HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Penanaman Desmodium Ovalifolium Untuk Repitalisasi Lahan Bekas Tambang Batubara

Aulia Anggraini Mahasiswa Semester 1  Fakultas Sains dan Teknologi Prodi Teknik Pertambangan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Ja...

Aulia Anggraini Mahasiswa Semester 1  Fakultas Sains dan Teknologi Prodi Teknik Pertambangan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta


Lentera24.com - Batubara sebagai bahan bakar fosil adalah bahan bakar hydro-karbon padat yang terbentuk dari tumbuh tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen terbentuk melalui proses pembatubaraan. Batubara itu sendiri memiliki fungsi yang sangat baik yaitu sebagai sumber energi terpenting untuk pembangkitan listrik dan sebagai bahan bakar pokok untuk produksi baja dan semen. Akan tetapi batu bara mempunyai dampak negatif yaitu mampu menimbulkan banyak polusi dimuka bumi akibat tingginya kandungan karbon. 


Kegiatan yang berkaitan dengan penambangan biasanya identik dengan kerusakan lingkungan bila tidak di kelola dengan baik, selain itu dalam kegiatan pertambangan tentu akan mengakibatkan perubahan lingkungan dan iklim terhadap lahan bekas tambang. Perubahan iklim terjadi akibat pengangkatan vegetasi alami pada lahan pertambangan serta menyebabkan penurunan kualitas tanah pada lokasi tersebut yang merupakan dampak negatif dari kegiatan pertambangan, maka dari itu pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi Pasca Tambang Keputusan dan Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 26 Tahun 2018 Tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan Yang Baik Dan Pengawasan Pertambangan Mineral Dan Batubara. Tujuan diterbitkannya dua beleid tersebut sangat jelas, agar dampak negatif dari aktivitas pertambangan dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan. Oleh karena itu perlu dilakukan reklamasi dimana suatu kegiatan penataann lahan untuk mengembalikan lahan bukaan tambang agar dapat di gunakan kembali sesuai dengan peruntukan nya.


Perlunya perencanaan yang baik dan sempurna agar keberhasilan  reklamasi dapat terwujud, selain itu dalam kegiatan pertambangan tentu akan mengakibatkan perubahan lingkungan dan iklim terhadap lahan bekas tambang. Lahan pasca penambangan batubara umumnya gersang, vegetasi sulit tumbuh, dan menjadi tidak produktif. Pada saat terjadi hujan, air sulit meresap ke dalam tanah atau sebagian besar mengalir dipermukaan, akibatnya air tanah berkurang dan erosi terus meningkat bahkan ancaman banjir dan longsor terus mengintai. Lahan pasca penambangan batubara akhirnya menjadi tidak produktif dan justru mendatangkan bencana bagi manusia. Oleh sebab itu, lahan pasca penambangan tidak boleh ditinggalkan begitu saja dan perlu usaha serius untuk mengembalikan kondisi tanah tersebut seperti sediakala atau paling tidak mendekati keadaan semula sebelum penambangan.


Peningkatan popoulasi jumlah penduduk setiap tahunnya menyebabkan terjadinya peningkatan industri dan peningkatan kebutuhan energi. Berdasarkan publikasi data dari Minerba One Data Indonesia (MODI) di situs direktorat jendral mineral dan batubara adalah seluas 7000 ha dengan realisasi sebesar 4128,28 ha atau sebesar 58,98% ini artinya lahan yang belum di reklamasi yang menjadi target pada tahun 2020 masi sekitar 2871,72 ha. Lahan bekas tambang batubara seperti ini jika di reklamasi dengan tahapan tahapan yang benar bisa menjadi salah satu alternatif untuk pengembangan kebun energi yang menghasilkan biomassa kayu. 


Penutupan permukaan tanah dengan tanaman penutup (cover crop) merupakan salah satu langkah penting dalam pemulihan kualitas tanah bekas batubara. Pada saat ini penambangan batubara sebagian besar menggunakan metode penambangan terbuka (open pit mining). Penambangan terbuka ini mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas tanah secara fisika, kimia, dan biologi. Berbagai masalah pokok pada lahan bekas tambang batubara yaitu tidak bervegetasi sehingga rentan menyebabkan erosi, erosi akan memperburuk kualitas tanah bekas tambang batu bara. Salah satu upaya memulihkan dan memperbaiki kualitas lingkungan dengan cara penutupan permukaan lahan bekas tambang batubara dengan menanamkan tanaman penutup. Fungsi penanaman tanaman penutup tanah adalah untuk mengurangi daya tumbuk butir hujan yang jatuh serta mengurangi debit dan kecepatan aliran permukaan yang pada akhirnya mengurangi erosi tanah. Penutupan permukaan tanah dengan tanaman penutup atau (land cover crop) sangat berdampak positif terhadap ekosistem lahan bekas tambang batubara. Salah satu fungsi nya yaitu mengurangi debit dan kecepatan aliran permukaan yang pada akhirnya mengurangi erosi tanah. 


