HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Tata Mengelola Sampah Di Banda Aceh Menjadi Kota Cemerlang Dan Kota Bebas Sampah

M. Attar Nouval Mahasiswa Semester 1  Fakultas MIPA, Prodi Kimia Universitas Syiah Kuala Lentera24.com - Setiap tanggal 21 Februari di Indo...

M. Attar Nouval Mahasiswa Semester 1 Fakultas MIPA, Prodi Kimia Universitas Syiah Kuala


Lentera24.com - Setiap tanggal 21 Februari di Indonesia diperingati sebagai Hari Peduli Sampah Nasional. Berbagai aksi dilakukan dalam memeriahkan hari peduli sampah tersebut, mulai dari digelarnya seminar, diskusi, mengutip sampah dan berbagai aksi lainnya. Di Banda Aceh sendiri termasuk daerah yang peduli dengan peringatan hari peduli sampah yang biasanya di lakukan di tempat-tempat wisata atau daerah dekat pantai dengan aksi pengutipaan sampah yang di lakukan oleh kalangan masyarakat, siswa, dan mahasiswa yang turut peduli dengan lingkungan maupun dari organisasi - organisasi seperti adiwiyata dan organisasi lainnya yang turut berhubungan dengan lingkungan.  


Sejauh yang dilihat disejumlah daerah belum ada yang berkontribusi dalam peringatan hari peduli sampah Nasional, kecuali hanya beberapa LSM yang terkait saja yang memperingatinya. Maka dari itu muncullah sebuah pertanyaan dalam pikiran saya, maka usai peringatan hari peduli sampah nasional maka apakah sampah dikota atau di daerah yang di peringati  telah benar-benar dikelola dengan baik? Tentunya sampah tidak berserakan dimana-mana hingga merusak pemandangan di seluruh penjuru kota, walau tong sampah sudah ada tetapi masyarakat, warga dan semua pihak belum semua sadar dengan pengelolaan sampah. Khusus nya di banda aceh,maka banda aceh dapat dikategorikan sebagai kota menengah yang sedang berkembang tetapi masi memiliki keterbatasan luas wilayah.


Berdasarkan data yag di peroleh dari dinas lingkungan hidup kota banda aceh, maka banda aceh dapat di perkirakan menghasilkan sampah sebanyak 180 ton/hari atau 720 m3/hari, dengan asumsi setiap orang menghasilkan 0,58 kg/hari. Terkait dengan kondisi pengelolaan sampah di Kota Banda Aceh menunjukkan bahwa  hasil masih kurang memadai. Sampah-sampah itu perlu diolah lebih lanjut di TPA Kampung Jawa.  Jadi Sampah daun diolah menjadi kompos, sedangkan sampah plastik dan kertas tidak dilakukan pengolahan. 


Persentase sampah organik, kertas dan plastik yang dihasilkan kota Banda Aceh masing-masing sebesar 89,1% ; 2,5% ; 0,74%. Berat sampah yang dihasilkan oleh Kota Banda Aceh adalah 86057,64 ton/bulan dan menghasilkan emisi karbon sebesar 83726,6 ton/bulan. Maka cara atau metode yang di lakukan oleh pemerintah Kota Banda Aceh dalam pengelolaan sampah masih bersifat konvensional, yaitu dengan cara mengumpulkan sampah, mengangkut dan membuangnya ke TPA. 


Sampah yang dikumpulkan dari rumah ke rumah ataupun di Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS), kemudian diangkut dengan menggunakan truk ke TPA Kampung Jawa. Sampah yang tiba di TPA dibuang begitu saja (open dumping) walaupun ada sebagian sampah yang dipilah, diambil kembali oleh petugas untuk dijual dan didaur ulang. 


