HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Dan Anak Korban Kejahatan Perdagangan Manusia

Ayu Sri Dewi Mahasiswi Semester  1 Falkutas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang  Lentera24.com -  Mewujudkan tercapainya masyarakat yang ...

Ayu Sri Dewi Mahasiswi Semester 1 Falkutas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang 
Lentera24.comMewujudkan tercapainya masyarakat yang sehat, mandiri, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa memang bukan pekerjaan yang mudah untuk dilakukan, terlebih di tengah-tengah kondisi bangsa yang dalam suasana krisis multidimensional sebagai akibat dari berkepanjangannya krisis moneter. Meskipun telah banyak kemajuan yang dicapai selama pembangunan jangka panjang pertama yang ditunjukkan oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi masih banyak pula tantangan atau persoalan.

Di bidang hukum terjadi perkembangan yang kontroversial, di satu pihak produk materi hukum, pembinaan aparatur, sarana dan prasarana hukum menunjukkan peningkatan. Namun, di pihak lain tidak diimbangi dengan peningkatan integritas moral dan profesionalisme aparat hukum, kesadaran hukum, mutu pelayanan serta tidak adanya kepastian dan keadilan hukum sehingga mengakibatkan supremasi hukum belum dapat diwujudkan.

Peningkatan produk materi hukum, pembinaan aparatur, sarana dan prasarana hukum belum diikuti langkah-langkah nyata dan kesungguhan pemerintah serta aparat penegak hukum dalam tnenerapkan dan menegakkan hukum. Terjadinya campur tangan dalam proses peradilan, serta tumpang tindih dan kerancuan hukum mengakibatkan terjadinya krisis hukum di Indonesia.

Kondisi hukum yang demikian mengakibatkan perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia di Indonesia masih memprihatinkan yang terlihat dari berbagai pelanggaran hak asasi manusia, antara lain dalam bentuk tindak kekerasan, diskriminasi, dan kesewenang-wenangan.

Belakangan ini Indonesia disorot oleh dunia Internasional mengingat keberadaannya sebagai salah satu negara sumber terjadinya aktivitas perdagangan manusia. Berdasarkan Annual Trafficking in Person Report dari US Departement of State kepada Kongres sebagaimana diamanatkan dalam The Trafficking Victims Protection Act of 2000, pada periode April 2001-maret 2002, Indonesia masuk dalam kelompok negara dengan kategori Tier-32, yaitu; negara yang sama sekali tidak memenuhi standar minimum dalam memerangi perdagangan manusia (trafficking in person).

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Reserse dan Kriminal Polri (bareskrim) tahun 2010, dapat terlihat perkembangan kasus perdagangan manusia di Indonesia periode 2007-2010, yaitu semakin meningkatnya penanganan kasus perdagangan manusia yang ditangani oleh Mabes Polri hingga ke tingkat JPU (20,3 % di tahun 2007 dan 61,9 % di tahun 2010).

Terhadap penyelesaian kasus-kasus kejahatan perdagangan manusia di atas, upaya penindakan Polri didasarkan atas:

a. Korban sempat memberikan informasi atau melarikan diri dari penampungan perusahaan jasa tenaga kerja indonesia atau (PJTKI)

b. Korban belum dikirim keluar negeri dan masih berada di dalam negeri

c. menggunakan berbagai ketentuan yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) seperti Pasal 330 tentang menarik orang yang belum cukup umur, Pasal 331 tentang menyembunyikan orang yang belum cukup umur, Pasal 332 tentang membawa pergi seorang wanita dan Pasal 334 tentang kealpaan menyebabkan seorang dirampas kemerdekaannya, Pasal 263 tentang pemalsuan surat atau dokumen, Pasal 378 tentang penipuan.

Berdasarkan bukti empiris, perempuan dan anak adalah kelompok yang paling rentan menjadi korban tindak pidana perdagangan orang. Korban diperdagangkan tidak hanya untuk tujuan pelacuran atau bentuk eksploitasi seksual lainnya, tetapi juga mencakup bentuk eksploitasi lain, misalnya; kerja paksa atau pelayanan paksa, perbudakan, atau praktik serupa perbudakan itu.

