Rosita Cahya Amirul Mahasiswa Semester 3 Fakultas Adab dan Bahasa Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta Lentera24.com - Pada...
Lentera24.com - Pada era globalisasi seperti sekarang ini, teknologi menjadi semakin canggih. Penggunaan situs media sosial saat ini telah mengalami kemajuan yang sangat pesat di seluruh belahan dunia, yakni salah satunya di Indonesia. Penggunaan bahasa Indonesia sekarang ini menjadi semakin memudar karena maraknya media sosial yang semakin berkembang. Menurut Chaer (2007) interferensi terjadi ketika terbawa masuknya unsur bahasa lain ke dalam bahasa yang sedang digunakan sehingga terjadi penyimpangan kaidah dari bahasa yang sedang dipakai. Hal itu serupa juga diungkapkan oleh Ardila, Agustine, dan Rosi (2018) bahwa tingkat interferensi bahasa yang dipengaruhi oleh media. Bahasa yang digunakan dalam media sosial sangat beragam, mulai dari bahasa yang baku, menjadi bahasa yang tidak baku, dan tidak sesuai dengan kaidah kebahasaan, sedangkan pengguna media sosial pada saat ini lebih di dominasikan oleh kalangan remaja.
Dalam bermedia sosial kita dapat berkoneksi dengan berbagai negara di dunia yang membuat kalangan remaja mencampurkan bahasa Indonesia dengan bahasa asing. Sekarang ini banyak masyarakat pengguna media sosial yang menggunakan bahasa Indonesia dengan menggunakan istilah-istilah atau kosakata yang tidak sesuai dengan aturan kebahasaan yang baik dan benar. Penggunaan bahasa Indonesia oleh masyarakat di media sosial tersebut dapat mengancam kemurnian bahasa Indonesia. Maraknya penggunaan media sosial pada kalangan remaja memberi pengaruh yang sangat besar dalam perkembangan bahasa Indonesia. Mengingat masyarakat pengguna media sosial yang berasal dari berbagai bangsa, dan bahasa yang tidak terikat oleh batasan sosial, keadaan seperti ini tentu akan mempengaruhi kelaziman berbahasa bagi para penggunanya.
Apa itu Bahasa Gaul?
Negara Indonesia memiliki aneka ragam bahasa daerah. Setiap bahasa daerah memiliki peran dan fungsi yang lebih rendah dibandingkan bahasa Indonesia, apalagi bahasa asing atau bahasa Inggris yang dianggap memiliki gengsi tertinggi. Kebanyakan orang akan merasa bergengsi apabila mampu dengan fasih menggunakan bahasa Internasional, yaitu bahasa Inggris. Sebaliknya orang akan menjadi merasa kurang bergengsi apabila hanya bisa berbahasa daerah saja. Banyak kalangan remaja zaman sekarang ketika berbahasa dengan cara mencampurkan bahasa Indonesia dengan bahasa asing mereka menganggap bahwa dengan mencampurkan bahasa asing seperti itu mereka akan menjadi keren, karena dapat berbahasa dengan gaul. Hal ini dapat dibuktikan oleh terjadinya perubahan pada bahasa Indonesia akibat pengaruh media sosial yakni fenomena munculnya bahasa gaul atau dapat dapat disebut dengan bahasa alay, pada kalangan remaja yang menyebabkan ketidakmurnian pada kebakuan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi dan bahasa kesatuan yang harus dijunjung tinggi.
Ketidak murnian bahasa itu terjadi pada masyarakat Indonesia khususnya para remaja yang lebih menyukai penggunaan metafora, sindiran, dan bermain kata-kata dalam mengungkapkan pemikirannya di media sosial. Mereka juga sangat kreatif dalam membuat kata-kata bermakna ganda dalam menuliskan pendapatnya atau kondisinya di media sosial. Kebanyakan anak muda yang sering mencampurkan bahasa Indonesia dengan bahasa asing hanya karena ingin terlihat keren atau gaul oleh teman-temannya.