Timbunan sampah di Kota Banda Aceh akan meningkat dengan sejalan laju pertumbuhan penduduk, ekonomi dan pembangunan. Dengan tingginya aktivitas penduduk Kota Banda Aceh saat ini maka telah menyebabkan bertambahnya jumlah sampah. TPA Kampong Jawa kapasitas penampungannya sudah melebihi daya tampung, sehingga telah dibangun TPA Terpadu blang bintang, Kabupaten Aceh Besar. 


Sebenarnya dengan masalah yang di hadapi ini demi kemajuan kota maka perlu mencari solusi agar kota banda aceh bisa menihilkan proses pengelolaan sampah salah satunya dengan prinsip atau konsep Zero Waste. Pengertian nihil bukan berarti tidak ada sampah sama sekali, tetapi ini lebih mengacu pada sebuah cita-cita  sebuah kota banda aceh untuk menghilangkan sampah sebanyak mungkin atau less waste. Istilah Zero Waste kedengaran heboh tapi menarik didengar karena ear catching. Tapi jangan salah, banyak negara yang berhasil menerapkan konsep ini, meski butuh waktu bertahun-tahun. Zero Waste berarti menghilangkan sampah sebanyak mungkin dari awal atau sumbernya. Mungkin selama ini konsep konvensional pengelolaan sampah yang di lakukan hanya memindahkan sampah dari depan rumah ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). 


Sistem yang digunakan untuk mengumpulkan, memindahkan dan pembuangan akhir sampah juga relatif sama di negara berkembang. Jadi hal ini berbeda dengan negara-negara maju yang pengelolaan nya lebih sistematis. Keunikan ini berasal antara dari komposisi sampah, keterlibatan sektor-sektor informal, kelompok relawan, sektor swasta dan kelompok swadaya masyarakat yang bergerak dalam bisnis pengumpulan barang bekas. Teknologi terkini yang diterapkan di negara-negara maju tidak bisa langsung diterapkan di Negara berkembang  tanpa melakukan adaptasi terlebih dahulu dengan situasi dan kondisi wilayah. 


Metode pengelolaan sampah secara umum dapat digolongkan menjadi empat cara yaitu: daur ulang, komposting, membakar sampah dengan menggunakan incinerator dan membuang sampah ke TPA. Keempat cara ini dapat dilakukan secara masing-masing ataupun dengan kombinasi dua cara atau lebih, tergantung dari kondisi fasilitas sampah yang ada. Sebagai contoh, daur ulang dari sebagian sampah dapat dilakukan efektif dan ekonomis jika pengumpulan sampah yang hendak didaur ulang tersebut dilakukan secara terpisah dari sampah lain. 


Pada negara yang penduduknya berpenghasilan tinggi, beberapa cara pengolahan sampah telah dipraktikkan sehingga pada negara tersebut bisa mencapai tujuan manajemen pengelolaan sampah  Sebagai contoh negara bagian California di Amerika Serikat melaksanakan pengelolaan MSW sesuai dengan hierarki pengelolaan sampah, yaitu pengurangan di sumber sampah, daur ulang dan komposting, transformasi limbah dan landfilling. 


Ada tiga jenis metode yang dapat di lakukan untuk pembuangan sampah di TPA, yaitu pembuangan terbuka (open dumping), pembuangan yang dikendalikan (controlled landfill) dan sanitary landfill. Perbedaan utama di antara ketiganya adalah pemilihan awal lokasi TPA, penggunaan teknologi, Standar Operasi Prosedur TPA harian (Operation & Management) dan pemeliharaan pasca - penutupan TPA. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan kesadaran masyarakat dan teknologi yang tersedia di landfill. Lindi mempengaruhi lingkungan lokal mencemari air permukaan dan air tanah, sedangkan emisi gas CH4 menjadi perhatian global, karena potensi pemanasan globalnya yang tinggi yaitu 21 kali CO2. Gas CH4 dihasilkan dari TPA diperkirakan mencapai 20 persen dari emisi gas CH4 antropogenik di seluruh dunia. 


