HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Permasalahan Hukum Pada Sepak Bola Indonesia

Mochammad Fajar H Mahasiswa Semester 1  Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang Lentera24.com - Sejarah Indonesia dipenuhi lika-li...

Mochammad Fajar H Mahasiswa Semester 1  Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang

Lentera24.com - Sejarah Indonesia dipenuhi lika-liku tragedi sepakbola yang memicu konflik. Pada awal perkembangannya, sepak bola hanya dimainkan di lingkungan orang-orang Belanda, terutama di kota-kota besar. Perkembangan sepak bola dunia dikutip dari Football History, kehadiran permainan sepak bola terjadi di China sekitar abad ke 3 dan 2 SM dengan nama Cuju. Sepak bola di Indonesia pertama kali dimainkan di lingkungan orang Belanda, setelah kemerdekaan sepak bola di Indonesia dimainkan oleh kaum terpelajar di Indonesia di kota-kota besar dan menyebar hingga di daerah-daerah. Sejarah sepak bola di Indonesia secara modern dimulai dengan terbentuknya PSSI (Persatuan Sepakbola seluruh Indonesia) pada 19 April 1930 di Yogyakarta.

PSSI lahir karena dibidani politisi bangsa yang baik secara langsung maupun tidak, menentang penjajahan dengan strategi menyemai benih - benih nasionalisme di dada pemuda-pemuda Indonesia. Pendiri PSSI adalah Soeratin Sosrosoegondo yang sekaligus menjadi Ketua PSSI pertama. Selain karena gemar bola, Soeratin menjadikan PSSI sebagai wadah pergerakan nasional melawan penjajahan. Saat berdirinya, PSSI memiliki beberapa kegiatan politik yang menentang Hindia Belanda. Saat Indonesia telah merdeka, PSSI secara resmi mengadakan kompetisi yang diberi nama Kejuaraan Nasional (Kejurnas) PSSI pada tahun 1951.

Kompetisi tertua di Indonesia ini telah mengalami banyak pergantian nama, mulai dari Divisi Utama Perserikatan, Galatama, Liga Indonesia, hingga kompetisi yang kita kenal sekarang ini, yaitu Liga 1. Pada era sekarang, PSSI sudah berkembang dengan banyak melakukan perluasan jenis kompetisi dan berbagai pertandingan di bawahnya. Semua langkah ini dilakukan sebagai salah satu cara untuk melahirkan para pemain nasional yang berkualitas di semua jenjang umur, baik timnas putra maupun timnas putri. Sepak bola sendiri menjadi salah satu permainan yang sangat digemari di Tanah Air. Melihat antusiasme penontonnya, sepakbola Indonesia tidak hanya sekadar olahraga atau permainan, sepak bola menjadi identitas dan kebanggaan bagi bangsa Indonesia.

Menurut sejarah sepak bola adalah salah satu olahraga yang paling lama dimainkan oleh peradaban manusia, sepak bola sangat disukai sampai digilai oleh para supporternya. Namun makin lama sepak bola saat ini terutama di Indonesia dirundung konflik antar klub dan supporter fanatik bermunculan.
   
Tragedi kerusuhan suporter yang mengakibat korban jiwa ini bukanlah yang pertama kali terjadi di Indonesia. Sejak 2011 dari banyaknya kerusuhan terdapat empat peristiwa yang melahirkan korban jiwa suporter di Indonesia. “Persita Tangerang vs Persikota Tangerang (2011)”  Bentrok dua kelompok suporter dari tim sekota, Persita Tangerang dan Persikota Tangerang, menelan korban pada 19 April 2011. Insiden saling lempar antara Benteng Mania (suporter Persikota) dan Benteng Viola (suporter Persita) mengakibatkan dua suporter meregang nyawa. “Persibo Bojonegoro vs Persebaya Surabaya (2012)” Setahun berselang, ada insiden usai laga Persibo Bojonegoro kontra Persebaya Surabaya pada Liga Indonesia 2012 pada 10 April 2012. Lima orang meninggal dunia, empat di antaranya terkonfirmasi sebagai Bonek, pendukung Persebaya.

