HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Masa Depan Konservasi Indonesia Berkaca dari Negeri Sakura

Rafia Mahasiswi Semester 5, Jurusan  Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas Padang Sawah di Sado Island ...

Rafia Mahasiswi Semester 5, Jurusan  Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas Padang


Sawah di Sado Island Jepang pada musim gugur
Lentera24.com - Alam selaras dengan kehidupan, kalimat yang sering diagungkan dimana-mana. Namun seperti apakah kehidupan yang selaras dengan alam yang dimaksud?. Apakah kita sudah menjadi bagian dari itu?, mungkin kehidupan di pulau Sado bisa menjadi jawaban gambaran dari kalimat ini. Pulau Sado terletak sekitar 45 km barat kota Niigata, Jepang. Pulau yang memiliki banyak objek wisata seperti pemandangan gunung dan bentang laut, desa bersejarah, dan kuil. Pulau ini dikenal dengan proyek lingkungan yang unik yaitu sawah ramah satwa liar. Menggunakan konsep ecological farming yaitu pertanian yang mengimplementasikan konsep pelestarian biodiversitas, mengurangi penggunaan zat kimia sebagai pupuk dan melakukan survei biologi 2 kali setahun pada periode panen untuk melihat bagaimana biodiversitas satwa liar yang ada di sawah tersebut.

Burung Toki di persawahan (Sumber : dokumentasi Mitsuyo Toyoda, dosen di Universitas Niigata, Jepang )

Sawah dirancang agar bisa menjadi habitat yang aman untuk satwa liar, burung Toki merupakan burung yang hidup bersama pertanian di pulau ini. Burung dengan nama latin nipponia nippon ini punah pada tahun 2003, lalu dilakukan re-introduction dari Cina hingga pada tahun 2008-2019 proyek ini berhasil dan jumlah burung toki terus meningkat di jepang. Konservasi yang dilakukan bertahun-tahun membuahkan hasil, bisa dilihat di persawahan pulau ini banyak ditemui burung toki mencari makan di daerah tepi sawah, burung ini memakan ikan, serangga kecil, kodok dll. Konsep konservasi berkelanjutan ini melibatkan elemen masyarakat dalam pelaksanaannya, burung toki yang telah di konservasi di lepas di persawahan. Burung ini dijadikan branding dan icon pulau Sado, selain dari upaya konservasi hal ini juga berdampak positif terhadap perekonomian pulau. Wisata tour yang diberikan bukan hanya  melihat toki secara langsung , namun juga diajak melihat sejarah, budaya dan cara konservasi yang dilakukan untuk memperbanyak jumlah individu spesies ini.

Tak hanya itu sawah ramah satwa liar juga memiliki manajemen perairan yang sangat bagus untuk menjaga kelestarian makhluk hidup yang ada, agar mampu bertahan dari perubahan 4 musim. Sawah pulau ini tidak menggunakan teknologi modern, hal ini sebagai upaya pelestarian dan pencegahan hilangnya organisme yang hidup bergantung pada sawah. Disamping itu setiap sawah terdapat pengairan khusus untuk musim dingin, dan juga dibuatkan fishways atau tempat ikan agar dapat berpindah dari daerah yang tertinggi menuju persawahan, hal ini bertujuan agar menjaga jumlah ikan yang ada di persawahan sebagai makanan utama dari burung toki. Padi dari persawahan ramah satwa liar ini menguntungkan petani dengan membuat brand beras tersendiri yaitu beras toki bird yang dijual dengan harga yang lebih mahal. 

Upaya konservasi yang telah dilakukan menguntungkan semua pihak, berpengaruh terhadap lingkungan, masyarakat dan kelangsungan hidup burung toki yang sudah pernah punah beberapa tahun lalu. Melalui ini kita dapat belajar dan berkaca menjadikan sistem pertanian Indonesia ramah dengan satwa-satwa liar. Mengingat Indonesia merupakan negara agraris, yang artinya sektor pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 2019 mencatat ada sebanyak 49,41% rumah tangga miskin menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian di Indonesia. Tantangan sekaligus peluang menjadikan persawahan indonesia menjadi  proyek peduli lingkungan serta meningkatkan perekonomian petani, melalui branding biodiversitas yang ada.  


" Tantangan kita kedepannya dalam mewujudkan pengembangan agrikultur berkelanjutan karena berkurangnya jumlah petani, serta butuh perbaikan perekonomian petani melalui hasil panen”, ungkap Mitsuyo Toyoda, dosen di universitas Niigata, Jepang. **