Manajemen Pengelolaan Sampah Zero Waste, Sampah lebih sering dianggap sebagai barang yang tidak berguna oleh masyarakat bahkan industri sekalipun. Secara lebih spesifik, konsep Zero Waste telah memunculkan pendapat baru baru dalam bidang persampahan, terutama soal upaya mengatasi masalah sampah dan obsesi peningkatan ekonomi konsumtif yang menghabiskan sumber daya alam, yang lama bisa diselesaikan. Beberapa pemahaman global yang muncul sebagai efek dari perubahan iklim, di antaranya hilangnya keanekaragaman hayati, meningkatnya polusi udara, air dan tanah, serta penggundulan hutan dan berkurangnya sumber daya dan material, sebagai konsekuensi konsumsi yang berlebihan namun proses produksi yang tidak berlanjut. 


Konsep Zero Waste menolak insinerator, landfill, menghilangkan masyarakat pembuang sampah dan menciptakan komunitas yang berkelanjutan. Ide ini terdengar seperti konsep yang sangat ideal, tetapi kita dapat merealisasikannya sesuai waktu tertentu. Kita tidak berharap bisa menerapkan Zero Waste tahun depan dan untuk seterusnya, tetapi kita dapat merencanakan situasi yang sangat dekat dengan konsep tersebut, di tahun-tahun mendatang. 


Mengelola sampah selalu jadi hal yang paling menantang dalam mengelola sebuah kota, tetapi anehnya sektor ini malah mendapat porsi perhatian paling kecil dibanding isu-isu perkotaan lainnya. Kualitas layanan sampah menjadi salah satu yang paling utama indikator bagusnya tata kelola pemerintahan kota. Jelas bahwa masalah sampah bukan sekedar daur ulang tetapi juga bagaimana mencegah sampah. 


Penghindaran terjadinya sampah merupakan prioritas utama, baru kemudian diikuti dengan daur ulang dan rekayasa material untuk meminimalkan jumlah sampah yang akhirnya dibuang ke landfill atau dibakar dalam insinerator. Zero Waste merupakan salah satu konsep yang paling sangat efektif dalam menyelesaikan persoalan-persoalan sampah. Sejumlah kota-kota besar di dunia seperti Adelaide, San Francisco dan Stockholm telah mendeklarasikan diri sebagai kota Zero Waste dan kota tersebut berusaha mencapai target yang ditetapkan dan menjadi kota-kota pertama yang menerapkannya. Tetapi hal yang tak kalah penting adalah bagaimana cara kita menerapkan konsep Zero Waste dalam sebuah kota dan bagaimana mengukur kinerja sebuah kota berdasarkan konsep  Zero Waste. Bagaimana pun, tidak ada strategi tunggal yang dapat menyelesaikan permasalahan sampah saat ini. Pendekatan yang bagus  dalam mengelola sampah kota dan konsep keberlanjutan dalam jangka panjang diperlukan untuk mendesain kota Zero Waste secara sungguh-sungguh. 


Pemahaman terhadap konteks lokal dan situasi pasar global akan memberikan adaptasi Zero Waste secara maksimal. Pemerintah Kota Banda Aceh harus dapat mempertimbangkan masalah yang berhubungan dengan rencana kota untuk meningkatkan kinerja recovery. Seperti fasilitas sumber daya yang dibutuhkan untuk memenuhi berbagai target, investasi yang dibutuhkan dan fasilitas Advanced Waste Treatment. 


Dalam skala kecil Pemerintah kotaBanda Aceh sudah menerapkan konsep Zero Waste  tapi hal ini belum memadai. Lihat saja masih banyak sampah berserakan di sekitar kota, keterlibatan masyarakat dalam mengelola sampah masih rendah dan di TPA sendiri pengolahan sampah tidak maksimal. Jika Zero Waste sudah diterapkan dengan konsisten, setidaknya kita tidak melihat lagi sampah berserakan dimana-mana. Timbulan sampah bisa dikurangi hingga 30% sesuai target pemerintah ditahun mendatang.***