“Arema vs Persebaya 2015”, Arema FC dan Persebaya Surabaya merupakan dua tim yang sama sama kuat dan berusaha menjadi yang terbaik di tanah Jawa Timur. Keduanya juga dikenal memiliki suporter yang sama-sama galak. Salah satu kericuhan mereka adalah saat berada di Kabupaten Sragen terajdi kericuhan antar supporter hingga menimbulkan korban jiwa pada pihak Arema.“Persib Bandung vs Persija Jakarta (2018)” Kali ini, Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA) menjadi saksi tragedi pengeroyokan suporter dalam lanjutan Liga 1 2018. Kejadian Itu terjadi sebelum pertandingan antara Persib Bandung menjamu Persija Jakarta digelar. Satu orang The Jakmania (suporter Persija), Haringga Sirla, meninggal dunia setelah dikeroyok oknum bobotoh Persib pada 23 September 2018.
  
Psikolog klinis dari Personal Growth, Rachel Poniman mengatakan, popularitas sepak bola dan fanatisme pendukung bisa menjadi alasan di balik kerusuhan itu. Menurutnya  supporter bola memiliki komunitas dan solidaritas yang besar dan kuat serta terorganisir. Supporter cenderung memalkukan aksi karena mereka dikelilingi orang yang berpikiran sama terhadap suatu Tindakan itu. Kasus ini yang menjadi aksi biasanya hanya kelompok yang fanatic terhadap club tercintanya. Hal tersebut bisa menuju ke arah negative yang bersifat ekstrem, agresif dan anarkis. Hal itu yang membuat mereka kecewa atau tidak puas terhadap club lawan maupun club mereka sendiri. Contohnya seperti kekalahan tim mereka terhadap club lawan yang mereka benci, hal ini berujung kekecewaan supporter fanatic, sehingga mereka melampiaskannya dengan aksi protes dan berujung pada kekerasan pada pihak lawan.
  
Dalam kerusuhan sepak bola ini mengalami banyak dampak negative yang terjadi. Dampak ini mempengaruhi dalam hal sepak bola Indonesia yang semakin kritis. Ada beberapa dampak yang disebabkan akibat kerusuhan ini yaitu merosotnya ranking sepak bola Indonesia terhadap fifa,  terkena sanksi tersingkir turnamen fifa dan sektor ekonomi sepak bola mengalami kerugian yang sangat besar. Hal-hal tersebut sangat merugikan sepak bola Indonesia kita tercinta. Dengan adanya dampak tersebut Indonesia dilanda krisis sepak bola/ darurat sepak bola. Dalam hal ekonomi pasti sangat lah berpengaruh terhadap sektor keuangan Indonesia. Ini berakibat di berhenti nya beberapa pemain atau di bubarkannya club bola akibat tak mampu membayar tim mereka. Bukan itu saja pihak penyelenggara pun juga harus mengganti semua kerusakan yang bernilai ratusan juta akibat kerusuhan yang terjadi.
   
PSSI baru tahu hak dan kewajiban suporter yang dilindungi dalam Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan (SKN) Ayat (1) Pasal 55 yang berbunyi, "Dalam penyelenggaraan kejuaraan Olahraga terdapat Suporter Olahraga yang berperan aktif memberikan semangat, motivasi, dan dukungan baik di dalam maupun di luar pertandingan Olahraga.” Ayat (2) Suporter olahraga membentuk organisasi atau badan hukum suporter olahraga dengan mendapat rekomendasi dari klub atau induk organisasi cabang olahraga.