Adanya kekhawatiran munculnya berbagai bentuk manipulasi dan exploitasi manusia, khususnya terhadap perempuan dan anak-anak sebagai akibat maraknya kejahatan perdagangan manusia memang bukan tanpa alasan. Banyak contoh yang dapat diberikan perempuan dan anak-anak, yang seharusnya memperoleh perlakuan yang layak justru sebaliknya dieksploitasi untuk tujuan-tujuan tertentu. Padahal, perempuan dan anak adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa perlu dilindungi harga diri dan martabatnya, serta dijamin hak hidupnya untuk tumbuh dan berkembang sesuai fitrah dan kodratnya. Oleh karena itu, segala bentuk perlakuan yang mengganggu dan merusak hak-hak dasarnya dalam berbagai bentuk pemanfaatan dan eksploitasi yang tidak berperikemanusiaan harus segera dihentikan tanpa terkecuali. Terlebih pada kasus perdagangan manusia, posisi perempuan dan anakanak benar-benar tidak berdaya dan lemah, baik secara fisik maupun mental, bahkan terkesan pasrah pada saat diperlakukan tidak semestinya.

B. Perlindungan Hukum

Dalam kerangka perlindungan hak asasi manusia, pada hakikatnya, perlindungan terhadap perempuan dan anak merupakan salah satu perwujudan hak untuk hidup, hak untuk bebas dari perhambaan (servitude) atau perbudakan (slavery). Hak asasi ini bersifat langgeng dan universal, artinya berlaku untuk setiap orang tanpa membeda- bedakan asalusul, jenis kelamin, agama, serta usia sehingga, setiap negara berkewajiban untuk menegakkannya tanpa terkecuali. Upaya perlindungan hukum terhadap perempuan dan anak, salah satunya melalui pencegahan dan pemberantasan perdagangan manusia, perlu secara terus menerus dilakukan demi tetap terpeliharanya sumber daya manusia yang berkualitas. Kualitas perlindungan terhadap perempuan dan anak hendaknya memiliki derajat/tingkat yang sama dengan perlindungan terhadap orang-orang dewasa maupun pria, karena setiap orang memiliki kedudukan yang sama di depan hukum (equality before the law).

Pasal 13 Undang-undang N0 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menentukan bahwa :

(1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain manapun yang bertanggungjawab atas pengasuhan, berhak mendapatkan perlindungan dan perlakuan:

a. Diskriminasi
b. Eksploitasi,baik ekonomi maupun seksual;
c. Penelantaran;
d. Kekejaman,kekerasan dan penganiayaan;
e. Ketidakadilan dan;
f. Perlakuan salah lainnya

Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.

Menyadari akan pentingnya perempuan dan anak-anak memperoleh perlindungan hukum yang memadai, khususnya dari berbagai bentuk upaya perdagangan manusia (trafficking in person) di tengah-tengah semakin menipisnya sikap tenggang rasa dan hormat-menghormati antar sesama warga masyarakat,

Secara sederhana definisi di atas dapat diterjemahkan, korban kejahatan adalah orang-orang yang baik secara individual maupun kolektif, menderita kerugian akibatperbuatan atau tidak berbuat yang melanggar hukum pidana yang berlaku di suatu negara, termasuk peraturan yang melarang penyalahgunaan kekuasaan.        

Dalam viktimologi, dikenal pula apa yang dinamakan korban ganda, yaitu korban yang, mengalami berbagai macam penderitaan seperti penderitaan mental, fisik, dan sosial, yang terjadi pada saat korban mengalami kejahatan setelah dan pada scat kasusnya diperiksa (Polisi dan Pengadilan) dan setelah selesainya pemeriksaan.           

Perlindungan perempuan dan anak sebagai korban kejahatan, dewasa ini semakin gencar dibicarakan, baik secara lingkup nasional terlebih internasional. Banyak konferensi diadakan untuk membicarakan berbagai hal berkaitan dengan penanggulangan kejahatan perdagangan manusia yang cenderung semakin meningkat.         