Apabila ada remaja yang tidak
menggunakan bahasa yang dianggap gaul atau disebut sebagai bahasa alay tersebut
maka akan dikatakan sebagai remaja yang tidak gaul (norak). Padahal bahasa gaul
ini merupakan bahasa yang tidak memiliki struktur bahasa yang pasti, karena
bahasa gaul ini terbentuk dari berbagai macam bahasa termasuk bahasa Indonesia.
Namun, para remaja banyak yang menggunakan bahasa gaul atau alay ini dengan bangganya yang banyak
dijumpai pada postingan diberbagai media sosial. Penerapan bahasa ini
menyebabkan para
remaja meniru apa yang telah dilakukan oleh temannya melalui postingan yang
dilakukan.
Para remaja
menganggap bahwa sesuatu yang baru dilakukan oleh temannya merupakan sesuatu
yang baru diperhatikan (ngetren). Misalnya penggunaan bahasa gaul atau alay tersebut seperti
pada kata loe,
gue, kamoh, akoh, maapin, gabut, kepo, mager, kupdet, gaje, bucin, pansos, gercep, slay. Selain
itu banyak para remaja yang menggunakan bahasa asing ketika bermedia sosial,
misalnya seperti GWS :
Get Well Soon, berarti semoga lekas sembuh, COD
: Cash On Delivery, berarti
barang dibayar saat diterima, FYI : For Your Information, berarti cuma
sekadar info, OTW : On The Way, berarti dalam perjalanan, LOL : Laugh Out Loud, berarti tertawa
terbahak-bahak, THX : Thanks, yang berarti terima kasih.
Penggunaan kosakata bahasa
Indonesia dan bahasa asing yang sering digunakan oleh masyarakat Indonesia
khususnya pada kalangan remaja yang bertujuan untuk membanggakan diri. Bahasa gaul
atau alay ini sudah dipandang sebagai tantangan yang cukup membahayakan
terhadap kaidah tata bahasa Indonesia. Dalam
wadah kelinguistikan disebut dengan bahasa baku dan tidak baku. Bahasa alay ini
merupakan bahasa yang tidak baku karena tidak memperhatikan kaidah kebakuan
bahasa. Dengan begitu, penggunaan bahasa ini akan menjadi kebiasaan untuk para
remaja. Padahal kebiasaan tersebut dalam menggunakan bahasa alay ketika
bermedia sosial akan berdampak semakin sulitnya masyarakat Indonesia berkomunikasi
dalam lingkungan formal.
Bangga dengan Bahasa Indonesia
Semakin maraknya penggunaan
bahasa gaul atau alay akan mengakibatkan berbagai dampak, salah satunya yaitu
banyak kalangan remaja yang akan menganggap bahwa remehnya bahasa Indonesia,
hilangnya budaya berbahasa Indonesia dikalangan pelajar atau mahasiswa, bahkan
anak-anak. Padahal bahasa Indonesia merupakan bahasa
resmi negara dan juga sebagai identitas bangsa. Kita sebagai generasi muda sudah seharusnya
menjadi acuan dalam mempertahankan bangsa Indonesia. Maraknya penggunaan sosial
media ini sudah seharusnya kita sebagai generasi muda menyebarkan
rasa bangga terhadap bahasa maupun budaya Indonesia, bukan malah terpengaruh
oleh budaya asing sehingga lupa terhadap budaya sendiri. Sebagaimana sudah
dipaparkan dalam ikrar ketiga Sumpah Pemuda yang berbunyi, “Kami putra-putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa
persatuan, bahasa Indonesia”. Oleh karena itu, sebagai
generasi muda penerus bangsa Indonesia marilah bersama-sama menjunjung tinggi
bahasa persatuan Indonesia dengan cara menanamkan rasa cinta terhadap bangsa,
membiasakan berbahasa dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan bahasa
Indonesia yang baik dan benar, dalam menggunakan media sosial tidak memakai
bahasa asing secara berlebihan, memanfaatkan media sosial dengan cara mengajak
generasi muda untuk memiliki rasa bangga terhadap bangsa Indonesia, dan
menumbuhkan rasa suka untuk mempelajari bahasa Indonesia agar terhindar dari
masyarakat ber-diglosia yang gengsi dalam memakai bahasa sendiri.