HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Kasus Kekerasan Seksual Pada Perempuan Dan Perlindungan Terhadap Korban

Ima Rohmatul Ainiyah, Mahasiswa Semester 1 Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Malang Lentera24.com - Kekerasan seksual merupakan perb...

Ima Rohmatul Ainiyah, Mahasiswa Semester 1 Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Malang

Lentera24.com - Kekerasan seksual merupakan perbuatan tidak terpuji dan sangat merugikan orang lain, berdasarkan 1 angka 1 UU Nomor 12 Tahun 2022, segala perbuatan yang memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam Undang - Undang ini dan perbuatan kekerasan seksual lainnya sebagaimana diatur dalam Undang - Undang sepanjang ditentukan dalam Undang - Undang ini. Adapun jenis kekerasan seksual telah diatur melalui Bab II tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 adalah pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, Pemaksaan kontrasepsi, Pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.


Melihat data dari Komnas Perempuan selama empat tahun terakhir yaitu 2018, 2019, 2020, dan 2021 terdapat banyak sekali kasus kekerasan seksual.Pada tahun 2019 terdapat 431.471 kekerasan seksual, yang mana kasus tersebut naik sebanyak 6 persen dari tahun sebelumnya yaitu 406.178 kasus di tahun 2018. Kemudian di tahun 2020 terjadi penurunan kekerasan seksual dari tahun sebelumnya yaitu 299.911. Kemudian Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mencatat kekerasan seksual pada tahun 2021 terdapat 10.247 kasus kekerasan seksual.Jika melihat dari data setiap tahunnya memang terjadi penurunan angka kekerasan seksual tetapi data tersebut masih menunjukan cukup tinggi dan bahkan kekerasan seksual di Indonesia sudah dalam kondisi yang darurat.

Faktor penyebab terjadinya kekerasan seksual sangatlah bermacam-macam. 
Adapun faktor penyebab tersebut yaitu pertama kondisi psikologis pelaku, pelaku melakukan kekerasan seksual karena pelaku tidak dapat membatasi nafsu seksualnya sehingga ia kesulitan dalam menjaga nafsunya dan akhirnya secara terpaksa ia melakukan kekerasan seksual. Kedua kondisi ekonomi yang rendah, kondisi ekonomi akan berpengaruh terhadap rendahnya pendidikan sehingga pengetahuan yang dimiliki pelaku akan semakin rendah dan secara tidak langsung pelaku akan berfikir secara jangka pendek dan berdampak terhadap kekerasan seksual. Ketiga faktor media sosial, pengaruh media sosial sangat signifikan pada saat ini sehingga dengan mudah mengakses pornografi sehingga dapat menimbulkan kecanduan terhadap penontonnya dan penonton akan terangsang sehingga dapat menimbulkan kekerasan seksual.


Korban pelecehan seksual akan mengalami dampak yang cukup traumatis dan membuat korban ketakutan, dampak pelecehan seksual akan berdampak ke pada aspek fisik dan emosional. Dampak pelecehan seksual secara fisik seperti, korban mengalami penurunan nafsu makan, sulit tidur, sakit kepala, tidak nyaman di sekitar vagina atau alat kelamin, berisiko tertular penyakit menular seksual, luka di tubuh akibat perkosaan dengan kekerasan, kehamilan yang tidak diinginkan dan lainnya. Dampak secara emosional yaitu korban akan mengalami stress, depresi, goncangan jiwa, adanya perasaan bersalah dan menyalahkan diri sendiri, rasa takut berhubungan dengan orang lain, bayangan kejadian dimana anak menerima kekerasan seksual, mimpi buruk, insomnia, ketakutan dengan hal yang berhubungan dengan penyalahgunaan termasuk benda, bau, tempat, kunjungan dokter, masalah harga diri, disfungsi seksual, sakit kronis, kecanduan, dan keinginan bunuh diri.


Kekerasan seksual harus menjadi perhatian lebih bagi pemerintah dan pihak berwajib, oleh karena itu harus ada upaya-upaya dalam memperkecil angka kekerasan seksual. Pemerintah dan pihak berwajib dapat melakukan beberapa upaya yaitu preventif dan represif. Upaya preventif yang dapat dilakukan oleh pihak berwajib dapat berupa sosialisasi seperti melakukan pendidikan, pembinaan, dan penyadaran kepada masyarakat terkait kekerasan seksual. Sedangkan untuk upaya represif yang dapat dilakukan pihak berwajib yaitu melakukan pemberantasan ke pada pelaku tindak kekerasan seksual diwujudkan melalui hukum tindak pidana, pihak berwajib dapat menggunakan sanksi-sanksi secara tegas berupa hukuman penjara dan denda ke pada para pelaku kekerasan seksual sehingga memiliki efek jera ke pada pelaku.


Pemerintah dan pihak berwajib, keluarga sebagai agen sosialisasi pertama manusia juga perlu memperhatikan isu kekerasan seksual ini, karena jangan kekerasan seksual terjadi di keluarga terdekat kita. Oleh karena itu keluarga dapat melakukan beberapa upaya dalam mencegah kekerasan seksual, adapun upaya tersebut seperti pertama, memberikan edukasi terkait reproduksi dan pencegahan terjadinya kekerasan seksual. Kedua, memberikan perhatian lebih kepada setiap anggota keluarga seperti disayangi, dicintai, didukung, dihargai, dipercaya dan menjadi bagian dari keluarga sehingga antar anggota keluarga memiliki kerekatan dan keterbukaan satu sama lain. Ketiga, meningkatkan komunikasi satu sama lain sehingga akan terbentuk sikap keterbukaan, kepercayaan dan rasa aman.***