Gencarnya pembicaraan mengenai perlindungan perempuan dan anak semata- mata disebabkan semakin banyaknya terjadi kasus-kasus manipulasi dan eksploitasi terhadap perempuan dan anak-anak. Banyak informasi yang disampaikan melalui mass media (media cetak maupun elektronik) berkaitan dengan maraknya bentuk-bentuk eksploitasi dan manipulasi terhadap perempuan dan anak. Seperti pernah dilaporkan bahwa The United Nations Children’s Farnd, UNICEF memperkirakan lebih dari 2 juta perempuan dan anakanak terlibat dalam perdagangan dan eksploitasi seksual. Dalam 30 tahun terakhir, PBB memperkirakan perdagangan (trafficking) dan eksploitasi sosial perempuan dan anak di Asia mencapai 30 juta korban.6 Begitu pula pemberitaan di media nasional baik televisi maupun harian nasional, yang terakhir tentang penyekapan perempuan oleh istri Jenderal di Bogor .        

Batasan/pengertian perlindungan dalam Undang-undang No.13 tahun 2006 disebutkan sebagai segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban yang wajib dilaksanakan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau lembaga lainnya.7Ada dua kemungkinan jenis program perlindungan saksi dan/atau korban yang dapat digunakan dalam penyidikan trafficking manusia:

a. Sebuah program perlindungan penuh terhadap saksi yang diawasi dan dikelola oleh Negara.

b. Skema campuran yang mencakup keselamatan, dukungan dan pendampingan yang disediakan berdasarkan kerjasama antara penyidik dengan lembaga pendampingan korban.         

Ruang lingkup “perlindungan hukum” yang akan dibahas dalam penulisan ini adalah perlindungan yang diberikan oleh Pemerintah melalui perangkat hukumnya sepertiPeraturan Perundang-undangan (Undang-Undang perlindungan saksi dan korban, dan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang), mulai dari seseorang dapat diidentifikasikan sebagai korban perdagangan manusia, proses beracara mulai penyidikan hingga pengadilan, rehabilitasi kejehatan, rehabilitasi sosial, hingga kepada proses pemulangan korban perdagangan orang dan reintegrasi sosial. Selain hal tersebut juga akan dibahas masalah pemberian restitusi / ganti rugi yang dapat diberikan kepada korban.          

Perlindungan hukum korban kejahatan sebagai bagian dari perlindungan masyarakat, dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti melalui pemberian restitusi dan kompensasi, pelayanan medis, dan bantuan hukum.9 Ganti rugi adalah sesuatu yang diberikan kepada pihak yang menderita kerugian sepadan dengan memperhitungkan kerusakan yang dideritanya.10 Perbedaan antara kompensasi dan restitusi adalah “kompensasi timbul dari permintaan korban, dan dibayar oleh masyarakat atau merupakan bentuk pertanggungjawaban masyarakat atau negara (The responsible of the society).         

Perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang denngan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuaaaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

Perlindungan perempuan dan anak-anak terhadap segala aktivitas yang hendak mengeksploitasinya secara ilegal pada hakikatnya merupakan salah satu bentuk perlindungan Hak Asasi Manusia, sebagai suatu hak yang melekat pada manusia, yang diperoleh sejak lahir dan pemberian Tuhan, yang tidak dapat dikurangi. Setiap bentuk perdagangan perempuan dan anak merupakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM), hak anak dan hak buruh yang memperlakukan korban semata sebagai komoditi yang dibeli,dijual, dikirim, dan dijual kembali. Fenomena yang berlaku di seluruh dunia ini terus berkembang dan berubah dalam bentuk dan kompleksitasnya yang tetap hanyalah kondisi eksploitatif yang ditempatkannya terhadap manusia.” Eksploitasi terhadap permpuan dan anak-anak dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan baik secara kuantitatif maupun kualitatif, sehingga keterlibatan semua komponen masyarakat untuk turut mengatasinya maraknya perdagangan manusia merupakan faktor yang sangat penting.       