-Ayat (3) Organisasi atau badan hukum Suporter Olahraga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memiliki anggaran dasar/anggaran rumah tangga dan anggota yang terdaftar.Ada juga peraturan yang mengatur tentang olahaga yaitu “UU 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional adalah Undang-Undang yang mengatur Sistem Keolahragaan Nasional yang selama ini bidang keolahragaan hanya diatur oleh peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, bersifat parsial atau belum mengatur semua aspek keolahragaan nasional secara menyeluruh, dan belum mencerminkan tatanan hukum yang tertib di bidang keolahragaan.” Bisa disimpulkan pada UU no 11 tahun 2022 dan UU no 3 tahun 2005 yang sudah disebutkan bahwa supporter pada pertandingan olahraga di lindungi dan pihak keamanan tidak boleh sewenang-wenang melakukan tindakan yang mengancap nyawa seseorang seharusnya memberikan rasa aman serta nyaman.

Faktanya saat ini PSSI masih belum ketat dalam kewaspadaannya pada setiap pertandingan dan beberapa pertandingan kerap kali memakan korban.
  
Dalam hal ini Pemerintah harus mampu memiliki sikap untuk melihat, mengendalikan,menata, serta mewaspadai. Mereka adalah kontrol inti atau jaringan organisasi yang harus bisa menghubungkan banyak aspek. Kebijakan penanggulangan kejahatan dikenal dengan “Politik Kriminal” yang dapat dirumuskan sebagai suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam penanggulangan tindak pidana. Adapun upaya yang dapat dilakukan dalam menanggulangi kejahatan meliputi penerapan hukum pidana (criminal law application), pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment), dan mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat media masa (influencing views of society on crime and punishment/mass media).

Selanjutnya dari upaya tersebut dapat dibedakan menjadi upaya penanggulangan melalui jalur pidana (penal) dan upaya penanggulangan di luar jalur pidana (non penal). Mengharmonikan antara nilai-nilai, kaidah-kaidah, dan pola perilaku nyata, yang bertujuan untuk mencapai kedamaian dan keadilan harus dilakukan untuk membentuk suporter sepakbola Indonesia yang menjunjung tinggi sportivitas. Apabila upaya  melalui penegakan hukum pidana tidak dapat dilakukan dengan maksimal dan memberikan hasil yang terbaik, maka perlu mencari alternatif penanggulangannya. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan dengan melakukan identifikasi terhadap penyebab anarkisme suporter sepakbola yang terjadi selama ini untuk dijadikan sebagai dasar pencegahan atau meminimalisir anarkisme suporter sepakbola. Hal ini tentunya akan terfokus kepada bagaimana strategi pemerintah dalam menyikapinya. Secara ideal, pemerintah harus memahami masyarakat, memiliki perspektif yang multi-layered dan multi-actor, dan memiliki prinsip yang efisien. Multi-layered dan multi-actor di sini berasal dari lapisan-lapisan pihak yang terlibat dalam olahraga (klub olahraga, pemerintah lokal, akademi olahraga, asosiasi olahraga nasional, dst) sehingga pemerintah bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
    
Peristiwa kerusuhan suporter memberikan kesadaran bersama bahwa pengelolaan pertandingan yang tertib, aman, terkendali, dan saling menguntungkan berbagai pihak sangat diperlukan demi tercapainya tujuan kompetisi olah raga, khususnya sepak bola. Kesadaran bersama untuk menjadi suporter yang fanatik diperlukan, namun tidak fanatik yang membabi-buta. Suporter harus siap menikmati setiap kemenangan timnya dan juga harus siap menerima dan menderita setiap kekalahan timnya. Kesadaran massa harus dibentuk menjadi kesadaran masif yang dimiliki semua suporter. Supporter juga harus membina rukun sesama supporter lawan agar tak terjadi permusuhan di masa mendatang. Hal itu bisa terjadi maka akan terciptanya sepak bola Indonesia yang tertib, aman dan nyaman tanpa adanya konflik antar sesama warga berbangsa dan bernegara.***