Lentera24.com | DEPOK - Piala AFF 2022 sudah selesai. Kata seorang teman di warung kopi. Saat senja menjemput sang malam. Jumat 6 Januari ...
"Timnas nggak bisa kalahkan Vietnam di GBK," kata dia lagi.
Ya, timnas Indonesia dan Vietnam bermain imbang tanpa gol. Pada leg pertama di Stadion Utama Gelora Bung Karno.
Tapi, bukan berarti tim Garuda tersisih. Masih ada leg kedua. Di Hanoi, Senin (9/1/2023). Di Stadion Nasional My Dinh.
"Itu persoalannya. Di kandang sendiri saja melempem, apalagi main di Vietnam. Habis sudah kita," sela teman saya lainnya.
Kekhawatiran itu bisa dimaklumi. Semata bentuk kecintaan. Bukan kebencian. Baginya hasil imbang di kandang adalah kekalahan.
Siapa yang tak bangga jika Garuda menang dan ke final. Bahkan juara. Euforianya bisa tujuh hari tujuh malam. Trending di medsos.
Fanatisme penikmat sepak bola kita memang tinggi. Bisa jadi melebihi gunung merapi. Tak kalah dengan hooligan Inggris yang ambisi.
Mengintip highlight pertandingan, sejatinya penampilan timnas tidak buruk. Beragam peluang tercipta. Tapi gagal dikonversi dengan gol. Dua dari Yakob Sayuri dan satu lewat Pratama Arhan. Pun Dendy Sulistyawan.
Shin Tae-yong (STY) berjudi dengan skema 5-4-1. Meski di lapangan bisa berubah jadi 3-2-4-1 atau 3-4-3. Asnawi Mangkualam dan Pratama Arhan bergerak sebagai wing back kanan dan kiri.
Trio Fachruddin Aryanto, Jordi Amat, Rizky Ridho cukup apik di sendi belakang. Mampu meredam serangan The Golden Star – julukan Timnas Vietnam yang dikomandoi Nguyeng Hoang Duc.
Defensive midfielder menjadi tugas Rachmat Irianto. Sedangkan gelandang box-to-box masih milik Marc Klok. Dia pengatur ritme permainan. Marselino Ferdinan sebagai attacking midfielder. Yakob Sayuri beroperasi dari sayap kanan.
Dendy Sulistyawan dislot sebagai penyerang tunggal. Disini menurut saya kekurangnnya. Maaf bukan menghakimi. Dia bukan tipikal pemain oportunis. Pemain Bhayangkara ini kurang cerdik menempatkan posisi. Dia juga tidak berani melakukan eksekusi ketika mendapat peluang.
Saya tak bisa meraba isi kepala STY. Tentu dia lebih paham karakter pemainnya. Tapi, banyak yang bilang, dia telat menurunkan penyerang.
Egy Maulana Vikri dan Witan Sulaeman disimpan di bangku cadangan sejak menit pertama. Pun Saddil Ramdani, Ilija Spasojevic dan Ricky Kambuaya.
Witan, Spasojevic dan Saddil baru dimainkan sekitar dua menit akhir laga. Pemain sehebat Cristiano Ronaldo pun tak bisa berbuat banyak jika merumput dalam waktu singkat. Wajar ketiga pemain itu tak berkeringat.
Lain cerita jika diberi waktu bermain lebih lama. Minimal 10-15 menit. Kebuntuan bukan mustahil terpecahkan.
Tapi, nasi sudah jadi bubur. Hasil imbang patut disyukuri ketimbang kebobolan di kandang.
Skor 0-0 setidaknya sedikit menguntungkan tim Merah Putih. Secara psikologis, beban Vietnam lebih berat. Mereka wajib menang di kandang. Tidak boleh imbang dengan skor 1-1 atau lebih.
Jika itu terjadi, Indonesia akan lolos ke final. Sesuai aturan semifinal Piala AFF. Dijelaskan adanya perhitungan gol tandang jika agregat gol sama.
Tepatnya poin 13.4.1 disebutkan juara dan runner-up masing-masing grup akan memainkan dua pertandingan semifinal dengan format kandang dan tandang.
Disebutkan pula tiga syarat untuk menentukan tim pemenang semifinal yakni: Pertama, tim yang mencetak agregat gol lebih tinggi dari dua leg semifinal akan dinyatakan sebagai pemenang.
Kedua, jika pertandingan berakhir dengan agregat gol yang sama, maka aturan gol tandang akan berlaku.
Ketiga, jika agregat dan gol tandang masih sama, maka akan dilakukan perpanjangan waktu dan adu tendangan penalti setelah babak kedua sesuai.
Jadi, hasil 0-0 tak terlalu buruk bagi timnas Indonesia. Tidak kemasukan di sistem kompetisi yang masih memakai perhitungan gol tandang.
"Semoga leg kedua permainan berubah. Timnas bisa cetak gol dan lolos ke final," imbuh teman saya yang sempat kecewa.
Sepak bola saya yakini bukan arena untuk mencaci. Tapi, permainan yang harus dinikmati. Egy dan kawan-kawan pantang menyerah. Harapan masih terbentang.
Tenang bro, habiskan dulu kopinya. Masih ada leg kedua. Garuda masih bisa. []L24.Red