Menurut George W. Bawengan, ada tiga pengertian kejahatan menurut penggunaannya:

a. Pengertian secara praktis

Kejahatan dalam pengertian ini adalah suatu pengertian yan merupakan pelanggaran atas norma-norma keagamaan, kebiasaan, kesusilaan dan normayang berasal dari adat-istiadat yang mendapat reaksi, baik berupa hukuman tnaupun pengecualian;

b. Pengertian secara religius

Kejahatan dalam arti religius ini mengidentikan arti kejahatan dengan doss, dan setiap dosa terancam dengan hukuman api neraka terhadap jiwa yang berdosa;

c. Pengertian secara yuridis

Kejahatan dalam arti yuridis di sini, maka kita dapat melihat misalnya di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana hanyalah setiap perbuatan yang bertentangan dengan Pasal-Pasal dari Buku Kedua, itulah yang disebut dengan kejahatan. Selain Kitab Undang-undang Hukum Pidana, kita dapat pula menjumpai hukum pidana khusus, hukum pidana militer, fiskal, ekonomi atau pada ketentuan lain menyebut suatu perbuatan sebagai kejahatan.

Kedudukan perempuan dan anak yang sama dengan pria dewasa di hadapan hukum, sebagai perwujudan dari equality before the law, membawa konsekwensi pada dimilikinya pertanggungjawaban yang sama pula dihadapan hukum pada setiap orang yang melakukan pelanggaran, kejahatan atau perilaku lain yang menyimpang terhadap anak-anak.

C. Kebijakan Perlindungan Anak dan Perempuan Dari Tindak Kekerasan

Norma – norma yang mengandung nilai- nilai luhur yang menjungjung tinggi martabat manusia dan menjamin HAM, berkembang terus menerus sesuai dengan tuntutan hati nurani manusia. Karenanya juga tercermin dalam beberapa kebijakan regulasi per UU an yang memberikan perlindungan kepada perempuan dan anak. Dimana hukum pada dasarnya merupakan pencerminan yang mengandung keadilan, dan hukum tidak lagi melihat kepada reflleksi kekuasaan semata-mata, tetapi juga harus mencerminkan perlindungan kepada semua warga negaranya. 

Dasar – dasar yang menjadi pelaksanaan perlindungan anak adalah:

Dasar Filosofis, Pancasila dasar kegiatan dalam berbagai bidang kehidupan keluarga, bermasyarakat, bernegara dan berbangsa dan dasar filosofis pelaksanaan perlindungan anak.

Dasar etis, pelaksanaan perlindungan anak harus sesuai dengan etika profesi yang berkaitan, untuk mencegah perilakun penyimpangan dalam pelaksaaan kewenangan, kekuasaan dan kekuatan dalam pelaksanaan perlindungan anak.

Dasar yuridis, pelaksanaan perlindungan anak harus didasarkan pada UUD 1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku. Penerapan dasar yuridis ini harus secara integrative, yaitu penerapan terpadu menyangkut peraturan perundang – undangan dari berbagai bidang hukum yang berkaitan.

Prinsip – Prinsip perlindungan Anak:

1. Anak tidak dapat berjuang sendiri; salah satu prinsip yang digunakan dalam prinsip ini adalah bahwa nak –anak tidak dapat melindungi hak – haknya sendiri karenanya banyak pihak yang harus mempengarungi kehidupannya, negara dan masyarakat merupakan tonggak yang paling dibutuhkannya.

2. Kepentingan terbaik anak ( the best interest of the child); agar perlindungan anak dapat diselenggarakan dengan baik prinsip ini harus dipergunakan karena dalam hal banyak anak menjadi korban disebabkan ketidaktahuan anak,karena usia perkembangannya dll

3. Life circle approach: perlindunagn anak mengacu pada pemahaman bahwa perlindungan anak harus dimulai sejak dini dan tersu menerus, janin yang berda dalam kandungan perlu dilindungi dengan gizi, pelayanan kesehatan primer dan perlindungan kesehatan lainnya, tidak terlepas daris ejak dini adalah perlindungan pendidikan yang akan menjadi modal dalam kehidupannya kelak. ***