HIDE

GRID

GRID_STYLE

Post Snippets

FALSE

Hover Effects

TRUE
{fbt_classic_header}

Breaking News:

latest

Tradisi Upacara Adat Nyadran Bentuk Akulturasi Kebudayaan Jawa dan Islam

Agustina Mulya Ningrum Semester 6, Prodi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember Lentera24.com - Kebuda...

Agustina Mulya Ningrum Semester 6, Prodi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember

Lentera24.com - Kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dari kebiasaan yang dilakukan secara terus menerus sehingga menjadi sebuah adat istiadat. Kebudayaan dikembangkan dengan cara yang berbeda dan memiliki ciri khas yang berbeda pula. Kebudayaan dapat berupa adat, kebiasaan, upacara ritual, bahasa, kesenian. Warisan generasi terdahulu ini harus terus dikembangkan supaya tidak punah. Warisan ini merupakan kearifan lokal yang berfungsi dalam menghadapi perubahan zaman. Salah satu kearifan lokal yang masih di dilestarikan hingga saat ini yaitu tradisi upacara adat sedekah bumi ( Nyadran ).


Seperti Upacara Adat Sedekah Bumi (Nyadran) merupakan sebuah Tradisi turun temurun yang masih dilestarikan oleh masyarakat Desa Tanggungan Kabupaten Bojonegoro hingga saat ini, Nyadran merupakan sebuah upacara adat jawa yang merupakan kegiatan tahunan di bulan sya’ban, yakni setelah panen padi bumi yang dilakukan secara serentak untuk merayakan keberhasilan atas hasil bumi dan atas rahmat yang telah diberikan Tuhan pada desa tersebut. Dalam sistem keyakinan atau kepercayaan masyarakat Jawa, leluhur dianggap dapat memberikan keselamatan dan juga dianggap sebagai pelindung bagi mereka, keluarga dan seluruh desa mereka. Oleh karena itu, para leluhur dimuliakan atau diagungkan. Biasanya para leluhur ini disebut dengan salah satu istilahnya yaitu sebagai danyang atau sing mbaurekso. Cara memuliakan atau mengagungkan para leluhur itu dilakukan selamatan yang disebut dengan nyadran.


Tujuan dilakukanya upacara adat nyadran pertama ini untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang diberikan kepada masyarakat dengan adanya hasil panen yang melimpah.selain itu. Masyarakat Tanggungan juga percaya bahwasannya Tradisi nyadran mampu untuk memberikan manfaat yang penting bagi kelancaran rezeki mereka lewat diadakannya tradisi sedekah bumi. Tradisi nyadran ini juga dapat mempererat solidaritas sekitar masyarakat desa tanggungan. Masyarakat sekitar juga percaya bawasanya upacara nyadran dapat menjauhkan dari gangguan-gangguan ( bala ).


Bagaimana pandangan Islam tentang budaya yang telah mentradisi di dalam masyarakat itu sebagai wujud atau cara masyarakat untuk mengaktualisasikan rasa syukurnya kepada Allah SWT. Tradisi tersebut itu juga merupakan sebuah bentuk rasa sayang serta hormat kepada alam dan leluhur yang telah berjasa pada kehidupan masyarakat desa Tanggungan , Ngraho Bojonegoro yang teraktualisasi dalam tradisi sedekah bumi (Nyadran). Hal tersebut tentunya tidak menjadi masalah apabila dalam pelaksanaan Nyadran itu tidak dianggap berlebihan, dan pelaku sedekah bumi (Nyadran) tidak menyimpang dari syariat Islam. 


Menurut Islam sendiri terhadap keberadaan budaya yang telah menjadi sebuah tradisi masyarakat. Pada hakikatnya keberadaan sebuah budaya tidak terlepas membicarakan tentang simbolisme, begitu pula dalam menyikapi al Quran dan sunnah sebagai sumber atau pedoman dalam Islam. Ahli syariat mengatakan bahwa sebagian besar yang ada didalam budaya Islam yang sudah mentradisi di kalangan masyarakat kebanyakan berupa simbolik dan sulit untuk dipahami (Ridwan, dkk., 2008: 57). Penjelasan tersebut telah memperkuat bahwa keberadaan tradisi sedekah bumi (Nyadran) yang dilakukan secara simbolik juga dapat mempunyai makna atau tujuan sendiri bukan semata-mata untuk ingkar atau tidak taat beragama. Hanya saja disini terdapat adaptasi antara tradisi yang sudah mapan dan melekat pada masyarakat dengan ajaran baru yang harus diterima masyarakat juga. Sehingga tidak jarang umat Islam selalu diberikan sebuah nasehat untuk selalu berfikir dalam memahami segala fenomena yang diperlihatkan dalam realita sosial, supaya tidak terjadinya salah pemahaman.


Dalam pelaksanaan sedekah bumi (Nyadran) selain melibatkan kalangan tua juga melibatkan anak-anak, remaja, dan dewasa. Tujuan dari hal tersebut yaitu agar supaya budaya sedekah bumi (Nyadran) tidak menjadi luntur atau ditinggalkan oleh generasi muda selanjutnya. Pinisepuh sebagai tokoh masyarakat memberikan pengetahuan tentang sedekah bumi (Nyadran) baik dari segi pelaksaaannya dan juga nilai-nilai yang terkandung di dalamnya kepada para generasi muda. Tradisi ini dilakukan di tiga sumur yang terletak di pinggir perkampungan penduduk. Oleh warga sumur tersebut dikenal sebagai punden atau cikal bakal ditemukannya sumber air di desa Tanggungan, Dalam tradisi ini masyarakat juga berbondong bondong menuju sumur punden sambil membawa nasi lengkap dengan lauk pauk dan jajanan. 


Pinisepuh yang memimpin pelaksanaan sedekah bumi (Nyadran) juga menginstruksikan kepada masyarakat untuk mengikuti pelaksanaan sedekah bumi dengan baik dan tertib hingga selesai. Sebagai penghormatan masyarakat kepada leluhur yang telah wafat, maka pinisepuh memimpin doa bersama untuk almarhum dan almarhumah leluhur di makam tampak pada prosesi kegiatan sedekah bumi (Nyadran) terdapat budaya Jawa lama yaitu budaya penyajian kemenyan di pemakaman leluhur, tabur bunga, tanam telur di pemakaman, makan Bersama di dekat pemakaman, membawa gunungan (makanan hasil bumi), kemudian ditampilkan beberapa kesenian daerah seperti gamelan Jawa, tarian masal (tayuban), dan lain sebagainya. Sedangkan unsur-unsur Islami yang dilakukan pada prosesi sedekah bumi tersebut, yaitu doa bersama di pemakaman (ziarah kubur), membaca tahlil (tahlilan), Istighosahan, dan ceramah. tradisi nyadran atau sedekah bumi dari dulu hingga sampai saat ini masih tetap eksis dilaksanakan setiap setahun sekali. Menurut sesepuh di sana, sedekah bumi itu bukan menjadi rutinitas tahunan belaka, tetapi juga sebagai wujud syukur masyarakat kepada sang pencipta atas apa yang telah diberikan. ***