Helga Desifaputri Suryandani Mahasiswi Semester 1 Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang Lentera24.com - Masih banyak kasus korups...
Helga Desifaputri Suryandani Mahasiswi Semester 1 Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
Lentera24.com - Masih banyak kasus korupsi yang terjadi di negeri tercinta kita ini. Seperti kasus suap dan gratifikasi terkait penanganan belasan sengketa pilkada di MK, serta tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar pada 2014 silam. Akil Mochtar dinyatakan terbukti benar menerima suap terkait sejumlah pilkada dan divonis hukuman penjara seumur hidup oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Baru-baru ini KPK menetapkan Hakim Agung Sudrajad Dimyati sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamang Agung (MA). Ia ditetapkan tesangka bersama sembilan orang lainnya, termasuk pegawai negeri sipil (PNS) pada kepanitiaan MA, pengacara, dan pihak swasta.
Di Indonesia sendiri kasus korupsi masih sering terjadi. Seseorang yang melakukan korupsi pada dasarnya serakah dan tak pernah puas. Tidak pernah ada kata cukup dalam diri koruptor yang serakah. Keserakahan ditimpali dengan kesempatan, maka akan menjadi katalisator terjadinya tindak pidana korupsi, jika adanya serakah dan kesempatan, seseorang berisiko melakukan korupsi, jika ada gaya hidup yang berlebihan serta pengungkapan atau penindakan atas pelaku yang tidak mampu menimbulkan efek jera.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan korupsi yang pertama ialah faktor penyebab internal, itu bisa seperti sifat serakah /tamak yang berarti sifat yang membuat seseorang selalu tidak merasa cukup atas apa yang dimiliki, selalu ingin lebih. Dengan sifat tamak, seseorang menjadi berlebihan mencintai harta. Padahal bisa jadi hartanya sudah banyak atau jabatannya sudah tinggi. Dominannya sifat tamak membuat seseorang tidak lagi memperhitungkan halal dan haram dalam mencari rezeki. Sifat ini menjadikan korupsi adalah kejahatan yang dilakukan para profesional, berjabatan tinggi, dan hidup berkecukupan. yang kedua gaya hidup konsumtif berarti bisa di bilang hidup dengan kemewahan, Gaya hidup konsumtif misalnya membeli barang-barang mewah dan mahal atau mengikuti tren kehidupan perkotaan yang serba glamor.
Korupsi bisa terjadi jika seseorang melakukan gaya hidup konsumtif namun tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai. Dan yang ketiga ialah faktor moral yang lemah, Seseorang dengan moral yang lemah mudah tergoda untuk melakukan korupsi. Aspek lemah moral misalnya lemahnya keimanan, kejujuran, atau rasa malu melakukan tindakan korupsi. Maka moral seseorang lemah, maka godaan korupsi yang datang akan sulit ditepis. Godaan korupsi bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahan, atau pihak lain yang memberi kesempatan untuk melakukannya.
Masalah korupsi di Indonesia tidak lepas dari sistem politiknya. Salah satu bentuk korupsi yang hingga sekarang masih sulit diatasi karena persoalan struktural yaitu korupsi politik. Jadi, korupsi politik adalah perilaku pejabat yang menyimpang dari kewenangan resmi yang dimiliki di pejabat. Dalam perspektif ini, maka korupsi politik erat kaitannya dengan proses pemilihan kepala daerah. Misalnya, pilkada dengan ongkos politik yang mahal dan hanya dengan kekuatan uang yang bisa memenangkan persaingan politik membawa konsekuensi kepala daerah yang terpilih secara terpaksa akan mengakumulasi kekuatan uang tidak hanya sebatas untuk mengembalikan modal, tetapi akan berupaya merauk uang untuk kepentingan investasi politik masa depannya. Modus lain yaitu memaksakan proyek tertentu dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat padahal di balik itu ada kepentingan yang tersembunyi untuk kepentingan si pejabat atau untuk kepentingan jaringan politik yang ada di lingkungan pejabat politik.
Sementara itu bagaimana sih caranya mengatasi supaya tidak terjadi korupsi. Mengatasi persoalan korupsi politik tidak cukup diatasi dengan pendekatan reformasi birokrasi, pendekatan yuridis, atau dengan pendekatan moral, tetapi juga merumuskan kembali tatanan politik jauh lebih penting dan strategis untuk ke luar dari persoalan korupsi politik. Adapun opsi lain, yaitu memperberat sanksi hukuman bagi pejabat politik yang terkena kasus korupsi. Pejabat politik yang korup banyak yang mengusulkan tidak hanya hak politiknya yang dicabut, tetapi seperti di Tiongkok, Vietnam, dan Korea Utara dikenakan hukuman mati, Malaysia dengan hukuman gantung, dan Korea Selatan dikenakan sanksi dikucilkan dari masyarakat.
Dengan demikian, korupsi itu sangat merugikan negara. Mengapa, karena berdampak pada perekonomian negara dan bisa juga meningkatkan kemiskinan masyarakat. Dalam perekonomian negara dampak korupsi bisa berupa penurunan produktivitas, menurunnya pendapatan negara dari pajak, meningkatkan utang negara, menurunnya pentumbuhan ekonomi dan investasi, menambahkan beban dalam transaksi ekonomi, ketimpangan pendapatan, meningkatkan. Adapun dampak korupsi di bidang hukum yaitu peraturan perundang-undangan tidak efektif, hilangnya kepercayaan masyarakat kepada negara. dan adapun dampak korupsi di bidang politik yaitu publik tidak percaya lagi pada demokrasi, kedaulatan rakyat hancur. Dengan adanya tindakan korupsi, negara dan masyarakat terkena imbasnya. Korupsi sangat tidak di benarkan apappun alasannya. Korupsi harus di berantas sampai ke akarnya. Para koruptor harus di hukum seberat-beratnya. ***