahkan sampai sulit bernafas. Dalam pernyataan tersebut sudah jelas efek gas air mata yang telah kadaluarsa itu pasti lebih tinggi dibandingkan dengan gas air mata yang masih belum kadaluarsa. Menurut saya penggunaan gas air mata yang kadaluarsa tersebut berpotensi menghilangkan nyawa seseorang. Karena jika terkena orang yang mempunyai penyakit asma atau yang berhubungan dengan paru-paru, maka akan menyebabkan kematian.


Kepala Disaster Risk Reduction Center (DRRC) UI Prof. Fatma Lestari mengatakan dalam rangka menjamin keselamatan masyarakat sangat diperlukan sebuah sistem dan prosedur keselamatan. Hal tersebut dapat dimulai dari kajian risiko keselamatan, manajemen risiko, hingga prosedur keadaan darurat. Menurut saya, perlu diidentifikasi juga berbagai risiko yang mungkin dihadapi ketika dalam pertandingan sepak bola. Langkah selanjutnya adalah melakukan penyusunan manajemen risiko agar kecelakaan dapat terhindarkan, terminimalisir, hingga tidak terjadi. Termasuk di dalamnya ada tindakan seperti apa saja yang harus dilakukan saat terjadi keadaan darurat seperti yang terjadi di Stadion Kanjuruhan. Tragedi ini harus diinvestigasi mendalam secara independen dengan melibatkan semua unsur termasuk para ahli K3, ahli kedaruratan, perancang stadion, dan pihak lainnya. Hasil investigasi yang terpetik dari tragedy tersebut harus disosialisasikan agar kecelakaan seperti ini nantinya dapat dicegah dan menjadi pembelajaran bersama.


Seharusnya panitia pelaksana dan pihak-pihak yang terlibat dalam acara tersebut memahami K3. K3 merupakan serangkaian upaya yang dilakukan guna memastikan kelancaran dari suatu kegiatan dalam kondisi yang aman, sehat, dan selamat. Berbagai potensi bahaya dan risiko yang dapat menimbulkan kerugian harus diidentifikasi, dikendalikan, dan dikomunikasikan karena tidak sedikit bahaya K3 mengintai dalam setiap perhelatan besar. Contohnya dalam tragedy ini yaitu potensi terjadinya kekurangan oksigen dan sesak nafas. Selain itu kekacauan dan anarkis karena kekecewaan atas kondisi pertunjukan atau perlombaan, dan masih banyak lagi potensi bahaya yang harus dikendalikan oleh panitia pelaksana. Crown Safety Management merupakan lesson learned dari tragedy Kanjuruhan. Crown Safety adalah bagian dari K3, yang harus menjadi perhatian pemerintah setempat dalam memberikan perizinan untuk suatu kegiatan. Sebagai pembelajaran, Crown Management Plan harus ditunjukkan kepada pemerintah setempat guna mendapatkan izin penyelenggaraan suatu kegiatan. Tanpa Crown Management Plan, besar kemungkinan tragedy-tragedi yang akan terjadi.


Menteri Pemuda dan Olahraga, Zainudin Amali mengatakan bahwa Presiden FIFA, Gianni Infantino akan datang ke Indonesia. Menurut beliau kedatangan Presiden FIFA adalah untuk mengawal transformasi sepak bola Indonesia. Kedatangan delegasi FIFA ke Indonesia berawal dari komunikasi Presiden Jokowi Dodo melalui surat kepada federasi sepak bola dunia. Dalam surat balasannya kepada Presiden Jokowi Dodo FIFA menyinggung kemungkinan kerja sama untuk membentuk tim transformasi sepak bola Indonesia. Hal tersebut menjadi keuntungan tersendiri bagi negara Indonesia. Selain dapat mengawal berjalannya persepakbolaan di Indonesia, hal tersebut juga dapat mempertegas aturan-aturan yang ditetapkan oleh FIFA agar tidak terjadi penyepelean aturan tetap. Pembentukan tim transformasi untuk Indonesia juga mengurangi resiko terjadinya tragedy yang merenggut banyak korban seperti tragedi Kanjuruhan.***