Ada banyak sekali tanaman penutup tanah salah satunya Calopogonium Mucunoides. Centrosema pubescens Akan tetapi tanaman tersebut tumbuh secara memanjang atau melilit, sehingga dapat mengganggu pertumbuhan tanaman di sekitarnya dan sulit diimplementasikan pada pola tanam jarak rapat seperti halnya pada lahan reklamasi pasca tambang batubara. 


Nah alternative yang dapat dikembangkan adalah tanaman yang tidak menjalar dan tidak melilit seperti Desmodium Ovalifium. 


Tanaman tersebut merupakan salah satu jenis tanaman legume yang umumnya sudah dikenal di Indonesia, dengan ciri  merayap, dan stolon mencapai panjang 1 meter diatas permukaan tanah. Desmodium Ovalifium tumbuh dengan baik dan mampu beradaptasi di tanah dengan kesuburan rendah, tanah asam dengan (Al, Mn tinggi, serta P rendah). Tumbuhan ini mempunyai kandungan bermacam zat kimia sekitar 7,1  Tumbuhan ini tersebar luas di daerah iklim sedang dan daerah tropik, dari belahan bumi barat Australia dan Afrika. 


Di Indonesia dijumpai tumbuh liar dari dataran rendah sampai 1500 mdpl, terutama di tempat terbuka atau agak terlindung yang tanahnya lembab. Hal ini sangat cocok sebagai pemulihan lahan bekas pertambangan karena permukaan tanah bekas tambang batubara yang telah tertutup oleh tanaman Desmodium Ovalifium akan meminimalkan energi kinetik hujan dalam memukul permukaan tanah dan menghambat aliran air permukaan (run off) dan menyebabkan air yang masuk kedalam tanah meningkat sehingga erosi tanah menurun dan ekosistem lingkungan turut diperbaiki. 


Semakin banyak permukaan tanah yang ditutupi oleh vegetasi akan semakin baik dalam melindungi tanah dari proses erosi. 


Akan tetapi dalam mendukung pertumbuhan  Desmodium Ovalifium di tanah bekas tambang batubara, perlu dilakukan perbaikan lingkungan tumbuh yaitu dengan pemberian kapur dan fosfat. Salah satu jenis kapur yang biasa digunakan adalah dolomit. Pemberian kapur dolomit akan meningkatkan pH tanah, menurunkan kejenuhan Al, serta meningkatkan Ca dan Mg. selain itu pemberian kapur dapat memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah. 


Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian kapur dolomot dapat meningkatkan pH tanah dari 4,5 menjadi 5,6 pemberian kapur 300kg/ha dapat meningkatkan serapan hara P,K, dan Ca


Salah satu perusahaan tambang di Indonesia yang memakai tanaman Desmodium Ovalifium yaitu  PT Adaro Energy Tbk, salah satu kontraktor Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang melakukan kegiatan eksplorasi dan penambangan batubara di Kabupaten Balangan dan Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan, tampak dalam kegiatan pertambangannya telah melakukan upaya produktif di lahan eks tambang dengan melakukan reklamasi dan memanfaatkannya menjadi wilayah ekowisata. beberapa jenis pohon yang ditanam di lahan bekas tambang ditanami tiga jenis tumbuhan yakni, cover crops (rerumputan), fast growing, dan sisipan. Fast growing jenis nya terdiri dari tumbuhan Sengon, pinus, eucalyptus, Acasia crassicarpa, pulai, Alaban, sungkai, ketapang, lamtoro, trembesi, kaliandra merah, kaliandra putih, cassia sp. 


Selanjutnya, untuk tanaman yang late succession atau sisipannya adalah ulin, Gaharu, Bayur, shorea leprosula, shorea parvifolia, shorea parvistipulata, kapur, keruing, mahang, mersawa, bengkiray, shorea balangeran. Diketahui, metode penambangan yang dilakukan PT Adaro adalah tambang terbuka dengan dengan sistem Open PIT menggunakan kombinasi kerja alat gali-muat dan angkut. Akibat dari tambang terbuka ini adalah terbukanya lahan lebih cepat dan berubahnya ekosistem, sehingga diperlukan pengelolaan lingkungan. Pengelolaan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari operasional tambang sehingga aktifitas pertambangan tidak meninggalkan masalah di kemudian hari. ***