HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Pembangunan Ekonomi dalam Perspektif Islam

Rima Juliani Mahasiswi  Semester 5  Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Jakarta   Lentera24.com - Pembangunan ekonomi hadi...

Rima Juliani Mahasiswi Semester 5 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Jakarta  

Lentera24.com - Pembangunan ekonomi hadir secara khusus untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh negara-negara miskin (negara berkembang) yang mandiri setelah Perang Dunia II. Namun kenyataannya jumlah penduduk miskin di negara berkembang terus meningkat. Masalah utama pembangunan ekonomi seperti kemiskinan, pengangguran, kesenjangan ekonomi dan sosial antar individu masih belum terselesaikan. Salah satu penyebabnya adalah karena variabel lain seperti hukum sosial, politik, budaya dan variabel pembangunan lainnya tidak diperhitungkan. Ekonomi Islam, di sisi lain memiliki misi yang jauh lebih luas dan komprehensif, dimana pembangunan ekonomi bukan hanya tentang membangun ekonomi manusia, tetapi lebih penting lagi membangun sikap spiritual, juga berarti membangun manusia secara keseluruhan. Tidak hanya kebutuhan fisik, tetapi juga kebutuhan spiritual yang luar biasa.

Pertumbuhan ekonomi dalam kegiatan ekonomi riil mengacu pada perkembangan ekonomi fiskal yang terjadi di negara tersebut, seperti peningkatan jumlah dan produksi barang-barang industri dan infrastruktur, peningkatan fasilitas umum, dan peningkatan produksi. Kegiatan ekonomi yang ada dan banyak perkembangan lainnya. Di sisi lain, istilah "pembangunan ekonomi" umumnya berkaitan dengan pembangunan ekonomi negara-negara berkembang. Beberapa ekonom menafsirkan istilah sebagai "pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ditambah perubahan." Dengan kata lain, ketika menafsirkan istilah pembangunan ekonomi, para ekonom tidak hanya peduli dengan masalah pertumbuhan pendapatan nasional riil. Tetapi juga untuk memodernisasi kegiatan ekonomi, seperti mereformasi sektor pertanian tradisional, mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan.

Dari sudut pandang ekonomi Islam, pembangunan yang dilakukan oleh negara harus menjadi tujuan yang ambisius: meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan manusia di dunia ini dan di masa depan. Pembangunan harus berhubungan tidak hanya dengan masalah dunia, tetapi juga dengan masalah yang lebih abadi (transendental). Oleh karena itu, pengembangannya harus dikaitkan dengan kaidah-kaidah syariat atau berdasarkan kalam Allah dan perkataan ijma' para nabi, qiyas dan ijtihad ulama. Secara umum, pembangunan manusia telah menjadi tujuan utama ekonomi Islam. Dengan kata lain, pembangunan tidak hanya mengembangkan ekonomi rakyat, tetapi juga mengembangkan mentalitas mereka. Pembangunan berkaitan dengan kebutuhan jasmani dan rohani. Membangkitkan kebutuhan spiritual secara otomatis mendorong kemandirian dan kesadaran yang tinggi dalam diri setiap orang untuk membangun diri dan membangun bangsa dan kemanusiaannya.

Pixabay.com

Dalam Islam, konsep pembangunan ekonomi mendapat perhatian khusus. Karena, al-Qur’an memberikan perhatian serius terhadap usaha memperbaiki nasib suatu kaum yang hanya bisa ditentukan melalui kerja keras serta menghilangkan sifat malas (fakir) seperti diisyaratkan dalam QS Al-Munafiqun ayat 9-10.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُلۡهِكُمۡ أَمۡوَٰلُكُمۡ وَلَآ أَوۡلَٰدُكُمۡ عَن ذِكۡرِ ٱللَّهِ وَمَن يَفۡعَلۡ ذَٰلِكَ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡخَٰسِرُونَ

وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ

Artinya:

Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.(9) Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: “Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?” (10)

Dalam berbagai implementasi ekonomi pembangunan selama ini diterapkan oleh banyak negara, kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan distribusi pendapatan merupakan masalah besar yang belum pernah berhasil diatasi secara memuaskan, terutama di negara berkembang. Sebaliknya, dalam penerapan ekonomi Islam, pernah tercatat, bahwa ada sebuah negara paling makmur di Timur Tengah pada tahun 100 hijriah, di bawah pemerintahan khalifah Umar bin Abdul Aziz, sehingga hampir tidak ada yang mau menerima zakat, lantaran penduduknya sudah sejahtera (berkecukupan secara ekonomi).

Nampaknya sejarah membuktikan, bahwa sebuah negara akan menjadi makmur, dengan jumlah penduduk miskin paling rendah, bila pemerintah yang berkuasa berhati mulia, beriman dan bertakwa dan menerapkan pola hidup sederhana bagi pejabatnya, dengan mengembalikan kekayaan negara bahkan cenderung lebih besar dalam belanja modal kepada rakyat yang dipimpin. Pada sisi lain, pemilik modal menitipkan kekayaan untuk mendorong pertumbuhan pembangunan umat, zakat produktif, infaq dan sedekah. Demikian halnya dengan sumber yang menyangkut hajat hidup orang banyak diolah dengan sebaik-baiknya. Inilah salah satu contoh negara dunia yang pernah menerapkan ekonomi pembangunan Islami dengan lima pilar utama yaitu:

1. Penguasa yang tidak serakah, menganut pola hidup sederhana, tidak kikir dan juga tidak boros "iqtishadi" demikian juga rakyatnya.

2. Kesadaran dan keikhlasan setiap warga negara melaksanakan perintah Allah melalui zakat, infak, wakaf dan sedekah.

3. Mengelola Baznas secara tepat sehingga distribusi sosial tepat waktu, sasaran, dan jumlah (transparan, asas manfaat).

4. Pengelolaan sumber kekayaan alam oleh negara untuk perbaikan taraf hidup masyarakat seutuhnya, dan menghilangkan sifat- sifat pejabat yang rakus (tamak).

5. Pengawasan dan keadilan hukum terhadap pelaku perusakan darat dan laut harus ditindak, dan jaminan negara terhadap rakyatnya sudah seharusnya bukan sebagaimana adanya.

Implikasi dari lima dasar di atas, jika baik, maka akan berdampak pada pemeliharaan dan perbaikan maqāsyid syariah (kemaslahatan manusia). Namun jika tidak baik, maka akan berdampak negatif juga pada maqāsyid syari’ah dan harapan kebahagian akhirat dipastikan tidak terwujud karena tidak berjumpa dengan tuhan-Nya. Dengan demikian, konsep pembangunan dalam Islam sebetulnya cukup sederhana, karena tidak mengagungkan kepemilikan individu, dan menafikan kepemilikan kolektif dengan motto penggeraknya “spiritual” karena Allah. Bukan pula seperti kapitalis, sosialis, dan komunis yang mengagung - agungkan kekayaan individu dan mengabaikan kepemilikan kolektif dari sisi manfaat.

Oleh karena itu, Pembangunan manusia secara utuh telah menjadi target pertama dalam ekonomi Islam. Dengan kata lain, pembangunan tidak sekedar membangun ekonomi rakyat, tetapi juga membangun sikap mentalnya. Pembangunan juga tidak sekedar kebutuhan jasmaninya, tetapi juga kebutuhan rohaninya. Kebutuhan rohani yang terbangun akan secara otomatis mendorong kemandirian, dan kesadaran yang tinggi bagi setiap orang untuk membangun dirinya, dan membangun bangsa dan umat manusia. ***